10: Recuperation

34 6 0
                                    

Aku hanya manusia yang menjalankan skenario dari sang kuasa. Aku sama sekali tidak punya kemampuan untuk merevisi apa yang tertulis di dalamnya

- Sherena Fidellina -

•••

2015

Sherena ditemani Alan dan Rania, sedang berlibur di Puncak, Bogor. Mereka bertiga menyewa sebuah villa untuk meniknati liburan akhir tahun mereka. Liburan kali ini terkesan mendadak, tentu saja susunan acaranya dibuat oleh Alan dan Rania yang berniat membuang sial, katanya.

Ini sudah tiga minggu berlalu sejak prahara di kediaman Darius. Sherena sudah lebih baik dibandingkan seminggu saat kejadian itu baru terjadi. Azkara Yamazaki, teman Rania saat kuliah, sukses membuat Sherena bangkit kembali. Tentu saja tak lepas dari dukungan dua sahabat Sherena. Hidup Sherena terlalu berharga untuk disia-siakan, kata Azka. Azka adalah dokter spesialis kejiwaan yang memiliki rumah sakit jiwa sendiri.

Dua minggu lebih dirawat oleh Azka, Sherena kembali menjadi pribadi yang lebih ceria. Meskipun sesekali, tanpa orang lain tau, gadis itu masih terisak menghadapi takdir yang menimpanya.

"Na, tolong ambilkan kecap di plastik."  Rania berteriak ke arah Sherena yang tengah membaca novelnya. Saat ini Rania sedang memasak untuk makan siang mereka.

"Dimana?"

"Di meja ruang tamu, kalau tidak ada di meja ruang tengah."

"Kecap asin?"  Sherena menelisik isi plastik.

"Iya, cepat."

"Harum sekali, boleh aku cicipi?"  Sherena mengambil sendok dan mencoba mengambil kuah dari tumis jamur yang sedang Rania masak, namun terhenti karena pukulan Rania di tangan Sherena.

"Hus hus, pergi. Ini belum selesai, Na."

"Ayolah, satu suap saja, ya?"

"Tidak. Lebih baik kamu pergi ke depan dan bantu Alan untuk siapkan keperluan barbeque nanti malam."

"Pelit."  Sherena mencebik.

Sherena berlari kecil ke luar villa, hal itu tak luput dari pandangan Rania. Gadis itu tersenyum bahagia memperhatikan tingkah Sherena. Rania bersyukur sekali Sherena kembali seperti yang dia kenal. Sosok ceria yang menyenangkan bagi banyak orang.

Diingatnya lagi kejadian malam itu, saat Sherena pulang dengan taxi dari kediaman Darius. Sherena bahkan melamun di depan gerbang tanpa berniat masuk ke dalam rumah. Kalau saja malam itu Rania tidak keluar untuk membuang sampah yang menumpuk di dapur, gadis itu tidak akan pernah tau Sherena ada disana.

"Na? Loh, kok udah pulang?"

Saat itu pandangan Sherena benar-benar kosong, dengan wajah penuh bekas air mata, juga tatanan rambut yang telah kusut.

"Revo mana?"  Sherena menggeleng.

"Kamu pulang naik apa?"  Sherena masih enggan menjawab.

"Masuk dulu, ayo."  Rania memapah Sherena ke dalam rumah.

Malam itu hingga dua hari setelahnya Sherena sama sekali tidak berbicara. Rania terpaksa membuat surat cuti atas nama Sherena kepada pimpinan rumah sakit. Puluhan pesan dan panggilan dari Revo-pun enggan dia jawab.

RegresiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang