Aldi vs Ansal #2

7.9K 218 1
                                    

Aldi POV

"Di, pulang yuk?" ajak Rian.

Rianto Prawiro, cowok hitam manis keturunan jawa yang pindah ke Bogor, adalah satu-satunya teman yang mau akrab denganku. Dia tidak memandang rendah diriku.

Apalagi setelah tahu kisah kelam hidupku, tentunya bukan orientasi seksualku yang menyimpang. Aku belum sanggup untuk mengatakannya pada Rian, ntah suatu saat nanti.

Setelah Rian tahu tentang kemalangan hidupku dia sangat baik dan salut dengan perjuanganku menghadapi hidup ini, membuat Rian termotivasi untuk menghargai hidupnya walaupun hidup keluarganya jauh dari cukup.

Orang tua Rian juga sangat baik dan ramah. Aku sudah dianggap keluarga tambahan mereka. Keluarga yang sederhana. Terdiri dari 5 orang. Ayah dan ibunya Rian dan dua adiknya yang satu duduk di bangku SMP dan lainnya di kelas 5 SD.

Rian anak sulung ikut membantu perekonomian keluarga dengan bekerja membantu toko grosir pamannya. Ayah Rian membuka bengkel kecil-kecilan di tepi jalan dekat gang kontrakan mereka, sedang ibunya bekerja sebagai buruh cuci. Walaupun begitu mereka bersyukur dan aku selalu disambut ramah di runah sederhana mereka. Bahkan ketika Hari Raya Idul Adha aku dipaksa Rian untuk datang dan menginap di rumahnya.

"Aku masih ada kerjaan di perpustakaan Ian" jawabku membereskan buku-buku di atas meja. Beberapa anak sudah pada keluar kelas. Hanya tinggal sepuluh anak lagi termasuk Cindy.

Kadang Rian membonceng denganku untuk menghemat ongkos. Rumah Rian ke sekolah lumayan jauh, daerah Ciawi. Dari sekolah ke rumahnya harus naik angkot 2 kali. Karena aku membeli rumah di daerah Baranang Siang makanya tiap pergi dan pulang sekolah Rian selalu nebeng denganku. Rian bisa menghemat dengan hanya naik angkot sekali.

"ya udah aku duluan ya" kata Rian sambil menjinjing tas nya.

"ada ongkos kan?" tanyaku iseng dan Rian mengangguk tersenyum.

Rian tidak pernah sungkan untuk mengatakan bahwa dia tidak ada uang untuk ongkos ataupun sangat memerlukan pertolongan. Aku selalu ringan tangan terhadapnya.

Aku menatap Rian yang menghilang di balik pintu. Tiba-tiba aku mengalihkan pandangan karena Ansal muncul begitu saja.

"Aduuhh ngapain lagi itu orang?" Batinku.

Selama ini perlakuan usil Ansal dan teman-teman basketnya belum bermain fisik dalam membuliku. Setelah beberapa bulan aku masuk di SMAN ini mereka hanya melontarkan kata-kata seperti banci atau cewek berjakun.

Memang belum separah di dunia sinetron yang jadi tontonan masyarakat Indonesia seperti menjegal langkah korban, menabrak saat berjalan di koridor sekolah atau mengerjai loker siswa bullian seperti pada film Meteor Garden.

Sekolah sangat tegas dalam semua bentuk bully atau cacian oleh siswa terhadap siswa lain. Sebenarnya aku bisa melaporkan tindak bullian verbal mereka terhadapku selama ini.

Tapi buat apa? Malah jika aku melaporkan mereka, yang ada malah mereka tambah benci padaku. Hingga nantinya karena malu mereka tambah beringas di luar sekolah. Bukannya takut tapi aku malas ribut-ribut ga jelas. Tohhh, dengan sikap cuekku mungkin mereka capek dan menghentikan aksi mereka dengan sendirinya. Tapi aku malah, mereka penasaran ga bisa membuatku marah dan tersinggung.

"Masih lama honey?" suara macho Ansal terdengar. Aku masih fokus pada tas tapi telinga kupasang baik-baik.

Tumben nihhh anak isengnya ga keluar? Apa karena tidak ada teman-temannya atau jaim sama Cindy, pacarnya.

"Udahh Beib" jawab Cindy ganjen. "Kalian pulang aja duluan gihh" usirnya pada teman-teman gank-nya yang langsung bersorak dan ngeloyor pergi.

Mereka pun menyusul keluar kelas meninggalkan aku sendiri. Yaaa aku suka sendirian di sekolah ini. Teman akrab hanya Rian seorang. Tapi kalau ke kantin masih ada beberapa teman lain yang mau semeja termasuk Nita, cewek yang naksir sama Rian.

Aku berjalan di koridor kelas menuju perpustakaan di ujung gedung. Letak perpustakaan di sudut sekolah agak ke belakang. Jadi dari ruang perpustakaan kita akan melihat bagian belakang gedung sekolah dan tembok sekolah yang tinggi. Saking tingginya tidak ada siswa yang nekad memanjat untuk bolos.

Aku diberi kepercayaan untuk membantu guru penanggung jawab mengatur dan membereskan kembali buku-buku perpustakaan ke dalam raknya masing-masing. Aku sangat bahagia diberi kepercayaan itu dan kerjanya hanya 2 kali dalam seminggu yaitu hari rabu dan sabtu.

Terkadang Rian dan Nita ikut membantuku membereskannya. Kebetulan mereka ada kesibukan lain hari ini makanya hanya aku sendiri.

Adanya program wajib baca membuat buku yang dipinjam-kembalikan sangat banyak. Aku yang bagian mengatur ulang buku ke rak. Sedangkan yang membantu guru dalam pelayanan peminjaman buku ada siswa yang lainnya.

Sebelum masuk ke perpustakaan aku masih melihat ada motor ninja Ansal di parkiran. Aku tahu betul itu motornya. Setahuku hari rabu tidak ada ekskul basket. Hari rabu ada ekskul karate dan bahasa jepang.

Ahhh bukan urusanku, batinku.

Dengan cepat aku bereskan buku-buku ke dalam raknya. Lumayan banyak yang mengembalikan buku perpustakaan 3 hari ini. Setiap peminjaman buku dapat dikembalikan dalam waktu 2 minggu.

Dan saat aku ke sudut ruangan dimana ada jendela yang mengarah ke belakang sekolah, aku berdiri tegak, diam seribu bahasa, mataku terbelalak dan napasku memburu.

Ada apa dengan Aldi Wahyu? Apakah Aldi melihat hantu? Tunggu part selanjutnya.

2 Wahyu, Bukan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang