Benci = Cinta? #3

6.3K 242 7
                                    

Aldi POV

Entah karena apa aku menceritakan kisah hidupku pada Ansal. Lelaki tampan itu sedang duduk merapat di sampingku. Awalnya Ansal masih menanggapi ceritaku tapi saat aku menceritakan kisah cinta monyetku kurasakan kepala Ansal jatuh di pundakku dan dengkuran halus pun terdengar.

Shittt aku ditinggal tidur, gerutuku saat melihat Ansal yang sudah tidur. Tanpa sadar aku elus rambut cepak Ansal. Seharusnya aku membencinya tapi saat pertama kali bertemu di sekolah waktu MOS dulu aku sudah jatuh hati padanya, katakanlah falling in love pada pandangan pertama.

Ketika mata kami bertemu saat itu aku merasakan kalau Ansal ada potensi cinta sesama jenis atau lebih tepatnya bisex. Secara naluri aku bisa merasakannya. Dan tatapan itu berubah jadi benci dan sering menghinaku saat dia bersama gerombolan tim basket sekolah.

Saat mataku mulai terpejam adzan subuh pun terdengar. Aku memaksakan diri untuk bangun karena hari ini masih sabtu dan aku ada ekskul di sekolah. Ansal seingatku juga ada ekskul basket.

Seperti biasa pagi hari aku mempersiapkan sarapan dan hari ini jadi dua porsi. Nasi goreng menjadi pilihan, selain mudah juga cepat disajikan.

"bau harumnya membangunkanku" satu suara yang sangat kukenal terdengar tepat di belakangku dan merapat ke tubuhku. Hatiku berdegup kencang.

"Ehh udah bangun Sal" aku tergagap dan makin ga karuan entah sadar atau tidak Ansal memelukku.

"ehhh Sal, ngapain lu?" spontan aku memberontak melepaskan pelukan Ansal.

"Ohhh sorry hehe" Ansal terkekeh.

Sebenarnya aku mau saja dipeluk cowok tampan itu tapi tidak secepat ini juga. Aku masih waras untuk memikirkan apa yang terjadi.

Memang aku suka Ansal, sangat suka malah tapi aku belum tahu perasaan Ansal. Masih ada perasaan kurang nyaman dalam hati sebelum aku tahu Ansal lebih dalam. Apalagi selama ini dia selalu membenciku tanpa aku tahu apa sebabnya karena seingatku aku tidak pernah berurusan dengannya.

"kamu belum cerita kenapa tadi malam kamu hujan-hujanan bawa motor dan jatuh?" aku membuka suara ketika kami berdua duduk di meja makan menikmati sarapan nasi goreng.

Ansal terdiam tidak menjawab. Aku tidak memaksa Ansal untuk menjawab hanya saja aku penasaran.

"kamu tahu kan aku punya cewek teman sekelasmu" akhirnya Ansal buka suara juga.

"Cindy?" pertanyaan yang tidak perlu jawaban sebenarnya tapi Ansal mengangguk juga.

"tadi malam aku melihatnya selingkuh dan laki-laki itu adalah Robbi" jelas Ansal dengan emosi. Aku sedikit terkejut mendengar itu tapi sebagai pendengar yang baik aku biarkan saja Ansal selesai bercerita tanpa aku sela.

"dan yang bikin aku sakit hati banget adalah ternyata Cindy dan Robbi taruhan apakah aku masih perjaka atau tidak" tambahnya lagi. Aku ingin tersenyum tapi tidak aku lakukan.

"seperti inikah rasanya sakit hati Di, dipermainkan" Ansal menghentikan makannya. Benar Ansal, aku juga pernah merasakannya.

"sabar ya Sal, setidaknya kamu sudah tahu siapa Robbi dan Cindy" aku berusaha menasehati, "benci boleh saja tapi tak perlu dendam ya" tambahku.

Aku tidak mau berkata banyak hal. Dengan curhat seperti ini perasaan Ansal sudah mulai membaik.

"kamu ga ke sekolah hari ini?" aku mengalihkan pembicaraan.

"ga ahh malas, lagian kakiku kayaknya perlu diurut takutnya ada yang keseleo" jawab Ansal.

"Ohh iya, rumah kamu ini di daerah mana Di?" tanya Ansal.

2 Wahyu, Bukan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang