Cinta ( End )

5.4K 225 50
                                    

Aldi POV

Aku yang sedang duduk di kursi rotan memandang perbukitan indah nun jauh di selatan kampungku. Paman dan bibi sedang pergi mengurus penjualan hasil perkebunan ke kota. Ahmad belum pulang dari sekolah. Masih beberapa hari ke depan dia menerima raport hasil belajarnya. Sedangkan sekolahku sudah libur berdasarkan jadwal kalender akademik.

Ahmad cowok yang tampan dan baik. Dia lebih tua dariku 2 tahun. Dia yang lebih dewasa baik usia maupun pemikiran selalu mengayomiku dalam segala hal. Aku masih ingat saat keterpurukanku dia yang selalu berada disisiku. Membantuku melanjutkan hidupku.

Dia tahu orientasiku yang menyimpang. Dia tahu aku pernah bercinta dengan lelaki bernama Agus ketika SMP dulu. Bahkan, aku memaksa dia untuk menemaniku ke kota Padang untuk menemui lelaki itu. Namanya juga cinta monyet. Aku dibutakan oleh cinta padahal lelaki itu hanya memanfaatkan kekayaanku saja. Ketika Ahmad memberitahukan itu padaku, saat itu bukannya percaya aku malah marah dan benci pada Ahmad. Baru di Bogor aku tahu pengkhianatan yang dilakukan oleh lelaki bernama Agus itu.

Ternyata Ahmad juga suka padaku. Kasih sayang yang dia berikan selama ini karena dia juga mencintaiku. Pernah sekali dia mengungkapkan isi hatinya. Awalnya aku kaget tapi aku biasa-biasa saja. Aku juga mencintainya tapi hanya sebagai kakak saja. Tidak lebih. Aku menganggap Ahmad sebagai kakak laki-lakiku. Untunglah Ahmad dapat menerima penjelasanku.

"Hei kok melamun?" tepukan halus di pundakku mengembalikan angan-anganku yang sudah kemana-mana.

"Ga kok Mad." mukaku memerah menahan malu karena kedapatan bengong. Walaupun usia Ahmad lebih tua tapi aku tidak memanggilnya Uda atau kak melainkan namanya saja.

"Jangan bohong, kamu memikirkan siapa?" tenyata Ahmad masih meneruskan pertanyaannya.

"Iya, aku ga mikirin apa-apa." ucapku mengelak. Aku menjauhkan tatapan mataku agar tidak menatap langsung mata Ahmad. Itu kebiasaanku saat berbohong. Ahmad tahu betul sifatku yang satu itu.

"Bukankah kau memikirkan Ansal." aku terhenyak. Wajahku pias. Aku tidak mampu lagi menyembunyikan wajah kagetku. "Bukankah kepulanganmu kesini karena Ansal?" Aku diam. Ahmad makin mengeluarkan jurus pamungkasnya. Mengapa dia tahu Ansal?, batinku.

"Tadi malam dan malam-malam sebelumnya kau selalu memanggil nama Ansal dalam tidurmu, kau sangat menderita dan aku tersiksa melihatmu." Ahmad terus membuatku terdiam dan tertunduk. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"A aa aaku mengingau?" seakan tidak percaya aku bertanya pada Ahmad.

"Buat apa aku bohong? Kau tidak pernah berubah Aldi, masih gengsi untuk mengatakan perasaanmu" ucap Ahmad.

"Kau mencintainya kan?" tanyanya lagi.

"Siapa?" aku malah balik bertanya. Pura-Pura tidak mengerti arah pembicaraan Ahmad.

"Ansal." jawabnya singkat.

"Aa... aa kuu... aku entahlah...." aku mencintainya. Bibirku tidak mampu mengatakannya.

"Mengapa kau begitu gengsi mengatakannya..." Ahmad terus mengejarku. Aku diam. Aku takut.

"Sudahlahh lupakan saja." pungkasku.

"Selalu seperti itu, lari dari masalah." kerjarnya terus. Aku diam kembali. Tidak menanggapi ucapan Ahmad lagi. Aku pun beranjak pergi masuk ke dalam rumah.

Ahmad menghela napas. Berat juga. Aldi tetap pada jalurnya. Apa yang dia fikirkan? Apa yang membuat dia begitu gengsi atau adakah rasa takut di hatinya?.

##

Author POV

"Hari ini kita jadi pergi?" tanya Aldi ketika melihat Ahmad tidak memakai seragam sekolah padahal sudah pukul 9 pagi.

2 Wahyu, Bukan KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang