Part 9 : The Beginning

71 6 10
                                    

As I promised yesterday, eh dua hari lalu deh, updatenya 2 hari sekali ya? I hope you guy like it.


Aku men-dribble bola basket dan melemparnya ke ring. Aku sedang menunggu Kate keluar dari kelas dan bermain basket adalah salah satu cara yang baik.

"Justin!" terdengar suara Maggie yang sayangnya berhasil masuk UCLA juga berkat donor dari ayahnya yang besar.

"Hei, Mag," sapaku lalu mengambil bola basket yang menggelinding ke arahku.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Maggie.

"Aku menunggu Kate dan ini...," aku menunjukkan bola basketku.

"Aku ada PR, kurasa kamu bisa membantuku," kata Maggie manja.

"Jika aku bisa, tentu," kataku stay cool, tidak ingin terlihat terlalu baik.

"Aku membutuhkan strategi promosi yang baik. Ini petanya, bagaimana menurutmu?" tanya Maggie.

"Oh tunggu," aku mengambil kertas dan pulpen dari Maggie.

"Justin?" terdengar suara lembut Kate dan aku langsung berbalik.

"Hai, Babe! Tunggu ya? Aku akan membantu Maggie dengan PR-nya," kataku lalu melempar bola ke Kate dan dia menangkapnya dengan mantap. "Nice," aku berkedip dan dia tertawa geli. Aku langsung menulis di kertas Maggie dan menjelaskan dengan singkat. "Paham?" tanyaku.

"Emm ya, terimakasih, bye," kata Maggie yang sudah badmood setelah kedatangan Kate. Aku menahan tawa lalu berbalik menghampiri Kate. Aku memeluknya dari belakang dan mengecup bibirnya.

"Hai," bisikku horor lalu kate tertawa geli.

"Aku tidak menyangka kamu lumayan populer untuk urusan pelajaran," Kate menjulurkan lidahnya.

"Heeyyyyy itu menghina," kataku pura-pura marah.

"Maaaf," kata Kate geli.

"Ayo ke tempatmu," bisikku.

"Mau apa?" tanya Kate.

"Kita bercinta, ayolah," ajakku gemas.

"Ayo," kata Kate lalu kami berjalan beriringan.

~~~

"Apa kamu cemburu kalau melihatku bicara dengan wanita lain?" tanyaku.

"Hemm.. tidak," kata Kate mantap lalu menyuap dim sum-nya.

"Kenapa begitu?" tanyaku.

Kate menatapku dengan pandangan aneh. "Kenapa aku harus cemburu? Kamu tidak macam-macam," kata Kate.

"Nyam nyam...," aku mengunyah dim sum-ku dengan berisik lalu Kate tertawa geli.

Setelah selesai makan dan membantu Kate beres-beres, aku duduk di sofa Kate dan menyalakan TV. "Kate?" panggilku.

"Tunggu...," sahutnya lembut dari dapur dan terdengar suara-suara berisik. "Aku.... memotong buah," kata Kate lalu membawa semangkuk melon.

"Yum," kataku senang.

"Ada apa?" tanya Kate.

"Rumah ini, sudah lunas kan?" tanyaku.

"Iya, ini satu-satunya yang tersisa," kata Kate lalu tersenyum kecut. "Ini sudah cukup," katanya.

"Baik...," kataku lalu meringis. "Melonnya dingin sekali," kataku.

"Iya sih, mungkin gigimu sensitif," kata Kate yang mengunyah dengan santai. "Plok!" Kate menepuk selangkanganku.

"Hey!" kataku protes.

"Kamu tegang," kata Kate melucu.

"Jangan ditepuk!" aku menjulurkan lidahku. "Ini untuk masa depan, kamu tau," kataku lalu Kate tertawa terbahak-bahak.

"Yasudah, izinkan aku untuk minta maaf," kata Kate lalu hendak membuka resleting jeans-ku.

"Hey hey! Tunggu!" kataku. "Kamu mau apa?" bisikku.

"Ayo kita liat apa yang bisa kulakukan," Kate menyeringai.

Dia membuka bajunya dan hanya mengenakan bra di depanku. Aku terdiam dan sadar penisku semakin tegang. Jemari lentik Kate membuka belt, resleting, dan menarik turun jeans dan boxerku.

"Wow...," dia menyeringai lagi melihat penisku yang sudah tegang.

Dia memasukkan penisku kedalam mulutnya dan aku meringis. "Dingin...," kataku pelan lalu memegang rambut Kate agar tidak berantakan.

Dengan pro, Kate memompa penisku didalam mulutnya yang dingin itu dan aku mendesah panjang, merasakan pre-cum ku keluar. Tiba-tiba Kate menekan dalam dan aku merasakan kepala penisku masuk ke tenggorokannya.

"Fuck, Kate," kataku lemas.

Kate menatapku. Penisku menempel di pipinya dan dia menatapku tajam. Dia mengeluarkan lidahnya dan menjilat batang penisku lembut. Melingkar... naik dan turun dengan sempurna. Jemari kecilnya meremas testis-ku dengan lembut.

"Ayo, Kate. Jangan menggodaku," kataku.

"Aku tidak," kata Kate lembut. "Aku menikmati pemandangan ini," kata Kate lalu aku mencium bibirnya. Lidah kami bertarung dengan sengitnya lalu aku merasakan tangan Kate mengocok penisku dengan cepat. Aku berusaha tetap fokus ke ciuman kami.

"Ah...," aku mendesah dan Kate tau aku sudah dekat sekali.

"Keluarkan," kata Kate lalu membuka mulutnya.

Tak butuh waktu lama, aku langsung menyemprotkan spermaku ke dalam mulut Kate, tidak ada yang keluar. Tangan Kate memijat penisku lembut dan membersihkannya.

"Huwa!!" aku berteriak kaget ketika HP-ku berbunyi. Aku langsung mengambilnya dan ternyata Ayah. "Ayah!" kataku panik.

"Angkatlah..," kata Kate menahan tawa.

"Halo," jawabku berusaha tenang.

"Justin, kamu dimana?" tanya Ayah dengan nada serius.

"Dirumah... Kate. Ada apa?" tanyaku, sadar ada hal penting.

"Bisa kamu ke kantor sekarang?" tanya Ayah.

"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanyaku.

"Ada yang ingin Ayah bicarakan. Hanya kamu sendiri, Justin," kata Ayah.

"Oke, aku berangkat sekarang," kataku lalu menutup telpon.

"Ada apa?" tanya Kate khawatir.

"Ayah ingin membicarakan sesuatu," kataku lalu langsung berpakaian. "Aku akan pergi sekarang, kamu hati-hati dirumah," kataku lalu kate mengangguk menurut.

"Hati-hati," kata Kate lalu aku mencium bibirnya lembut.

"Ya, aku pergi," kataku.


Jangan lupa vote dan comment-nya ya? Muah!

Nobody ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang