Part 12 : Love of A Father

104 9 4
                                    

Sebulan Kemudian

"YEAH!!!" teriakku senang begitu vonis dinyatakan oleh pengadilan bahwa Tasty Bite bebas dari bahan berkualiatas buruk. Kate bersorak dengan riangnya dan memeluk Letta dan Letti.

Kepolisian berhasil mendapatkan orang yang mengatur ini semua dan sayangnya, orang itu tidak mau bilang siapa yang menyuruhnya. Meskipun aku sudah tau, tapi aku tetap saja butuh bukti untuk meyakinkan kepolisian. Tapi ada kabar gembira lainnya! Dalam dua hari, Tasty Bite akan berjalan seperti biasa.

~~~

"Aku tidak pernah semiskin ini," kataku sambil bersender di setirku. "Astaga ya Tuhan," aku menggigit bibirku mengingat kartu kreditku yang menjelang beberapa ratus dollar sebelum maksimal padahal ini baru tanggal 8.

Kasus Tasty Bite ini benar-benar mengguras banyak uangku dan... aku tidak mau menerima uang dari Ayah. Aku memutuskan untuk menggunakan uangku sendiri dan inilah hasilnya. Tapi kurasa aku bisa meminjam dari Niall dan Harry kan?

Aku melangkah keluar dari mobil dan masuk ke Tasty Bite yang sudah ramai seperti biasa. "Halo," sapaku.

"Heeyy!" Letta menyapaku.

"Kate dibelakang, memotong sayuran," kata Letti ramah.

"Thanks," kataku lalu berjalan ke belakang. "Hai, Seksi," kataku lalu meremas pantat Kate dan dia tertawa geli.

"Sentuhanmu begitu khas," kata Kate.

"Emm... apa mereka akan keberatan kalau kita mengunci pintunya sebentar?" tanyaku lalu kami tertawa.

"Dasar mesum," kata Kate lalu menjulurkan lidahnya.

"Kamu tidak akan suka aku kalau aku tidak mesum," kataku lalu mengedip-ngedipkan mataku. Kate tertawa geli lagi. "Boleh aku minta tolong satu hal?" tanyaku.

"Apa itu?" tanya Kate.

"Buatkan menu makan siang khusus untuk Ayah. Aku akan mengunjunginya di kantor," kataku.

"Woah, tentu Tuan. Silahkan duduk dan menunggu sebentar," kata Kate lalu aku menurut.

Aku duduk dan memainkan HP-ku. Sebenarnya aku menunggu berita dari Harry, Harry memutuskan untuk mengikuti lebih jauh dan aku agak sedikit khawatir. Oke, aku sangat khawatir dengan sahabat konyolku yang terkadang suka tidak bisa membaca keadaan. Dia bisa sangat spontan dalam melakukan apapun.

~~~

"Maaf, Tuan Bieber sedang rapat. Silahkan menunggu, Justin," kata Ve, sekretaris Ayah sambil membukakan pintu untukku.

"Oke, thanks, Ve," kataku lalu menunggu di ruangan Ayah.

Aku meletakkan makanan itu diatas meja Ayah dan berjalan mengelilingi ruangan kerja Ayah yang besar. Ayah bekerja sangat keras untuk membangun perusahaan ini dan aku hanya tidak ingin gagal untuk melanjutkan mimpi Ayah kedepannya.

Aku berjalan ke meja Ayah dan melihat ada foto kami berempat. Senyum Ibu masih terlihat tulus sekali disana, tidak seperti sekarang. Aku merasa sangat jauh dengan Ibu. Ibu sudah menjadi orang yang berbeda. Aku harap Cecile ada disini, dia pasti bisa menyelesaikan semua masalah ini.

"Justin? Ada apa? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ayah.

"Oh... Ayah. Tidak, aku umm.. aku kira Ayah sedang rapat," kataku.

"Ya, sudah selesai. Ada apa?" tanya Ayah khawatir.

"Aku membawakan makan siang. Kurasa umm... akan baik kalau Ayah makan dulu. Tidak ada apa-apa. Hanya makan siang buatan Kate," kataku lalu duduk.

Ayah tersenyum senang lalu duduk disebelahku, bukan dikursinya sendiri. "Woah, kebetulan sekali. Ayah lapar!" kata Ayah bersemangat. Matanya berbinar melihat daging lada hitam yang dibuat oleh Kate. Aku tersenyum dan pandanganku menerawang. "Kate sangat pintar memasak!" kata Ayah lalu terdiam melihatku yang melamun. "Justin?"

Aku menatap Ayah dan menggeleng. "Aku.... hanya... ingin meminta maaf," kataku lalu mengusap wajahku. "Aku nakal sekali dulu," kataku pelan. Ayah diam, menungguku melanjutkan. "Aku lelah selalu disuruh-suruh, Yah. Aku ingin sesekali melakukan apa yang aku inginkan, sesekali saja. Aku ingin jadi apa yang aku mau," kataku.

"Kuliahmu... apa kamu suka kuliah disitu?" tanya Ayah hati-hati.

"Aku menyukainya. Aku bersyukur itu sesuai minatku. Tapi selain itu, aku merasa benar-benar aneh. Aku sangat bersyukur bisa bertemu Niall dan Harry yang baik padaku. Lebih tepatnya aku bersyukur karena mereka juga anak orang kaya yang sederajat denganku, jadi aku bisa berteman dengan mereka. Aku.... aku pikir tidak semua orang kaya itu baik, dan sebaliknya. Contohnya Kate," kataku.

Ayah menghela nafas sedih. "Ayah minta maaf. Ayah tidak memperhatikan hal itu sebelumnya. Ayah kira... apapun yang Ibu lakukan itu untuk kebaikanmu," kata Ayah.

"Itu untuk kebaikan perusahaan ini, Yah. Aku dan perusahaan ini adalah hal yang berbeda dan aku harap Ayah mengerti," kataku.

"Ayah mengerti," kata Ayah lembut dan aku tersenyum.

"Terimakasih," kataku lalu Ayah tiba-tiba memelukku.

"Huh... sudah berapa tahun Ayah tidak memelukmu. Badanmu sudah jauh lebih tinggi," kata Ayah.

Aku memejamkan mataku dan balas memeluk Ayah. "Bisakah aku percaya pada Ayah? Apapun yang terjadi?" tanyaku.

"Ya, Ayah bersumpah akan melakukan apapun agar kamu bahagia," kata Ayah lalu aku mengangguk.

"Aku merasa seperti anak kecil sekarang," kataku.

"Kamu tidak akan pernah tua bagi Ayah, Justin," kata Ayah lembut dan aku tersenyum senang.


Jangan lupa like dan comment-nya yaa :3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nobody ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang