Seven

1.3K 138 20
                                    

"Apa? Korban bully?!" detektif Andrew terkejut. Tessa pun menganggukkan kepalanya.

"Dee-dee adalah sasaran utama pembully-an di kelas ini. Alasan utamanya adalah karena wajahnya yang tampan dan tidak normal untuk seorang gadis ...

"Dan juga, dia adalah gadis yang terbilang cengeng untuk remaja seumuran kita. Para pembully jadi suka mengganggunya. Aku sudah bilang padanya untuk membalas mereka, tapi dia menolak dan berkata ...

Tes, aku sudah besar dan bukan anak kecil lagi. Kalaupun aku membalas, tidak akan ada gunanya. Biarkan saja mereka berbuat sesukanya, sampai tiba saatnya untukku membalas perbuatan mereka.

"Begitu ...," jelas Tessa sambil murung.

Detektif Andrew segera mencatat semua informasi yang keluar dari mulut Tessa, baik yang penting atau tidak penting. Kadang, manusia bisa luput dari hal yang sangat kecil. Padahal, hal yang sangat kecil dan dianggap tidak penting itu justru akan sangat berguna.

Kini, detektif Andrew lebih memprioritaskan untuk menyelesaikan kasus hilangnya siswi itu dan mulai melupakan The Sadness.

Padahal, hilangnya siswi itu dan munculnya The Sadness sangat berhubungan loh ...

Sepertinya ada satu poin penting yang ia lupakan. Tapi biarlah ia mengingatnya seiring berjalannya waktu.

"Padahal, 2 minggu lagi ulang tahunnya ...," ucap Tessa bersedih.

"Tenang saja. Aku akan menyelesaikan kasus ini secepatnya dan menemukannya!" seru detektif Andrew dan disambut senyuman dari Tessa.

***

Remaja itu masih tertidur lelap di kamarnya walaupun matahari sudah naik tepat di atas cakrawala. Kamarnya sangatlah berantakan! Lemari jatuh ambruk dan tidak diberdirikan seperti posisi semula dan paku-paku menancap di dinding kamarnya.

Semuanya berantakan kecuali tempat tidurnya.

Tak lama kemudian, remaja itu pun terbangun dari tidurnya setelah HP nya berdering. Sebenarnya, ia terlonjak kaget. Bagaimana tidak? Ringtone nya suara tawa wanita dimalam hari.

Dengan malas, ia berjalan mengambil HP nya yang berada di meja belajarnya.

Remaja itu tampak bingung. Ia mencoba menemukan nama si penelepon tetapi tidak ada. Yang ada hanyalah nomor tidak dikenal.

'Siapa ini? Jangan-jangan detektif polisi itu,' batinnya curiga.

Tapi, dengan segera ia tepis kecurigaannya dan mengangkat teleponnya.

"Halo?" ucapnya memulai pembicaraan.

"Eh?! Yes! Akhirnya diangkat juga!!" seru orang itu senang.

"Siapa?" tanyanya curiga.

"Heh? Masa lupa, sih? Ini aku!" jawab orang itu.

"Siapa?" tanyanya lagi.

"AKU CHICO GANTENG 17× GANTENG ULALA BEYBEUH!!!!" jawab orang itu dengan emosi.

Remaja itu langsung dapat mengenali si penelepon. Ia pun sempat tertawa karena tingkah laku orang yang diketahui bernama Chico itu.

"Oh ... Chico, ya," responnya.

"Kita sudah lama tidak bertemu tapi responmu begitu saja?!" omel Chico.

"Tidak juga, aku sangat terkejut. Ternyata kamu sudah punya HP dan kamu bukan si bocah kampungan kudet itu lagi!" ejeknya.

Mereka berdua pun berbincang-bincang sambil bernostalgia dengan teman sepermainan masa kecilnya.

***

Malam itu, ia tertidur dengan nyenyak. Sangat nyenyak. Wajahnya terlihat sangat damai. Tapi, seketika raut wajah itu berubah menjadi ekspresi ketakutan.

Orang itu mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya, tubuhnya gemetar dan napasnya terasa sesak. Asal kalian tahu, itu bukanlah gejala-gejala asma.

"Kumohon ... aku ingin melupakannya ...," ucap orang itu lirih.

Orang itu beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas menuju dapur. Ia terlihat seperti mencari-cari sesuatu. Orang itu mengobrak abrik lemari penyimpanan di dapurnya.

Tak lama kemudian, ia menemukan benda yang sedaritadi dicarinya. Orang itu tersenyum licik.

"Hanya ada satu cara yang bisa kulakukan ...,"

Orang itu pun berjalan kembali menuju kamarnya sambil tertawa-tawa layaknya seorang psikopat gila.

"Aku harus melenyapkannya dari dunia ini."



Bersambung ...

The Sadness [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang