Remaja itu terbangun dari tidur nyenyaknya dengan keadaan air liur yang mengering masih berada di sudut bibirnya dan belum dibersihkan, serta rambutnya yang acak-acakan dan masih memakai piyama.
Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Setelah selesai membersihkan diri, remaja itu berjalan menuju dapur untuk membuat sarapan.
"Ah, sial! Aku lupa membeli bahan makanan!!" makinya pada dirinya sendiri.
Remaja itu pun menutup pintu kulkas dan mulai memeriksa setiap lemari yang ada di dapur.
Awalnya, ia kelihatan sangat hopeless. Tetapi ia langsung berbinar-binar ketika menemukan sesuatu di dalam sebuah lemari.
"Toples apa ini? Hmm? Teh? Tinggal sedikit pula bubuknya. Ini sih, kalau kuminum pagi ini juga pasti langsung habis ...," keluhnya.
Walaupun ia bersikeras untuk tidak meminum teh itu, tetapi perutnya tidak bisa diajak kompromi.
Akhirnya, remaja itu menyerah dan menuruti rasa lapar yang menguasainya itu.
***
Krucuuuk~
"Sial! Sepertinya aku harus benar-benar makan!!" katanya.
Rupanya, remaja itu cuma minum teh sebagai sarapannya pagi itu. Ia pun memutuskan untuk pergi keluar, mencari sesuatu yang bisa ia makan. Dan pada akhirnya, taman bermain pun menjadi pilihan terakhir.
"Sosis jumbo 3 tusuk dengan sambal ekstra. Oh, jangan lupa cola medium, es batunya dibanyakin!" pintanya.
Si penjual yang mendengar pesanannya langsung memberinya tatapan yang kira - kira artinya seperti 'Gile-ni-anak-rakus-amat' Tapi, remaja itu cuek saja.
"Ehm ... dik, apa kamu yakin dengan pesananmu?" tanya penjual itu.
"Memangnya kenapa?" tanyanya balik.
"Biasanya, setusuk sosis jumbo sudah sangat mengenyangkan. Lagipula, kau akan kepedasan jika sambalnya terlalu banyak ...," jelas si penjual.
"Asal kau tau, aku sudah 2 hari tidak makan dan aku SANGAT lapar. Mungkin, sekarang aku bisa menelanmu bulat-bulat ...," katanya dengan memberi penekanan pada kata sangat.
Si penjual yang merasa bahwa hawa membunuh keluar dari tubuh remaja itu langsung dengan cepat membuatkan pesanannya.
***
"Hah ... akhirnya ...," ucapnya.
Remaja bersurai hitam itu berhasil menghabiskan semua makanannya. Ludes dan tidak tersisa apapun dari makanan-makanan itu. Tampaknya, ia sangat senang telah mengisi perutnya dengan makanan.
Tiba-tiba, dua bola mata dark blue-nya menangkap sosok pemuda yang ia kenal. Tanpa basa-basi, ia langsung memanggil pemuda itu.
"Hei, detektif polisi!" panggilnya.
Detektif polisi yang dipanggilnya itu langsung menoleh ke arahnya. Oh, ternyata itu Andrew. Wajahnya terlihat seperti baru saja mendapat keberhasilan atas sesuatu.
Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan detektif Andrew di taman bermain?
"Kamu, kan?! Ah, daritadi aku mencarimu kemana-mana," seru detektif Andrew senang.
"Hmm? Ada perlu apa sampai mencariku?" tanyanya.
Detektif Andrew mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya. Apa itu?
Pisau?
"Aku ingin mengembalikan pisau ini. Terima kasih sudah membantuku menangkap pencopet itu," ucap detektif Andrew lalu mengembalikan pisau itu.
"Bukan apa-apa. Aku menghajar pencopet itu karena refleks ...," kemudian remaja itu menerima pisau tersebut.
'Refleks?' batin detektif Andrew curiga.
Mereka berdua pun pergi mencoba setiap wahana yang ada. Mulai dari yang B aja, sampai yang memacu adrenalin alias ekstrim.
Mereka berdua sangatlah heboh dan itu membuat author merasa malu pada kelakuan mereka. Kayak anak kecil tau, lah!
Loh, kok jadi curhat, sih?!
Abaikan kata-kata barusan. Back to story.
Sampai pada akhirnya, energi mereka berdua telah mencapai batas dan memutuskan untuk beristirahat sambil refreshing mata dengan naik perahu Venesia.
"Apa kalian berdua pasangan? Diskon 10% untuk pasangan," kata tukang sewa kapal itu.
"Kami bu-"
"Kami pasangan," jawab detektif Andrew yang memotong ucapan remaja itu dengan santai.
Remaja itu menatapnya kaget.
Akhirnya, mereka berdua dapat diskon 10% naik perahu Venesia itu.
"Heh! Apa maksudmu mengaku-ngaku kita pasangan?!" protesnya.
"Hah? Biar dapat diskon, lah! Lumayan, harga biasa 200 terus diskon 10%," jawab detektif Andrew dengan santai.
"Dasar laki-laki perahu diskonan!" ejeknya.
Mereka berdua menikmati setiap pemandangan yang tersaji di hadapan mereka. Tapi semua itu berakhir ketika seekor capung mendarat di hidung remaja itu.
Kini, remaja itu keringat dingin. Wajahnya pucat pasi dan tubuhnya gemetar.
"DEMI CELANA DALAM TESSAAAAAAA!!!!!!" kemudian remaja itu langsung pingsan.
'Tunggu- dia bilang ... jangan-jangan ... dia ....'
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sadness [COMPLETED]
Mystery / Thriller[FIRST PART OF THE SADNESS SERIES] WARNING!!! Cerita ini mengandung muatan dewasa (kekerasan fisik & mental, bahasa kasar, dan lain-lain) jika tidak nyaman dengan hal-hal yang sudah disebutkan diharap untuk tidak membaca cerita ini. ...