GWENZIE FIVE

35 4 0
                                    

Saat rasa nyaman itu mulai menjadi satu langkah pasti untuk membuat suatu hubungan lebih baik lagi.

Berdua Saja – Payung Teduh

Untuk pertama kalinya, Gwen menginjakkan kakinya di parkiran sekolahnya. Karena selama ini Gwen selalu diantar jemput Abangnya.

Setibanya di tempat parkir, Gwen melihat seseorang yang dikenalinya duduk diatas motor sambil memainkan kunci motornya. Seperti sedang menunggu seseorang. Dan Gwen merasa, dialah orang yang ditunggu.

Saat matanya mengedarkan pandangannya, tak sengaja seseorang itu juga bersitatap dengan Gwen. Gwen yang terkejut langsung menundukkan pandangannya, dengan perasaan takutnya, Ia berjalan mendekat. Tapi ia tak mengalihkan pandangannya dari kakinya. Sampai tak sadar jika Gwen sudah dekat dengan orang itu.

"Kalo jalan liat depan. Untung tadi pas kamu jalan ga nabrak apapun di depan kamu." Kata orang itu.

"Eh..... Iya Mas maaf." Kata Gwen masih tidak mengalihkan pandangan. Zie yang merasa bahwa sepatu Gwen lebih indah dibanding muka tampannya, langsung berbicara memperingatkan.

"Kayaknya sepatu kamu lebih tampan dibanding aku ya? Kalo diajak bicara hadap lawan bicara kamu, sayang orang tampan begini dianggurin,"

Gwen yang kaget langsung melotot menatap lawan bicaranya. Bisa-bisanya bicara seperti itu.

"Matanya udah biasa aja, mau keluar tuh," senyum khas Zie muncul begitu saja, membuat siapapun yang melihat pasti suka. "Udah yuk naik, nih helm pake ya." Setelah memberikan helmnya kepada Gwen, Zie langsung naik ke atas motor Zie.

Gwen sangat beruntung, menurutnya motor ini tidak menyusahkan. Karena setau Gwen, laki-laki seusianya pasti suka menggunakan motor ninja yang dibawa ke sekolah. Entah itu untuk pamer harta orang tua atau memang mereka benar-benar menyukai motor ninja.

Berbeda dengan Zie dimata Gwen, Zie dengan kecintaannya kepada barang-barang antik dan tidak berlebihan dalam bergaya. Yang membuat pandangannya terhadap Zie sedikit berubah. Dan Gwen sadar, Gwen suka itu.

"Gwen, hobby kamu ngelamun ya? Ayo naik keburu sore nih."

"Ya Allah maaf Mas. Iya ini saya naik."

Gwen pun menaiki motor Zie. Duduk diboncengan Zie. Gwen sadar, saat ini dia dan Zie menjadi pusat tatapan sinis para siswi di sekolah ini. Sampai akhirnya Gwen dan Zie keluar area sekolah, semua tatapan itu seolah hilang ditelan bumi.

"Kamu kenapa sih Gwen aku perhatiin ngelamun mulu daritadi?" Gwen sadar, seseorang tengah mengajaknya bicara.

"Ah.. Oh... Iya Mas maaf," kata Gwen gugup.

"Apa kamu cuma bisa bilang maaf aja Gwen?"

"Eng-engga Mas,"

"Ya ampun Gwen santai aja kali ngomongnya, ga usah gugup gitu,"

"Iy-iya Mas."

Setelah percakapan singkat itu terjadi keheningan lagi. Gwen dengan pikirannya yang berkelana sibuk menilai pribadi Zie. Sedangkan Zie bersikap seolah dia biasa saja. Padahal untuk pertama kalinya, hatinya sedang deg-degan tidak karuan karena membonceng seorang gadis dibelakangnya. Zie merasa aura yang dibawa Gwen sangat berbeda dengan gadis-gadis yang biasanya dikencani Zie.

Akhirnya mereka tiba juga di kafe langganan Zie. Kafe ini bernama Six Degree dengan nuansa authentic dan vintage. Perpaduan warna coklat dan putih serta banyaknya barang-barang antik yang terpajang membuat siapa saja betah berlama-lama disini.

"Duduk Gwen," kata Zie mempersilahkan Gwen untuk duduk dihadapannya. "Kalo mau liat-liat ntar aja ya aku temenin."

Gwen hanya bisa manggut-manggut memberi jawaban. Setelah itu seorang waiters laki-laki seumuran Zie datang dan membawa buku menu. Gwen merasa kalau Zie pasti sering kesini, terbukti dari dia seperti mengenal beberapa waiters disini.

"Nih Gwen kamu pilih kamu mau yang mana," kata Zie sambil menyodorkan buku menu. "Sen, biasanya satu ya." Lanjut Zie tanpa melihat buku menu dan langsung memesan.

"Saya hazelnut chocolate nya satu," seperti ada yang ingin ditambah, Gwen pun melanjutkan bicaranya. "Tambahin oreo diminumannya ya Mas, bisa kan?" tanya Gwen malu-malu.

"Bisa kok, buat kamu apa sih yang engga?" kata Sena – waiters kafe teman Zie – sambil menggoda pasangan temannya ini.

"Apaan si, Sen. Masuk sana kerja lagi. Gausah ganggu-ganggu." Sena yang tidak terima masih ingin menggoda temannya ini.

"Yaila Zie Zie, aku kan juga pengen kenalan. Cantik. Ketemu dimana sih?"

"Udah masuk sanaaa Sen. Tak laporin manager kamu baru tau rasa." Kata Zie setengah membentak.

"Iyo iyo melbu ikilo," Sena hendak pergi dan mengambil buku menu yang dipegang Gwen sebelumnya. "Mas Sena masuk dulu ya cantik, hati-hati sama anjing galak." Zie yang kaget langsung memlototkan matanya. Saat hendak memarahi Sena, ternyata Sena sudah kabur terlebih dahulu.

Karena sama-sama gugup Gwen dan Zie memlih untuk diam, menetralkan jantungnya masing-masing. Gwen masih tidak habis pikir dengan kelakuan Zie yang tiba-tiba mengajaknya keluar, alias makan berdua.

"Hmm..." seseoranng memecah keheningan mereka berdua.

"Misi Mbak Mas, ini pesanannya silahkan dinikmati," ujar sang waiters. Ternyata bukan Sena, melainkan karyawan lain.

"Makasih Mbak." Kata Gwen dan Zie berbarengan. Terjadi keheningan lagi untuk kesekian kalinya. Mereka berdua bimgung harus memulai percakapan darimana.

Zie yang merasa keheningan ini sangat mengganggu akhirnya mulai berbicara.

"Gwen.." Zie memanggil Gwen dengan selembut mungkin. Gwen yang namanya dipanggil langsung menoleh, mengangkat wajahnya.

"Iya Mas, kenapa?"

"Gausah panggil Mas, panggil Zie aja. Berasa tua banget akunya." Gwen hanya tersenyum mendengar ucapan Zie.

Keheningan tercipta lagi untuk beberapa saat lagi, sampai entah keberanian darimana Gwen memulai percakapan.

"Hmm... Ma-maaf Zie, jadi kenapa kamu ngajakin saya kesini?" Gwen yang sadar pertanyaannya tidak terpikirkan dan langsung keluar begitu saja, langsung menundukkan pandangannya. Dia malu sekaligus takut.

"Kan aku udah bilang santai aja Gwen sama aku. Sini hadap aku," suara Zie yang terkesan lembut membuat Gwen langsung mendongakkan kepalanya. "Apa cuma itu aja yang mau kamu tau tentang aku? Kamu bebas tanya apa aja sama aku Gwen. Nanti aku jawab semuanya. Anggap aja ini tahap pengenalan."

Gwen bingung dengan apa yang baru saja dikatakan Zie. Gwen menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kamu pasti kaget kan Gwen, karena tiba-tiba banget aku ajakin kamu begini. Bahkan kita belum kenalan secara resmi." Zie menghela napasnya sebentar, kemudian melanjutkan bicaranya lagi. "Kenalin nama aku Razi Ubasyah. Kamu bisa panggil aku Zie. Aku kelas 12 IPS 5. Mantan anggota OSIS bidang Humas periode 63 dan mantan Sekretaris OSIS periode 64. Maaf ya kalo tiba-tiba begini." Zie mengakhiri kalimatnya dengan garukan di kepalanya. Dia bingung harus melanjutkan perkataannya. Biasanya Zie mendekati perempuan dengan mudah, tetapi menurutnya aura Gwen yang karismatik membuat dia tidak bisa berkutik.

"Gantian dong Gwen kamu kenalin diri kamu," ucap Zie lagi.

"Hm.... Harus banget ya Zie?" tanya Gwen yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Zie di depannya. "Nama saya Gwen Lathifa Nadeera. Biasa dipanggil Gwen. Saya kelas 11 IPA 1. Sekretaris OSIS periode 65."

Dimulai dengan mengenalkan diri satu sama lain dan berlanjut saling menceritakan kesukaan satu sama lain. Tanpa disangka oleh Zie, ternyata Gwen banyak bercerita tentang dirinya sendiri dan alasan-alasannya menyukai sesuatu itu. Menurut Zie, Gwen sangat menyenangkan dengan beberapa kesamaan sesuatu yang disukai. Begitu juga Gwen, menurutnya Zie tidak sekaku itu untuk diajak bicara. Dia termasuk orang yang asik.

Dari perkenalannya satu sama lain, Gwen tahu bahwa Zie ternyata semudah itu jatuh pada pesona Razi. Begitupun Zie, menurutnya Gwen cukup cerdas dengan keunikan yang ada pada diri Gwen. Zie semakin yakin untuk terus mendekati adik tingkatnya ini dan Zie tidak akan menyerah semudah itu untuk mendapatkannya.

-----

GWENZIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang