Sore ini matahari tidak cukup terik. Lebih dari seminggu ia bersembunyi di balik awan yang menebal. Kadang-kadang terlihat cerah lalu kemudian hujan mengguyur.
Meski pun bumi kerap kali dijatuhkan hujan. Yang aku rasa malah tidak demikian. Aku seperti melihat matahari terus bersinar. Melupakan hujan yang melumat cahayanya. Mungkin karena akhir-akhir ini syaraf bahagiaku telah menjadi tenang. Sebab hadirnya dapat melepas gelombang sakit di masa dulu yang terus mengusik.
Bersama Rendra yang diam-diam semakin sering mengunjungiku. Kami berdua menjadi lebih dekat. Lebih dekat dari sekedar kata saling menyukai. Kepada dia aku mampu bercerita soal cinta kemarin yang berakhir dusta. Karena dia pula aku bangkit dari kelumpuhan hati untuk jatuh cinta lagi.
Sisa hujan siang tadi masih membekas pada pasir yang tidak tersentuh air laut. Aku dan Rendra menapakkan kaki sore ini. Kami berencana menunggu sunset sambil menyaksikan senja yang selalu indah di mataku.
"Kalau aku jadi karang aku ingin kamu yang jadi mutiaranya, biar bareng terus," ucapnya.
"Kalau aku jadi hujan aku ingin kamu yang jadi lautnya. Di belahan bumi mana pun aku jatuh, pada akhirnya aku akan kembali mencari kamu. Laut. Kita akan terus bertemu." Balas aku memandangnya.
"Kalau aku jadi angin kamu akan jadi apa?" kutanya.
"Bahkan jadi debu sekalipun aku rela. Satu-satunya benda ringan yang bisa dibawa terbang angin hinga jauh adalah debu. Aku ingin dibawa oleh angin ke mana pun ia pergi. Jika itu adalah kamu."
"Sungguh?"
"Tentu."
Langkahku rupanya lebih cepat. Awalnya kami sejajar melangkah bersama, hampir setiap jengkal langkah aku dan Rendra tidak memiliki rengang seinci pun. Tapi kemudian aku menyadari wajahku merona merah jambu lagi. Aku takut dan cukup gugup jika harus tertangkap basah olehnya.
Di tepian pantai sesekali ombak menyapa kakiku. Deburannya yang keras kadang membuat basah wajahku. Tapi tidak masalah. Ini adalah suatu hal yang aku suka. Begitu juga Rendra.
Akhirnya kami memutuskan untuk duduk menghadap laut. Memandang luas tanpa batas. Menunggu malam menjemput senja. Menunggu matahari beranjak ke peraduannya.
Aku ingin mengabarkan pada angin, semoga ia mampu menyampaikan pesanku pada masa lalu. Kini, aku telah kembali jatuh cinta. Pada sosoknya yang membuatku yakin bahwa cinta tidaklah harus aku kubur pada kisah patah hati. Aku telah beranjak, sebagaimana beranjaknya waktu dari waktu-waktu sebelumnya. Saatnya aku berkemas dari rasa yang pernah tinggal. Menjemput bahagia yang pernah tergores luka. Sekarang aku akan merajutnya pelan-pelan. Sampai ketika nanti ia menjadi lebih kokoh dan tidak lagi mampu terusik khianat.
***
Kami bergerak cepat ke tampat praktik lapangan masing-masing sebelum hujan mengguyur. Dena, Anisa dan Andin telah menuju rumah sakit Kota. Sementara aku telah sampai di Puskesmas Gunung Sari. Seragamku terlihat sedikit kucel terkena rintik hujan. Wajahku pun tak jauh berbeda. Namun, walau begitu aku tetap duduk di bangku terdepan. Menikmati pidato pembimbing lahanku di atas mimbar.Hari ini adalah hari roling perpindahan tempat praktik. Sudah satu bulan dua minggu kami menghabiskan waktu di tempat praktik masing-masing. Pihak sekolah sudah menyampaikan hal itu sejak awal kami menginjakkan kaki di sini.
Ada rasa sedih yang tidak bisa terbendung di dalam hatiku. Meninggalkan Kak Dedi yang sudah memberikan banyak ilmu dan Kak Mita yang sangat peduli denganku. Kak Mita memelukku erat saat acara penarikan telah usai. Berpesan agar aku sering-sering datang membantu mereka jika ada waktu luang. Juga Kak Dedi, sedari tadi dia hanya mengusap halus kepalaku. Terlihat dari matanya bahwa dia enggan melihatku pindah.
![](https://img.wattpad.com/cover/112667758-288-k923208.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories. (Sedang Dalam Proses Penerbitan Secara Indi)
Fiksi Remaja"Kalau benar orang itu hatinya untukmu, mungkin dia akan merasakan hal yang sama, rindu." ______Lena______