3. Taehyung Knows Better

1.1K 152 4
                                    

.

"Hentikan, hyung."

Apapun itu, sesuatu yang akan dilakukan Taehyung dengan ponselnya, sepertinya tidak akan membuat Jungkook merasa senang. Sudah tiga kali Taehyung membujuknya agar bangkit dari kursi kafe yang mereka singgahi dan meninggalkan pasta bumbu pedas yang baru saja disajikan pelayan (bahkan belum sempat dicicipi) hanya gara-gara Jungkook kelepasan berucap bahwa kedatangannya menemui pemuda itu sempat diprotes habis-habisan oleh Hoseok. Apalagi kalau bukan karena satu alasan menyebalkan tentang bagaimana Jungkook harus berdiam di rumah dan membantu menghias pohon. Natal memang datang besok lusa, tapi bukan berarti ayahnya itu bisa seenak hati menyuruh Jungkook meringkuk di ruang tengah dan memilah-milah hiasan ditemani televisi serta suara gunting pemotong kertas. Hampir mirip aduan tetangganya yang satu lagi, mengecualikan jika Jimin memang anak baik yang rela tinggal di rumah dan sedang sendiri alias tidak punya pacar.

Baiklah, mungkin ada sedikit alasan mengapa Jungkook belum mampu menyebut Taehyung sebagai pacar. Tapi! (tanda seru pertanda dia serius menyela) Jungkook bersikeras jika rasa sukanya pada Taehyung masih lebih unggul dibanding bau flamboyan Hoseok yang bolak-balik mengomentari gaya rekan kantornya berpakaian tanpa ada tindak lanjut. Dasar pengecut.

"Kubilang hentikan. Kuinjak nih. Sepatumu masih berumur lima hari, kan?"

"Ei, jangan dong," Taehyung buru-buru menyingkirkan adidasnya diiringi cengir konyol. Heran, padahal sejak berubah status menjadi mahasiswa, Hoseok tampak kurang suka dan selalu berusaha menjaga jarak dengannya tiap kali mereka berpapasan, tapi pemuda ini belum kapok membalas tuba dengan air susu, "Aku hanya berpikir, apa tidak sebaiknya kau kembali ke rumah? Jarang-jarang kau disuruh begitu, biasanya diacuhkan saja sambil ayahmu bicara sendiri."

Itu sih kepadamu kan? lirik Jungkook sewot, setengah ingin menjitak kepala Taehyung gara-gara cara bicaranya yang sok dewasa, seolah-olah mengingatkan bahwa Jungkook berusia jauh lebih muda dan masih duduk di bangku SMA. Mau protes pun malas, toh ini merupakan kemajuan setelah bertahun-tahun hanya melempar pandang dengan bodoh.

"Bukan jarang-jarang lagi, hampir tidak pernah. Lagipula buat apa?" tukas Jungkook sembari memutar-mutar seuntai pasta memakai garpu, "Aku tidak paham kenapa dia harus ribut menyiapkan pohon, terakhir kali kami melakukannya waktu aku masih kelas enam. Tahun-tahun lalu perayaannya sudah cukup dengan memesan ayam goreng, mengundang beberapa tetangga minum jus labu walau bukan halloween, atau menyeretku pergi makan malam di restoran. Paling heboh sih waktu dia tahu-tahu membeli tiket ke Daegu untuk tanggal dua puluh empat supaya aku bisa bertemu paman Yoongi. Padahal kangen juga tidak."

Taehyung mendengar penuh minat, meski tingkahnya yang menampik tangan agar Jungkook urung makan itu benar-benar membuat naik darah, "Demi pantat Jimin, hyung. Aku belum makan dari siang."

"Kenapa?"

Mendengus, Jungkook menaruh garpu di samping piring. Wajahnya dimajukan melewati tepi meja supaya bisa memandang raut polos teman dekatnya yang selalu ingin tahu, "Guruku menyuruh datang pagi-pagi untuk konsultasi tentang jurusan yang harus dipilih. Aku baru bisa pulang jam dua belas dan tidak ada cadangan makanan di sudut manapun. Sepertinya ada yang lupa kalau kemarin gilirannya belanja."

Bukannya simpati, Taehyung malah terbahak-bahak girang, "Lalu ayahmu pulang dari kantor membawa banyak hiasan?"

"Dan sebuah pohon seukuran pintu yang diusung dua petugas toko," sambung Jungkook, kali ini menendang lutut Taehyung dari bawah meja memakai ujung sepatu, "Dia tidak ingat soal jadwal pergi ke supermarket tapi sempat bertanya apakah aku sudah makan atau belum, kurasa."

"Hanya merasa?"

"Aku sedang mengunyah biskuit sambil bersiap-siap, tahu. Tidak fokus mengamati yang lain. Mendadak saja ruang tengah dipenuhi barang sampai aku bingung harus melangkah kemana," tukas Jungkook, memilih untuk meneguk soda tanpa mendongak, "Bayangkan kalau kau sudah rapi, entah mau makan bersamaku atau entah siapa misalnya, kemudian paman Seokjin memaksamu tetap diam di rumah untuk mengurusi penerangan dan kertas krep."

Diary of Papa Hoseok & His Son JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang