4. Little Tae & Orange Box

846 135 10
                                    

.

Bunyi air berkecipak pelan ketika anak laki-laki itu tak sengaja menginjak satu genangan kecil di jalan setapak. Payungnya digamit di satu tangan, sengaja melangkah hati-hati dan menepi agar tak menghalangi orang yang ingin berjalan lebih dahulu. Kadang dia berhenti untuk merapat lebih ke tepi jika mendengar bunyi decit sepeda mendekat, satu-dua kali milik siswa sekolah yang kehujanan, satu lagi milik pak polisi patroli yang sempat menyapa dan bertanya mengapa dia lewat sendirian. Sepatu plastik warna biru muda membungkus kaki mungilnya, agak kebesaran karena sang ayah tak sempat mengajak saat membeli benda itu.

"Bawa apa, Tae?"

Anak laki-laki itu menggerakkan dagunya pada bungkusan kertas yang didekap erat, "Obat flu untuk Kookie."

"Jungkook sakit?"

"Kehujanan," ujarnya kalem, "Paman Hoseok bilang Kookie lupa bawa payung waktu pulang sekolah, terus bersin-bersin. Sekarang papa sedang membuatkan bubur dan menyuruhku beli obat."

Polisi itu menepuk boncengan di belakang, "Mau paman antar? Masih dua blok lagi kan?"

"Tidak apa-apa kok, Tae mau jalan kaki, mau lihat bunga di rumah paman penjual kue beras," tukas anak laki-laki itu sambil menuding. Tangkai payungnya ikut bergerak dan dia buru-buru menarik tangannya kembali, "Sisa obatnya masih ada sedikit di rumah. Yang ini untuk besok, supaya paman Hoseok tak usah repot-repot beli sepulang kerja."

Polisi itu mengangguk sekilas kemudian menepuk-nepuk gemas kepala Taehyung sebelum mengayuh sepedanya menjauh, siulan ringannya mengiringi membuat Taehyung ikut bersenandung sambil menyenggol pucuk-pucuk daun yang menjulur panjang ke jalanan. Tetes air membasahi jari-jarinya, meresap ke lengan bajunya yang tak tertutup jas hujan dan Taehyung menghindar agar tak makin basah. Dia ingin bermain sebentar, tapi Seokjin pasti akan marah jika melihatnya pulang dalam keadaan lembap, bisa-bisa Taehyung ikut sakit.

Hortensia di halaman paman penjual kue memang paling cantik—pikirnya kala mendekatkan hidung dan iseng mengendus gundukan bunga tersebut. Harum hujan. Paman itu juga tak keberatan saat Taehyung meminta selembar daun tanaman yang sudah tua untuk dipetik. Taehyung suka sekali membawa sesuatu sebagai oleh-oleh untuk dirinya sendiri, entah itu sekuntum bunga, batu berbentuk unik di sela-sela pagar, sebatang ilalang yang menguning, atau kalau sedang beruntung, Taehyung bisa membawa seekor kumbang ketika musim panas. Seokjin sering mengeluh tentang mengapa dia harus mengumpulkan koleksi yang aneh jika nantinya sebagian dibuang sia-sia. Tapi Taehyung tak peduli, dia merasa senang dan Seokjin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.

Usai mengucapkan terima kasih, dia melangkah menuruni tanjakan menuju blok terakhir, tak lupa memainkan daun di tangannya selagi masih mengapit bungkusan obat. Hujan masih turun meski warna langitnya sudah lebih terang dibanding saat Taehyung berangkat. Angin berhembus kencang, tapi Taehyung tak kurang akal dengan meniup-niup telapak tangan atau menggosoknya satu sama lain. Tak lupa mengapit tangkai payung diantara pelukannya agar tidak jatuh. Ayahnya pernah bilang kalau kita harus tetap bergerak untuk mengusir hawa dingin, karena itu Taehyung tak mau berlama-lama mampir meneliti bunga atau memperhatikan rerumputan. Namun sekumpulan krisan liar di tepi lapangan yang tak sengaja terlihat itu tampak sangat menggoda untuk dipandang dan diambil barang satu-dua kuntum, Taehyung menopang dagu memakai telunjuk, sejenak berpikir sebelum akhirnya menghampiri sambil bernyanyi gembira.

"Krisan, krisan," celetuknya, "Satu untuk papa, satu untuk ayah, satu untuk Kookie, satu untuk paman Hoseok, dan satu lagi untuk Tae."

"GUK!"

Langkahnya berhenti tepat di depan pembatas, Taehyung menoleh bingung, kiranya mencari apa yang barusan bersuara. Poni menutupi kerutan di kening selagi anak laki-laki itu menyusupkan payung di lekuk leher lalu menahannya memakai sisi kepala yang dimiringkan. Mata hitam besarnya menatap tanpa berkedip pada seekor makhluk mungil yang meringkuk di sebuah kardus jeruk.

Taehyung mengerjap, makhluk itu balas berkedip dengan sepasang bola mata abu-abu yang berkaca-kaca. Bibirnya terkulum menekuk dan tubuhnya menggigil. Entah mengapa Taehyung dapat membedakan apakah tetesan yang meleleh di sudut mata itu adalah airmata atau hanya rintik hujan. Makhluk itu bergelung makin rapat ketika Taehyung berdiri di hadapannya, bergeming seolah sedang mencerna sesuatu.

Namjoon sering berkata supaya tidak mendekat jika menjumpai hal-hal aneh di jalan, namun Taehyung beranggapan bahwa apa yang dilihatnya saat ini tidak termasuk dalam larangan sang ayah. Makhluk itu teramat lucu, seperti bagaimana Taehyung melihat Jungkook berlari-lari girang memakai seragam sekolahnya, atau sewaktu Jimin melahap bagian atas kue dengan rakus sampai wajahnya penuh krim, persis sekali.

"Kamu kedinginan?" Taehyung menunduk menyodorkan payung agak ke depan, melindungi satu bagian dirinya dan satu bagian makhluk itu. Bungkusan obat dimasukkan dalam kantong yang langsung melembung. Tudung jas hujan mencegah air menyentuh rambutnya dan Taehyung merasa aman meski tak tertutup oleh payung, "Namaku Taehyung, tapi orang-orang suka memanggilku Tae. Kamu siapa?"

Tak ada respon, hanya dekik pelan dan bagian perut berbelang dua yang kembang kempis.

"Tae tidak menggigit kok, jangan takut ya?" Taehyung meringis memamerkan taring kecilnya, makhluk itu berhenti beringsut lalu mendongak dengan telinga terkulai. Sebuah telapak tangan terulur ke arahnya, jemari terbuka dan dengan tawa ceria Taehyung yang menyambut hangat.

"Ayo sini, ikut Tae pulang," anak laki-laki itu berujar ramah, "Kamu boleh tidur di kamar Tae. Papa bilang kita tidak boleh basah-basah terlalu lama, nanti masuk angin seperti Kookie."

"Guk."

Taehyung menanti dengan berbinar, ditunggunya hingga makhluk mungil berbulu kecoklatan itu perlahan menghampiri tepi kardus, bergeming sejenak sebelum menaruh salah satu kakinya di atas telapak tangan Taehyung.

"Rumah Tae tidak jauh, ayah Tae belum pulang dari kantor dan papa Tae sedang memasak," diangkatnya sang anak anjing menuju dekapan sambil meringis senang, "Lapar tidak?"

Moncong di lipatan jas hujan bergerak seolah menjawab.

Taehyung tersenyum manis, menarik tudung dan menggeser payungnya lebih ke samping. Dilewatinya genangan air sambil bergumam riang, tangan lain memeluk erat teman baru yang kini membulat di dekapan, menggantikan krisan yang tak sempat dipetiknya untuk dibawa pulang.

"Kamu suka bubur?"

Moncong tersebut bergerak lagi.

"Tae juga."

__


Diary of Papa Hoseok & His Son JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang