6. Taehyung and Octopus Balls

769 122 11
                                    

.

Balon air. Topeng kertas. Apel karamel.

Jungkook menolehkan kepalanya ke arah lain.

Mi goreng. Kue beras. Gulali kapas.

Dia tak tertarik meski terbilang suka, berpaling walau mereka tampak menyenangkan. Bukan camilan yang harus dicari—batin Jungkook, masih menggerakkan kepala ke segala penjuru sembari menjulurkan leher tinggi-tinggi. Begitu banyak manusia di sekitarnya hingga sendi kebas, pundaknya selalu tersenggol dan sikunya berkali-kali membentur orang lain akibat berjalan tanpa melihat depan. Apa boleh buat, ingin protes juga percuma. Tempat itu penuh sesak baik oleh mahasiswa atau bukan, mustahil menyuruh mereka pergi atau seenaknya minta diberi jalan. Namanya juga festival, tentu saja banyak orang datang dan menikmati acara sembari melihat-lihat.

Fokusnya kembali ke sekeliling, matanya mencari-cari dengan sedikit lelah. Baru saja selesai mengikuti pelajaran tambahan dan langsung menuju kemari. Biang kerok dari perjalanan merepotkan ini mengaku bahwa dia tak bisa menjemput Jungkook di gerbang kampus karena harus membantu kegiatan di sejumlah klub. Begitu sibuknya pekerjaan yang disebutkan oleh sang mantan kakak kelas di seberang sambungan membuat Jungkook mengangkat alis penasaran.

"Berapa banyak klub yang kau ikuti, hyung?"

Kekeh serak Taehyung bergema di ponselnya, "Satu, tapi klub yang lain selalu butuh relawan saat ada perayaan. Toh sedang senggang!! Tenang saja!! Aku kuat sekali!!"

Sebenarnya Jungkook tak butuh detil penjelasan tentang seberapa tahan Taehyung mondar-mandir menawarkan tenaga, tapi yang bersangkutan terdengar begitu gembira dan Jungkook urung melontarkan sindiran. Setidaknya semangat berlebih pemuda itu tetap bisa disalurkan tanpa harus merajuk atau merepotkan orang lain.

"Aku akan datang sepulang bimbingan."

"Jangan terlalu sore," saran Taehyung sebelum menutup pembicaraan, "Atau kau tidak akan bisa lewat."

Dan benar saja, berangkat menaiki bus pukul setengah lima, Jungkook nyaris tak mendapat kesempatan untuk sekedar menghirup udara segar. Jumlah manusia di tempat itu seperti kerumunan penonton pertandingan tim bisbol nasional Korea Selatan yang berdesakan memasuki stadion. Bukan hanya makanan, kedai permainan pun tak kalah banyak hingga Jungkook harus ekstra hati-hati agar tidak menabrak anak kecil. Matanya berputar ke kiri dan kanan, mengamati tiap sosok berbalut jubah biru tua khas panitia seraya meneliti kalau-kalau tubuh kurus Taehyung terselip diantaranya. Nyaris satu jam dan mata Jungkook mulai nanar, sangat sulit menemukan seseorang di tengah keramaian seperti ini meski wujudnya termasuk mencolok. Di sekolah menengah atas, tinggi Taehyung yang menjulang bersama rambut dan bandana merahnya begitu mudah dikenali, namun di bawah naungan senja dan lampu festival yang tidak seterang matahari, seluruh manusia di sekitarnya seolah terlihat sama.

Tak ingin tersesat, Jungkook sempat berhenti di beberapa kedai dan bertanya dengan sopan apakah ada yang mengenal Kim Taehyung dari klub basket. Entah sial entah beruntung, mahasiswa-mahasiswa itu mengangguk sembari berbisik-bisik penuh arti, pun Jungkook tak bisa mengubah raut datarnya saat mereka balas bertanya apakah dia adik dari pemuda yang dimaksud.

"Masa sih?" delik seorang panitia berambut jabrik yang bertugas mengucurkan saus di papan penggorengan mi, "Adiknya Taehyung?"

Jungkook mengiyakan, malas berdebat.

"Kok tidak mirip?" sahut seorang lagi, rekan di sebelahnya menyikut sambil tetap berbisik.

"Tadi dia lewat di depan kami sambil menggotong properti bersama yang lain, mungkin untuk persiapan kembang api," sergah mahasiswa yang sibuk mengatur piring-piring kertas di sisi pembeli, "Mau mi goreng?"

Diary of Papa Hoseok & His Son JungkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang