Wow! Mimpi apa gue semalem sampai jadi seberuntung ini?! seru Kirana dalam hati, tak habis pikir. Hari ini, Kirana bagai ketiban durian runtuh. Tapi, bukannya kesakitan, dia malah minta ditiban durian lebih banyak lagi!
Sebenarnya, senangnya Kirana bukannya tanpa alasan. Soalnya, dia kan sekarang lagi berduaan sama si 'Tinggi Bermata Biru'! Ia diajak ke suatu kafe yang benar-benar membuatnya bisa ngeliat 'hujan' dengan sangat jelas tanpa khawatir badan basah. Kafenya bagus, asri, dan sejuk. Nama kafenya 'Ujung Pulau Sumatera', atau yang biasa disingkat 'UPS'. Namanya mungkin aneh, tapi tempatnya nggak.
Saat sedang berada di dalam mobil tadi, Kirana baru tahu kalau ternyata cowok yang duduk di sampingnya bernama Arnanda, siswa kelas XII MIA-2 yang namanya cuma pernah Kirana dengar, nggak pernah liat mukanya. Terang aja Kirana terkejut saat cowok itu memperkenalkan diri. Gimana nggak terkejut, coba, kalo ternyata, Arnanda ini seorang kapten tim basket sekolahnya yang terkenal nggak pernah kalah, juga termasuk dalam kalangan the most wanted boys di sekolahnya bersama dengan Adhitya, Tenno, dan Feddy. Perasaan, OSIS sering deh ngadain kegiatan bareng basket. Kenapa gue bisa nggak tau ya? batinnya heran. Padahal, ia sendiri sudah tau jawabannya. Ia memang bukan penghapal wajah yang baik, apalagi kalo siswa seangkatannya sendiri saja ada 500 orang, makin susahlah Kirana dalam mengingat wajah orang.
Pas di mobil tadi, kayaknya Kirana tau kalo grup musik idola Arnanda tuh sama kayak idolanya Andhika, Green day dan 5 Seconds of Summer, karena playlist di pemutar musik mobilnya penuh dengan lagu dari kedua band itu. Arnanda juga menyanyikan setiap lagu yang terputar dengan lancar, membuat Kirana melihatnya dengan decak kagum.
"Makasih banyak ya, Nan!" seru Kirana senang sambil tersenyum cerah ke arah cowok yang bernama Arnanda itu.
" Gimana tempatnya, bagus, nggak?" Arnanda berjalan mendekati Kirana yang mangap karena merasa benar-benar berbaur dengan hujan tanpa harus basah. Kafe Ujung Pulau Sumatera ini membuat Kirana terpana karena atapnya terbuat dari bahan kaca, sehingga kita bisa memandang langit tanpa harus berjalan keluar atau melihat jendela. Walau begitu, jika matahari bersinar terik, mata kita tidak akan terlalu silau karena kafe ini suasananya asri sekali, dikelilingi oleh pohon-pohon rindang. Tempat yang seharusnya terdapat dinding juga sebagian besar berupa kaca. Jadi, kita bisa melihat suasana di luar yang betul-betul hijau, penuh dengan tanaman. Kita nggak akan kepanasan berada di dalam ruangan ini pengaturan karena sirkulasi udaranya yang bagus. Bahkan, ada kolam air mancurnya di belakang. Wuih ... Cantik abis deh, pokoknya!
"Kalo nggak suka, nggak mungkin gue ngucapin makasih ke elo," ucap gadis itu tulus. Arnanda ikut tersenyum. Kirana lalu memandang mata cowok di depannya dalam-dalam. Otomatis, Arnanda jadi salting karena Kirana ngeliatin dia dengan seterus terang itu.
"Kenapa mandangin gue sampe segitunya, sih?"
"Nggak. Cuma gemes liat mata lo. Itu beneran biru, atau cuma contact lens?" Kirana malah balik bertanya dengan polos. Mendengar pertanyaan itu, Arnanda malah ketawa, sampai Kirana kebingungan. Lho, emangnya gue salah nanya?
"Udah banyak orang yang nanya gitu ke gue. Mungkin elo orang yang ke 1002 yang nanyain hal itu," jelas Arnanda tanpa mengurangi senyum di wajahnya. "Kalo gue bilang ini biru asli, lo bakal percaya, nggak?"
Kirana cuma bisa bengong sekaligus senang mendengar jawaban yang dilontarkan dalam bentuk pertanyaan itu. Senang sesenang-senangnya!
Akhirnya, gue temuin juga cowok yang matanya biru! Waktu hujan, lagi! Tanpa sadar, Kirana senyum-senyum sendiri sambil bergumam.
"Ra, lo kenapa?" tanya Arnanda sambil mengernyit. Ups, ketahuan!
"Nggak kenapa-napa. Hujannya keren ya!" serunya cepat dan langsung mengalihkan topik pembicaraan.
***
Kirana senyam-senyum sendiri di depan televisi. Matanya menatap serius layar kaca sambil menghayalkan gimana jika adegan pernyataan cinta saat hujan benar-benar terjadi padanya. Saat kita merasa akan patah hati selamanya, tangisan sang langit pecah. Tanpa diduga, orang yang kita cintai menghampiri kita dan mengucapkan the three magic words, I Love You. Setelah itu, semuanya berjalan indah.
Ending yang menyenangkan.
"Kapaaaan gue punya cowok?" Kirana bergumam pada dirinya sendiri, menyesali dirinya yang masih jomblo sampai sekarang. Tiba-tiba, bayangan Arnanda melintas di pikirannya. Kirana jadi kaget sendiri.
Arnan? Kok jadi Arnan, sih? Kirana menggeleng, tak habis pikir. Ia langsung berjalan ke kamar dan mengambil sebuah novel yang sudah ia baca berkali-kali, novel yang banyak sekali menyinggung soal "keromantisan di saat hujan". Tapi sayang, endingnya menyedihkan. Si cewek meninggal karena sakit. Banyak adegan mengharukan pada novel ini. Kirana sampai menitikkan air mata setiap membaca ulang novel tersebut.
Suara rintik hujan yang mengenai atap rumah terdengar. Kirana segera keluar dari kamarnya sambil membawa novel itu menuju teras belakang, tempat favoritnya untuk mengagumi hujan. Suasana di situ sangat indah, benar-benar serasa di alam bebas. Taman belakangnya yang hijau asri cantik sekali bila dipadukan dengan hujan.
Lantai teras itu terbuat dari bahan kaca yang sangat kuat. Di bawahnya, kita dapat melihat ikan-ikan berenang di air jernih dengan indahnya. Kolam di lantai itu menyatu dengan kolam di samping teras, yang terdiri atas batu-batu yang cantik dan ada air pancuran yang keluar dari mulut sebuah patung berbentuk ikan. Kirana duduk di sebuah kursi, lalu mulai menikmati keindahan alam di sekelilingnya sambil membiarkan angannya melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Hands
Teen FictionKirana Larissa Nugroho hanya mendambakan seorang lelaki yang tinggi minimal 25 cm dari dirinya, memiliki mata sewarna biru laut tapi orang Indonesia asli, serta yang paling utama: pencinta hujan seperti dirinya. Syarat yang terlalu cheesy dan muluk...