"Rame bener! Ada apaan, sih?"Kirana yang baru datang ke sekolah setengah jam lebih awal dari biasanya langsung menghampiri kedua sahabatnya yang akan keluar kelas. Ia heran karena lapangan basket sudah dipadati oleh siswa-siswi satu sekolah.
"Lho ... kan bakal ada pertandingan!" Lani memberi tahu Kirana dengan sangat antusias.
"Pertandingan apa? Basket? Perasaan, sekarang bukan musim tanding, deh! Siapa lawan siapa?" Kirana jadi penasaran sendiri.
"Itu tuh, semua cowok yang bikin cewek klepek-klepek kalo mereka lewat ...."
"Maksudnya?"
"Yee ... Itu aja nggak ngerti! Itu lho ... Si Adit, Tenno, Feddy, sama Arnan tumben-tumbenan mau main basket bareng!" Rianty menjelaskan sambil berjalan bersama kedua sahabatnya menuju lapangan. Kening Kirana jadi makin keriting.
"Tunggu, tunggu! Gue nggak ngerti deh. Si Adit yang ketua OSIS, si Tenno yang vokalis, sama si Feddy ketua klub fotografi main basket? Nggak salah, tuh? Emangnya mereka bisa?"
"Eits, jangan salah lo!" Lani langsung berdiri di depan Kirana, dan berbicara dengan menggebu-gebu. "Gitu-gitu, mereka lumayan jago mainnya. Kan gue pernah satu sekolah sama Feddy and Tenno pas SMP dulu."
"Adit juga lumayan. Tapi, tetep, tuh anak masih bisa gue kalahin." Senyum bangga tersungging jelas di bibir Rianty. Cewek yang satu ini emang rada-rada tomboi. Pintar segala jenis olahraga dan bela diri, terutama basket dan taekwondo. Dia sebenarnya paling senang sama yang namanya basket. Tapi, berhubung di SMA Bhakti Warna tidak ada tim basket putri, maka Rianty hanya bisa menyalurkan hobinya dengan selalu latihan bersama-sama anggota tim basket putra. Mukanya langsung berubah kesal saat berkata, "Sebel, sebel, sebel! Kapan sih, gue bisa ngalahin si Arnan ituuu?"
Kirana dan Lani tahu, Rianty punya saingan berat dalam basket yang namanya Arnan. Dengar-dengar sih, si Arnan ini kapten tim basket di SMA Bhakti Warna. Mendengar nama Arnan disebut, Kirana langsung membelalakkan mata. Arnan? Maksudnya ... Arnanda, gitu?
"Lo selalu nyebut 'Arnan, Arnan'. Orangnya yang mana, sih?" tanya Kirana dengan nada yang diusahakan sewajar dan sepolos mungkin, saat mereka tiba di pinggir lapangan basket.
"Lo nggak tau Arnan?" Lani mendekap mulutnya tak percaya. Masa' ada makhluk di SMA Bhakti Warna yang nggak tau siapa Arnanda?! Cewek, pula!
Kirana cuma mengangkat bahu. Rianty memicingkan mata ke arah sekelompok cowok yang berada di tengah lapangan, lalu menunjuk salah satu yang paling tinggi di antara mereka.
"Tuh. Itu dia si Arnan."
Kirana langsung membelalakkan mata saat melihat arah jari Rianty. Bukan karena dia yakin kalo Arnan yang Rianty kenal adalah Arnan yang baru saja ia kenal, tapi karena jam yang Arnan pakai. Kirana yakin sekali pernah melihat jam itu. Tapi, mana mungkin?
Ketiganya sudah mengambil tempat untuk menonton aksi keempat bintang SMA Bhakti Warna. Seperti biasa, kalau sudah berada di lapangan basket, bukannya menyaksikan jalannya permainan, Kirana malah membaca buku dengan serius, seakan tempat itu sunyi senyap.
Baru saja Kirana membuka buku bacaannya, pandangannya segera dialihkan oleh lambaian seorang cowok di tengah lapangan. Kirana sangsi kalau lambaian itu ditujukan untuk dirinya. Di sebelahnya ada Rianty, sahabatnya yang sering tanding basket berdua dengan Arnanda. Saat melirik ke kanan, Kirana melihat Rianty sudah menjulurkan lidahnya pada cowok itu. Rasa kecewa sekilas menyelinap. Kirana tidak kembali membaca buku, tapi malah melihat reaksi Arnanda. Bukannya balas memeletkan lidah, Arnanda malah terus melambai, tanpa senyum. Ragu-ragu, Kirana mencoba membalas lambaian itu. Sangat cepat, dan hampir tak terlihat seperti lambaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Hands
Teen FictionKirana Larissa Nugroho hanya mendambakan seorang lelaki yang tinggi minimal 25 cm dari dirinya, memiliki mata sewarna biru laut tapi orang Indonesia asli, serta yang paling utama: pencinta hujan seperti dirinya. Syarat yang terlalu cheesy dan muluk...