Chapter 5

8 1 2
                                    


Kebiasaan buruk Kirana yang nggak bisa hilang—juga nggak mau diilangin, sih—yaitu selalu bangun kesiangan di hari Minggu. Hal itu ternyata membuat mie ayam yang udah Bi Minah siapkan untuknya raib dimakan Dhika. Malangnya lagi, Kirana nggak bisa marah-marah ke Dhika karena tersangka lagi pergi sama Nisha dan dua orang sahabat mereka. Untuk mengurangi kekesalannya, Kirana iseng reinstall aplikasi Path di ponselnya, sekadar untuk mengecek kabar beberapa teman yang lebih sering eksis di Path daripada media sosial lainnya.

Saat sudah berhasil masuk, notifikasi direct message langsung muncul. Dari Indira, teman sebangku saat ia SMP dulu. Penasaran, Kirana langsung membaca pesan tersebut.

Ra ... Pa kabar? Dah tambah tinggi belom? Hehehhee ... Jangan marah ya, Ra! Gue ngomong gini karena kangen banget sama elo! Sumpah, deh!

Anak-anak di Bandung baik-baik aja.Mereka semua kangen banget sama lo! Apalagi si Toni, Kevin, sama ... Ehm, Enda Eits, tenang. Nggak cuma yang cowok kok, yang kangen sama elo. Si Ratna, Vian, Eva, sama Dian juga teramat-amat kangen sama elo. Apalagi gue, Ra! Bedanya, gue kangen sama suara cempreng lo, bukan sama elonya khusus! *udah nyebelin belom?

Ra, liburan ini, kita semua mau ke Singapore. Ke SINGAPORE, Ra! Bareng anak-anak di sini! Lo mau ikut, nggak? Kalo iya, lo dateng aja ke rumah gue, oke? Ditunggu paling lambat sampe 29 April 2017 Kalo elo nggak ngasih kabar juga, yah ....

Sooo, pikirin lagi kesempatan ini baik-baik. Pikirin juga Enda. Soalnya, dia juga udah konfirmasi ikut liburan bareng. O ya, sekadar informasi, lo tau nggak, kalo Enda udah pindah ke Jakarta sekitar dua tahun lalu? Sori kalo gue lupa bilang, sibuk banget di sini.

Udah, ah. Panjang banget gue ngoceh. Bales lho, Ra. Baleeeessss!

"HUAAA!!! Lengkap banget kesialan gueee!" Kirana berteriak keras dalam kamarnya. Singapore, gitu! Siapa sih, yang nggak mau ke sana? Bareng temen-temen, lagi! Huu ... Kirana jadi nyesel karena jarang membuka Path, bahkan sering install kemudian uninstall lagi, reinstall, uninstall dan begitu terus. Kirana membaca lagi tulisan Indira, dan menemukan sebuah nama: Enda.

Pikirannya jadi melayang ke masa sebelum ia pindah ke Jakarta, saat ia masih kelas 2 SMP. Ada seorang cowok dengan potongan rambut sangat pendek—mungkin sekitar 1 cm dari permukaan, memiliki tinggi yang sama dengan Kirana, kurus ceking, pakai kacamata, agak pendiam, suka baca buku, dan langganan juara kelas. Kirana nggak tau nama lengkapnya karena mereka nggak sekelas. Di baju seragamnya pun, hanya tertulis "Enda" saja, tanpa embel-embel lain. Biarpun agak pendiam, tapi Enda paling berisik dan paling usil kalo ada di deket Kirana. Setiap hari, ada aja kejahilan yang dia siapin khusus buat Kirana. Dan, tiap hari juga, dia selalu ngos-ngosan dikejar Kirana.

Seminggu sebelum Kirana pindah sekolah, Enda mengajaknya ke halaman belakang saat pulang sekolah. Nggak biasa-biasanya Enda pasang muka serius di depan Kirana, makanya Kirana heran.

"Ada apa sih, Da?" tanya Kirana saat mereka sudah berdiri di bawah pohon. Enda keliatan salting, menambah kebingungan sekaligus kekesalan Kirana. Soalnya, tadi pagi Enda membuka tas sekolah Kirana diam-diam dan mengambil salah satu buku teksnya.

"Ndot!" Kirana mulai memanggil Enda dengan ejekan yang khusus dia kasih buat Enda, Bendot. Agak jahat sih, tapi ... Kan Enda duluan yang mengejek Kirana "Liliput"!

Enda keliatan makin gelisah.

"Ngapain lo ngajak gue ke siniii?" Suara Kirana mulai dipanjang-panjangkan. Enda berdeham sebentar, dan berkata kaku sekali.

"Gue suka sama lo."

Hening. Sesaat, tak ada yang mengeluarkan suara. Jantung Kirana berdetak keras. Enda juga begitu, deg-degan menunggu reaksi Kirana. Ketika dilihatnya Kirana menunduk saja, ia langsung membuka mulut.

Hold My HandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang