Shi Si : He was gone.

2.5K 335 2
                                    

"Huh.. Papah kecelakaan... Dia.. Dia dirawat di UGD sekarang." kata koh Kris.

"HAH?! KOK BISA?!"

Gue shock. Gue kaget setengah mati. Bisa bisanya gue seneng seneng sedangkan bokap gue lagi bergulat dengan maut. Udah mau nangis rasanya.

"Kris. Biar mama yang ngomong," kata nyokap gue.

"Ma... Papa gimana..." tanya gue diiringi isak tangis.

"Mobil papa ketabrak truk nak... Lukanya cukup parah.." kata nyokap gue sesengukkan.

"Sekarang papa masih ditangani dokter.. Dia kekurangan banyak darah.. Sedari tadi belum sadar," sambung nyokap.

Nyokap gue ngga bicara setelahnya. Tapi gue bisa denger tangisan dia di ujung telepon sana. Tiba tiba gue mendengar suara pintu terbuka.

"Maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin, namun..."

Kalimat itu belum terselesaikan namun hp kokoh gue jatuh cukup keras. Tapi teleponya masih tersambung.

"Maa? Mama?" panggil gue. Gue terlalu panik untuk bisa denger kelanjutan kalimat sang dokter.

"Pasien tidak selamat,"

DEG.

Ga. Ini ga mungkin kan?

Ini ga mungkin terjadi, kan?!

"Lu...Luhan!" panggil gue.

"Kyra? Lo kenapaa?" tanya dia.

"Papa... Papa kecelakaan... Dia... Dia..." kata gue.

Luhan udah nyerobot hp gue dan ngehalo halo in.

Dia nge loudspeak hp gue.

"Kyra... Tolong dateng kesini malam ini... Please, demi keluarga lo.." kata seseorang yang gue hafal itu Vivi.

"Vi... Papa gue..."

"Tuhan berkehendak lain Ra.. Kita sebagai manusia hanya bisa berharap.."

Seketika tangis gue pecah. Gue gatau sesalah apa gue sama alam sampai gue ditinggalkan orang yang penting banget buat gue.

Yaitu ayah gue.

Memori memori indah gue bersama beliau kembali terulang seperti putaran film di otak gue. Semua kenangan indah, kenangan pahit, masa masa kecil gue bersama beliau..

Hati gue sesak seakan dihujan jutaan jarum. Tangis gue pecah membanjiri pipi gue.

Luhan sama shock nya dengan gue. Namun ia tidak mengekspresikannya dengan tangisan. Ia tetap tegar dan memeluk gue hangat.

.

.

Malam ini juga gue memesan penerbangan lewat online. Penerbangan pukul 8 malam nanti. Pikiran gue masih kacau, karna itu packing gue dibantu tante. Eyeliner gue kemana mana karna gue nangis terus. Rambut gue acak acakan.
Gue, Luhan, sama nyokapnya Luhan langsung ke bandara jam 7. Kita naik taksi karna mood lagi bener bener down dan kita gamau ambil resiko ngendarain mobil.

Jam delapan kurang kita nyampe ke bandara karna jalan lancar dan jarak antara rumah Luhan ke bandara yang cukup singkat.

Kita nunggu di ruang tunggu sekitar 20 menit. Tangis gue memang udah reda, tapi mood gue bener bener jelek dan tatapan gue kosong.

Di pesawat gue duduk di sebelah Luhan dan gue nangis lagi. Luhan lalu menuntun kepala gue ke bahu nya dia. Ga berapa lama gue ketiduran.

Lima jam lamanya gue di pesawat. Jam sudah menunjukkan pukul 1 malam saat gue turun dari pesawat. Gue sampai dengan selamat di bandara ibukota ini.

Luhan langsung memesan taksi ke rumah sakit tempat papa menghembuskan nafas terakhirnya. Sesaat setelah gue sampe ke rumah sakit itu, gue langsung nyari nyokap gue. Penampilan nya bener bener kacau. Rambutnya berantakan, matanya merah.

Begitu melihat gue, nyokap langsung meluk gue tanpa basa basi. Nyokap nangis. Ga jauh dari tempat gue berdiri, gue lihat seorang lelaki duduk dengan tatapan kosong yang tidak lain adalah koh Kris. Vivi sama Julyan ga keliatan.

Kai mencoba menenangkan koh Kris yang lagi diserang duka. Air mata gue menetes perlahan. Keluarga gue yang dulunya kokoh sekarang rapuh. Keberadaan papa sangat berarti bagi keluarga ini.

Gue perlahan ngelepas pelukan nyokap dan jalan ke tempat duduk koh Kris.

"Koh.." kata gue sambil ngelus pundaknya.

"Papah udah dipanggil.." kata koh Kris.

Nadanya terdengar pilu meski dia tidak mengekspresikannya dengan air mata. Tatapan nya masih kosong ke pintu ruangan UGD.

"Disaat papa menghembuskan nafas terakhirnya... Kamu malah ngga ada di sampingnya.." kata dia yang bikin air mata gue sukses netes.

"Kamu kesini pun udah telat, ra.. Papa udah dipanggil Tuhan.." kata koh Kris.

"Kamu pernah ga ngerasa sebagai anak yang ga berguna? Tahun terakhir papa bersama kita kamu malah di negri orang," kata koh Kris.

Kata kata nya memang kenyataan, dan itu nyelekit.

"Koh.. Maafin kyra.."

"Kamu ga perlu maaf dari kokoh, papa lebih butuh itu." kata dia.

"Kamu gaada di samping dia saat masa masa sulit beliau seperti ini. Dimana peran kamu sebagai seorang anak?!" bentak koh Kris.

Kai yang melihat itu pun langsung ngajak gue menjauh.

"Kyra.. Kamu tau kan emosi koh Kris lagi meluap luap sekarang? Jangan dengerin perkataan dia ya, kamu berguna kok sebagia anak," kata dia sambil ngapus air mata gue.

"Iya Kai.."

[COMPLETED] Bad Boy and Me 🔹 Kim Jong In (2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang