Seorang pria remaja berjalan dengan santai dikoridor sekolah-nya, kedua tangan-nya berada di dalam saku celana sekolah. Ia masih berjalan dengan santai, padahal dua menit lagi upacara bendera akan dimulai.
Suasana sunyi terlihat saat ia memasuki lapangan upacara, dirinya beruntung upacara baru dimulai saat ia sudah berada dibarisan kelas, jika tidak sudah dipastikan kalau ia akan bernasib sama dengan siswa yang telat datang.
Seperti biasa, wajah Kavin terlihat datar tanpa ekspresi. Banyak julukan yang ia dapat dari wajah dan ucapannya. Sudah dingin, pedas pula itu yang sering didengarnya saat berjalan dikoridor sekolah.
Kavin tidak mau mengambil pusing dengan semua itu, asal tidak menganggunya ia tidak akan menghancurkan itu. Menghirup udara, Kavin menangkap harum yang begitu wangi.
Tidak biasanya harum ini ada disekitar sekolahnya, Kavin bukanlah seorang Werewolf yang jika mencium harum akan berpendapat jika itu mate-nya. Akan tetapi, harum ini begitu menarik indra penciumannya.
Meneliti setiap lapangan, Kavin tidak bisa menemukan si pemilik wangi itu. Harum vanilla itu masih belum mau menghilang, rasanya begitu memabukan tapi ia senang dengan harum ini.
Sudah dipastikan, jika pemilik harum ini ialah seorang perempuan, dan Kavin ingin memilikinya. Dirinya tidak ingin ada orang lain yang dapat merasakan harum yang mulai saat ini menjadi kesukaannya.
Terus menerus Kavin hirup harum itu, matanya terpejam merasakan lebih dalam harum vanilla kesukaannya. Rasanya begitu aneh, dadanya bergemuruh saat ia merasakan lebih dalam harum itu.
Upacara sudah selesai, begitu pula dengan harum vanilla itu, harumnya menghilang, membuat Kavin mendesah kecewa. Dirinya berjalan dikoridor, memikirkan siapa pemilik harum itu. Ia bukan Werewolf seperti didalam buku yang ia baca tapi kenapa ia bisa mencium harum itu?
Belum sampai disitu, Kavin mendengar suara orang jatuh dibelakangnya. Suaranya seperti buah Nangka matang yang jatuh, begitu besar. Ditolehnya kepalanya kebelakang, disana seorang perempuan tersungkur tidak berdaya.
Kavin yang dikenal acuh, ingin meninggalkan perempuan itu, tapi kenapa sekarang kakinya tidak mau pergi dari tempat itu. Takut dikira sudah membuat anak gadis orang jatuh, Kavin mengendong perempuan itu layaknya pengantin baru.
Alysa yang ada digendongan Kavin meringis pelan, kakinya terkilir karena ketidak hati-hatian dirinya. Baru ia menginjak kaki disekolah barunya tapi Alysa sudah mendapat sial.
Kavin membawa Alysa ke UKS sekolah, ia membaringkan Alysa di bangkar. Kembali ia dapat mencium harum vanilla yang ia temukan saat upacara tadi. Ternyata pemiliknya itu ialah gadis yang ada dihadapannya ini.
Menyelam sambil minum air, Kavin sudah mengetahui pemilik harum vanilla, dirinya bertekad untuk menjadikan gadis ini sebagai miliknya dan selamanya.
"Makasih ya kak udah mau nolongin aku," Alysa meringis melihat wajah Kavin yang tampak tidak ada ekspresi.
"Makannya kalau jalan pake mata sama kaki, jangan kaki doang yang dipakai," ucap Kavin tanpa mengalihkan pandangannya.
Alysa meringis, kakak kelas dihadapannya benar benar ingin membunuhnya dengan ucapan pedas itu, "Hehe iya kak, makasih."
"Hm," gumam Kavin.
Cukup lama mereka terdiam, Kavin sebenarnya sudah malas berada ditempat itu, tapi ia cukup pintar jika ia melewati harum vanilla yang ia sukai.
Sebenarnya sedari tadi Alysa ingin pergi jika kakinya tidak apa apa, apalagi sekarang ia merasa risih dilihat terus menerus oleh kakak kelas barunya itu. Ingin mengusir tapi ia cukup tahu diri karena pria dihadapannya itu sudah menolongnya.
"Kakak ngga masuk ke kelas?" Alysa tidak tahan, ia ingin mengusir pria dihadapannya walaupun harus dengan cara halus.
Alis Kavin berkerut, "Lu ngusir gua? Ck tidak tahu terima kasih sekali ya."
Blam, Alysa meringis kembali. Ucapan Kavin benar benar membuat Alysa diam tak berkutik. Ia mengenggam kesepuluh jarinya dengan erat, melihat ekspresi Kavin sedikit membuatnya takut.
"Ngga begitu kak, gua cuma ngga mau kakak ketinggalan pelajaran, jangan berprasangka buruk dulu kak."
Kavin diam, ia kemudian berdiri dari duduknya. Alysa gelagapan, dirinya memang ingin Kavin pergi tapi kalau Kavin sakit hati, urusannya bisa parah, ia masih ingin hidup tenang disekolah barunya.
"Nama gua Kavin Putra, lu bisa panggil gua apa aja," Kavin memasukan kedua tangan kedalam saku celana, "dan gua bakal kesini lagi untuk ngantar lu pulang."
Alysa melongo, bagaimana bisa Kavin yang tadinya judes kepada dirinya mau berniat mengantarnya pulang. Sungguh aneh, tapi mengingat kakinya terkilir ia hanya pasrah. Anggap ini sebagai awal perkenalannya dengan Kavin.
"Emm, terima kasih ya kak," Alysa mengucap dengan tulus.
Kavin tertawa pelan, "Jangan berterima kasih sama gua, lu belum tau gimana gua."
Alysa hanya berdiam mencerna. Setelah mengucap itu Kavin pergi meninggalkan Alysa sendiri. Sudah dibilang jika dirinya akan membuat Alysa menjadi miliknya dan ini hanya awalnya saja bagi Kavin.
Sepeninggalan Kavin, Alysa masih tertidur dibangkar, tadi petugas UKS sekolahnya baru saja tiba dan sedikit memberi sebuah salap untuk mengurangi rasa nyeri dipergelangan kaki-nya.
Sekarang pergelangan kakinya mulai sedikit membaik, walau rasa nyeri masih ada tapi itu sudah cukup. Alysa menatap langit langit UKS, ia terpikir akan percakapan tadi dengan Kavin.
Kakak kelasnya tadi begitu menarik perhatiannya tapi kenapa perkataan yang keluar begitu membuat orang sakit hati, apa dia tidak berpikir ulang dulu sebelum berbicara? Belum lagi pandangan Kavin yang tajam, ia saja sampai menahan rasa takutnya.
Tapi lihat sisi baiknya saja, Kavin mau mengantarnya pulang walaupun mereka belum kenal sama sekali dan itu bukan kesalahan Kavin tapi ia masih berbaik hati mau mengantar Alysa pulang.
"Yaudah, gua tinggal dulu masih ada jam pelajaran," ucap petugas UKS yang Alysa ketahui namanya Dinda.
"Iya, makasih ya udah mau nyembuhin kaki gua," Dinda mengangguk dan kemudian melenggang pergi dari UKS.
Kini tinggal Alysa sendiri, tadi ia ingin bertanya perihal Kavin tapi ia urungkan. Lagi pula untuk apa ia bertanya tentang orang yang belum ia kenal sehari itu.
*****
Maafkan gua yang malah buat cerita baru, padahal cerita lama lagi ngaret banget, wkw.
Gimana dengan Kavin? Dia duplikat gua saat kelas satu sma, haha.
Bogor, 13 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Kavin Putra (Complete)
أدب المراهقينJudul awal: My Possessive Cold Boy Kavin tidak pernah percaya bahwa dirinya akan mabuk kepayang. Berawal dari ia mencium wangi seorang perempuan layaknya Werewolf membuatnya ingin menghirup wangi perempuan itu lagi dan lagi. Dari awal Kavin sudah me...