| Menunggu sesuatu yang diharapkan, untuk tahu artinya sabar.
hingga tanpa kau sadari telah mengabaikan ketulusan.|Suara perbincangan di selingi sesekali dengan tawa yang terdengar renyah mengusik pendengaran gadis yang masih bersekutu dengan hangatnya selimut, membuatnya menggeliat tak nyaman dan berusaha bangkit dari alam mimpi.
Daisha menuruni tangga sambil menguap, berjalan menelisik dimana pengganggunya itu. hingga irisnya menangkap 4 orang tengah duduk di meja makan.
"Bunda..aku pake nuttela rotinya." ucap Daisha sambil meletakkan pantatnya di kursi sebelah Ayahnya.
"Cuci muka dulu dong sayang..." Bunda Daisha meratakan selai coklat di selembar roti yang dibawanya menggunakan sendok kecil.
"Cepet gih ke kamar mandi sana! Bau!." ketus Edsel yang sedari tadi ada disampingnya bersama Hanum, Hanum tersenyum lembut dengan wajahnya cerah mendukung kalimat yang di tuturkan pemuda itu.
"Idiiiih apaan sih Ed..."
"Daisha..." suara Daisha tercekat saat ayahnya memanggil namanya sambil memberikan senyum bermakna.
"Iya yah Daisha berangkat ke kamar mandi."
Acara sarapan sudah selesai 15 menit lalu dan mereka bertiga segera berangkat melangkah keluar pintu, Daisha sedikit terkejut saat melihat mobil yang didominasi merah dan hitam itu sudah terparkir di depan garasi rumahnya
"Loh mobil gue? siapa...jangan bilang kalo lo yang bawa mobil gue tadi Edsel!."
terlihat raut khawatir tingkat dewa diwajah gadis itu dan ditambah lagi saat melihat kunci mobilnya berada di tangan Edsel sambil digoyangkan di depan matanya
"Gue yang nyetir Rubicon lo kesini, gimana aman kan?"
"Sini-in kunci mobilnya, ga ada kata aman kalo lo yang nyetir." Daisha mendekap kunci mobilnya di depan dadanya.
"Udah jangan berantem, kalian berdua ini kebiasaan hihihi" kikikan lucu Hanum membuat Edsel seketika memalingkan padangannya pada gadis yang dipikirnya indah itu.
"Yaudah ayo Hanum kita berangkat aja," Daisha merangkul pundak Hanum semangat menuju mobilnya "lo ikut kagak?." tegurnya pada Edsel yang masih mematung di tempat.
Syukurlah kali ini jalan raya berbaik hati pada mereka, jalanan lengang dan tak harus berkutat dengan kemacetan yang membuat Daisha selalu emosi. jadi hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai di depan kedai dengan plakat cukup besar. BREAKTIME. berwarna hitam.
"Lo udah bilang gak kalo kita kesini?." tukas Daisha sambil mencabut kabel USB handphonenya yang menyambung pada audio mobil.
"Iya, ya aku lupa Dai belum ngabarin Roan."
"Udahlah Han. ngapain ribet Roan pasti ada kok di dalem." Edsel mengacak rambut Daisha tanpa sebab membuat empunya mendengus kesal.
"Anjir apaan sih! sok tau banget lo Ed!."
Akhirnya mereka memutuskan turun dibanding harus berdebat di dalam sana.
Suasana homie dan nyaman langsung menyambut mereka. sungguh, kedai bernuasa modern dengan beberapa tumbuhan di sekitarnya ini jelas tempat yang reccomended untuk dikunjungi.
dan mungkin saat ini waktu yang paling pas. karena jika sudah masuk jam makan siang dapat diapstikan kalian tidak akan dapat tempat kecuali kalian brrsedia antri hingga jam makan siang habis.
"Gak ngabarin dulu..." Roan langsung menghampiri sahabatnya itu dan meninggalkan pekerjaan yang dilakukan. toh dia tidak akan di pecat karena kedai ini miliknya.
yah. dia memang berbakat soal menjadi pengusaha muda bahkan dia dapat dengan baik mengatur jamnya antara kuliah dan mengurus kedai kecil kecilannya--kedainya setara dengan starbak apa itu bisa disebut kecil?--. bukankan Roan hebat.
"Maaf. aku lupa Roan" Hanum merasa bersalah karena keteledorannya
"No problem Num." singkat Roan
"Kan bener apa gue bilang! This is my bro Roan Rekta Akasa. dia mah enjoy ae."
Edsel berdiri dari duduknya hanya untuk merangkul pundak Roan bangga. yang hanya membuat ketiga orang disana tertawa bersama melihat tingkah konyol Edsel."Mau makan apaan?." Roan bersiap layakanya pelayan dengan kertas dan bulpoin siap di tangan namun wajah yang dibuat congkak sangat tidak cocok.
"Kamu ini becanda aja Roan." gadis dengan jumpsuit berwarna soft pink itu terkekeh geli.
"Terserah. asal ge..ra..tissss." Edsel tersenyum lebar sebelum mendapat jitakan oleh Daisha.
"Yaudahlah ya..biar gue bantu lo aja di dapur Ro!."
Daisha menyeret cepat lengan pemilik kedai tersebut menuju arah dapur. Roan hanya menggeleng melihat kelakuan Daisha yang tidak sabaran. bahkan sekarang semua pegawainya tersenyum malu malu melihat pemandangan langkah tersebut.
"Hah. Jadi gue bisa bantu apa ini?." Daisha menyambar celemek hitam yang terlipat rapi diatas rak kayu dan langsung memasangkan pada tubuhnya.
"Telor aja gosong." Roan bernada mengejek.
"Itu salah telornya. baru gue tinggal nonton tipi bentaran aja dah gosong."
"Terlalu semangat. Edsel kah?." Roan mengambil beberapa bahan dari lemari pendingin. Nah, kena deh ketebak juga si Daisha.
Benar saja dari keempat sahabat itu yang tahu bahwa Daisha naksir Edsel hanya Roan seorang.
"Apaan sih Ro."
"Tapi benerkan." Roan mulai merajang bawang bombai di tangannya. dan mulai memanaskan air dalam panci.
"Huh, gue berasa perjuangan move on selama 4 tahunan ini gaada apa apanya," Daisha memainkan botol lada hitam di depannya "Hati gue udah jatuh lagi ke Edsel. gue kecewa ke diri gue sendiri Ro."
Roan tetap mendengarkan, sambil menuang sedikit minyak sayur kedalam panci airnya lalu disusul spaghetti mentah "Ikutin hati lo aja."
"Tapi Ro...ini sakit tau. deket tapi gak bisa diraih. lo ngerti kan?." Daisha mengisyaratkan kata katanya dengan telapak tangan yang mengudara.
"Bertahan sebisa lo, tapi kalo udah mentok ya ungkapin. dan terima tiap resikonya nanti." usul Roan
"Ya deh gue coba saran lo. dukung gue yak." Roan mengangguk mantab.
"Nih bawa ke anak anak!."
Spaghetti ala BREAKTIME sudah hilang dibawa oleh Daisha keluar. meninggalkan Roan yang masih membersihkan alat masaknya.
"Lo juga. deket tapi gak bisa diraih."
to be continued....
![](https://img.wattpad.com/cover/115970462-288-k757701.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendamba
ChickLitSalahkan jatuh hati pada sahabatmu sendiri? Merasa nyaman dengan sahabatmu sendiri? Berdebar tak karuan kepada sahabat mu sendiri?