Kidung Bintang

1.9K 211 1
                                    

"Kau menyukainya?" tanya Ammar pelan sambil menunjukkan foto-foto pernikahan dari kameranya.

Aku tersenyum dan mengangguk pelan, sekalipun sama sekali tidak melihat foto-foto itu. Apa boleh aku mengatakan padanya kalau apapun yang kulihat malam ini terasa indah? Tidak ada yang buruk di mataku, bahkan hujan deras penuh halilintar tidak lagi menakutkan.

Ammar masih tersenyum pada kamera di tangannya. Kupuaskan mataku memandangnya. Jantungku terasa nyeri karena detakan yang terlalu kencang. Ada gelitik di dalam perut yang membuat geligiku gemetar. Apa ini yang dinamakan cinta?

"Kenapa, Tya?" Ammar menatapku khawatir. Alisnya berkerut. Dia meletakkan kamera dan mulai mengamatiku. "Kau sakit?"

Aku tidak mampu mencari kata untuk menjawabnya. Lidahku terasa kaku. Yang bisa kulakukan hanyalah menggeleng cepat.

Ammar tersenyum. Aku mendelik ketika sadar tanganku sudah ada dalam genggamannya. Tangannya sedingin es. Apa dia merasakan hal yang sama?

"Ammar?" panggilku dengan suara pelan bergetar.

Ammar menggeleng. "Bukan. Aku bukan lagi Ammar yang kemarin. Aku suamimu." Dia mengerling. "Mas Ammar, dong."

Ya, Allaah! Untung saja aku duduk di tepi ranjang. Kalau tidak, mungkin aku sudah jatuh lemas. Lututku gemetar. Susah payah, aku berusaha menelan ludah.

"Boleh kubantu?" tanya Ammar lagi dengan senyumnya yang paling indah. Dia mengulurkan tangan untuk membantuku membuka hijab.

Kupejamkan mata rapat-rapat sambil menggigit bibir. Tak berapa lama, kudengar Ammar tergelak. 

Hah? Kenapa dia?

"Apa yang bisa kulakukan kalau kau seperti itu, Tya?" Ia tersenyum lebar sampai gigi gingsulnya terlihat. "Aku ingin mengenalmu, Tya. Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang mengetahui apa saja tentangmu," ucapnya sambil mencium tanganku dengan santun.

"Bukankah istri yang harus mencium tangan suaminya?"

"Lalu, suami tidak boleh menyampaikan salam takzim kepada istrinya?" 

Aku berani bersumpah ada binar di dalam matanya ketika tersenyum. Seperti ada cahaya yang menyorot langsung pada wajahnya ketika ia tertawa. Indah sekali. Apakah memang ini yang dilihat istri dari suaminya?

"Sejak ijab qabul tadi, kau milikku, Tya. Aku bisa melakukan apapun padamu. Sama seperti kau bisa melakukan apapun padaku, karena aku milikmu."

"InshaaAllaah," jawabku dengan suara yang bahkan tidak bisa kudengar.

Malam ini, bintang memang tertutup gelegar hujan. Tapi, bintangku bersinar sangat indah. Cahayanya bersinar lembut menerangi kegelapan malam. Beberapa bintang kulihat jatuh ke bumi dengan sinar magisnya, lalu mengelilingiku dalam tujuh kali putaran sebelum menunduk santun. Seluruh alam menjadikanku ratu malam ini.

Dan, di tengah riuhnya dawai cinta yang kami lantunkan, kudengar lembut suara tasbih dari bibir Ammar. Di sela hela napasnya, kudengar pujian yang menerbangkanku ke surga. 

Ah, jangan berhenti, Sayang! Lagukan lagi dengan lembut dan syahdu seperti gerimis di penghujung kemarau.

***

Lady in Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang