-PUS - (3)

39 1 0
                                    

Selama dua tahun lamanya aku hanya dapat memandanginya dari kejauhan. Tak ada satupun keberanian ku untuk menyapanya. Dan selama itupun tidak ada satu kata, yang ku utarakan padanya. Hanya saja berandai bahwa dia akan membaca, semua puisi-puisi ku untuknya. Dan berharap bahwa suatu hari nanti dia akan mengetahuinya.
Harapan kosong itu,  begitulah.

Di setiap hari ulang tahunnya, H-1 akhir pada setiap bulan genap aku selalu memberinya ucapan, dan berdoa untuknya.

Aku berdoa untukmu, untuk setiap langkah yang akan kau ambil..

Dan saat ia sedang berdoa bersama di sekolah sebelum melaksanakan ujian, saat tidak ada lagi siswa yang berada di sekolah selain angkatannya, diam-diam aku disana ikut mendoakannya. Melihatnya.... dari kelas atas yang sedang khusyu berdoa.

Aku memperhatikanmu.

Aku rela tidak pulang cepat seperti siswa lain dan malah mengumpat di dalam kelas hanya untuk melihatnya. Karena aku pikir setelah ia selesai ujian nanti akan sulit bertemu dengannya. Karena itu saat aku punya kesempatan, aku akan membuat pertemuan dengannya. Walaupun kesempatan itu tidak ada,  aku yang akan tetap membuatnya!

Bisakah kau bayangkan itu?

Sampai seperti itu aku menyukainya.

Dan lagi, sayangnya ia tidak akan tau seberapa besar aku memperhatikannya. 
Karena memang diriku yang tidak pernah memberi tau dirinya apa yang sebenarnya terjadi.

Ada kata yang tidak pernah bisa ku ucapkan, 
Ada kehormatan perasaan yang harus selalu ku jaga, 
Dan ada batas yang tidak bisa di langgar, antara kau dan aku.

Sampai seperti itulah aku mengagumimu. Dan ini masih belum apa-apa.

Setelah sekian bulan ia lulus dari sekolah kami, ada suatu kejadian yang sangat menyayat hati.
Kejadian yang membuat aku tau bahwa aku tidak pernah mendiami pikirannya selama ini.
Aku bertemu saudaranya, dan dia menanyakan suatu hal padaku.

"Nadir, suka smsan ya sama Arez?" tanyanya.
"engga juga, tau dari mana?"
"taulah,  guekan sodaranya, gue liat di hpnya."

Bodoh,  dan aku benar-benar bodoh. Karena pada saat itu aku berpikir bahwa aku ada di hatinya. Kenapa pula dia harus menyimpan pesan-pesan yang sudah lama itu dan malah tidak di hapus saja?
Bukankah kalimat itu memberikanku kesempatan untuk berpikir hal-hal yang ku harapkan selama ini.
Dan itu menyebalkan..

"Emang masih di simpen?" tanyaku
"Iya."
"Kok bisa?" tanyaku penasaran.
"iyalah, kan gue taruhan sama dia,  paling banyak-banyak sms, haha"
.
.
.
.
.
.
Speechless.
Gelap.
So what should i say?

PUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang