- PUS - (6)

21 1 0
                                    

I can't erase him.

Saat itu aku hanya merasa, semakin aku ingin melupakannya semakin aku tidak bisa berlari menjauh darinya.  Aku pernah bertanya kepada seseorang, bagaimana melenyapkan sebuah perasaan yang sudah terlanjur kita install.
Jawabannya adalah bahwa aku harus menghilangkan 2 hal yang sangat penting, yaitu persepsi dan fakta. 
Maksudnya adalah bahwa aku tidak boleh memikirkannya dan tidak boleh bertemu dengannya lagi.

Kau tau, aku berusaha semampuku. Perlahan aku membiarkan waktu yang membantu ku.

Tapi semua itu hanya membantu ku untuk beberapa saat.

Aku kalah, lagi.

Frekuensi pertemuan itu tiba-tiba semakin meningkat, tak ada satu haripun di sekolah yang terlewatkan untuk bertemu dengannya.
Terkadang jika tidak ada pertemuan yang tidak di sengaja, hatiku malah menggertak, merengek ingin membuat pertemuan itu, sengaja tapi seolah-olah hanya kebetulan.

Dan lagi, aku melakukannya.
Skenario bodoh itu, untuk bertemu dengannya. 

Entah berita bagus atau tidak, ia hanya punya hubungan yang singkat dengan seseorang yang pernah mendiami hatinya tersebut.
Dia memilih untuk mengakhiri, dan sebenarnya......

Itu bukan urusanku!

Sebelum dia pergi dari sekolah, kami terlibat lagi dengan kegiatan yang sama.
Setelah hubungannya berakhir, dia semakin sering menuliskan puisi-puisinya untuk seseorang, yang entah siapa.
Dan lagi-lagi aku hanya bisa memperhatikan, tanpa berbicara sedikitpun.

Aku rasa mungkin seseorang telah mengambil hatinya kembali.

Dan pada kegiatan hari itu, dirinya yang berjalan tepat belakangku, dengan teganya bercerita tentang siapa orang yang disukainya kepada temanku. Tanpa sedikitpun menghiraukan diriku yang terdiam membeku mendengar ucapannya tapat di depannya.

Rasanya aku telah jatuh ke jurang yang sama lagi.
Hancur sekali...

Karena orang itu, bukan aku.

Tapi seseorang yang aku tau dia lebih baik dariku.

Aku yang membeku, berjalan lunglai tanpa memikirkan apapun.

Kosong
Gelap

Dan di dalam mobil, aku menangis lagi. Aku menangis diam-diam. Tanpa ada satu orang pun yang tau. Bibirku membisu malam itu.
Mataku merah.
Badanku lemas
Hatiku hancur.

Di kota orang aku menangis.
Dia membuatku menangis. Lagi dan lagi.

Saat ditanya oleh temanku apakah aku baik-baik saja, aku hanya bilang aku sedikit pusing.
Sungguh malam itu aku tidak benar baik-baik saja. Ada sejuta hal yang kusesalkan dan ingin sekali aku tangisi.
Dan itu semua memenuhi kepalaku terus menerus dan membuatnya sakit.
Aku tidak tau mengapa setiap aku menangis, maka kepalaku akan terasa sangat sakit, seperti terbentur. 
Padahal esok adalah hari yang sangat penting, tidak seharusnya hal ini terjadi kepada ku malam ini...

oh Tuhan, aku harus istirahat.
Tidak bisa terus terjebak dalam perasaan sakit seperti itu...

Itulah ketidaksengajaan yang luar biasa menyakitkan, membuat sesak, yang berhasil membuat ku menangis sepanjang malam.
Aku memang bodoh.

Waktu berlalu
Dan saat hari perpisahannya, aku tidak datang.
Tidak bisa.
Karena aku bisa saja menangis di tempat saat itu juga, melihat ia akan pergi.
Aku bertanya dalam sendu, apakah dia tau aku tidak datang? 
Atau siapakah seseorang ingin ia lihat saat moment terakhir itu?
Apakah pernah ada aku di hatinya?
Nyatanya...

Aku memikirkannya. Masih.
Bahkan ketika di hari terakhir kepergiannya pun ke kota lain...

Aku tetap memikirkannya.

PUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang