- PUS - (5)

20 1 0
                                    

"Itu kebetulan atau takdir?" kataku dalam hati.

Aku mulai pusing,  perasaan itu menyesakan.

Dan Ekstrakurikuler itu........
AKU TIDAK PERNAH MENGIKUTI DIA!

Aku menyukainya,  memperhatikannya, tapi aku tidak pernah mengikutinya.  Apalah yang zaman sekarang katakan itu dengan kata modus.
Tidak,  aku tidak melakukannya.
Sekali lagi entah itu takdir atau kebetulan,  tapi memang terlalu banyak kegiatan kami yang sama.

Ulang tahunnya yang pertama di sekolah yang sama.
Lupa pun tidak aku, ku ucapkan selamat ulang tahun pukul 2 malam, karena awal rencananya aku ingin ucapkan tepat pukul 12 malam, namun aku ketiduran.
Dan dia membalasnya sekitar pukul setengah 5 pagi.
Hanya sebatas terima kasih.
Dan tidak perlu juga mengharapkan lebih.

Dan pada hari itu.........
Aku memutuskan untuk memberikan sebuah hadiah untuknya.

Hadiah yang lantas ia buang.

Seseorang memberi tahu ku bahwa hadiah itu tidak ia terima.
Dan seseorang itu pula menanyakan padaku apakah aku ingin mengetahui perasaan dia yang sebenarnya padaku.

Dengan tegas aku bilang "Tidak!"

Karena dapat di tebak jawabannya.
Aku di tolak.
Hatinya tidak untuk ku.

Pada hari itu aku sudah tidak mau menahu lagi tentangnya. Aku menangis sejadi-jadinya.  Dan tidak mau berbicara apapun.
Aku tidak peduli lagi mengenai perasaannya padaku. Aku tidak mau tau. Urusan hadiah itu benar-benar menyebalkan bagiku. Membuatku membencinya. 
Bagaimana tidak, aku mencari hadiah itu dengan susah payah. Bertanya sana sini,  mencari alamat,  harus pesan, dan aku telah membuang waktuku untuk membeli hadiah yang tidak di hargai! 
Dia kira bagaimana rasanya, ketika aku harus berhati-hati membungkus hadiah itu, dan malunya diriku saat menitipkan hadiah tersebut...
Seribu sayang,  aku memberikan hadiah itu kepada orang yang salah.

Hadiah itu hilang,  dan perasaanku tidak dihargai! 

It's okay. Aku membecinya.

Hari berlalu dan pertemuan itu terus berlanjut. Dan entah kenapa hatiku pun tidak bisa diajak berdamai. Di satu sisi aku membencinya di satu sisi yang lain aku ingin terus memperhatikannya.
Aku tidak harus bertanya pada siapa tentang hal ini....
Aku hanya takut, untuk menyadari bahwa aku mulai menyukainya kembali. 

Ayolah Nadir kinan! Berhenti.......

Hari itu aku melihatnya mengikuti kegiatan yang akan membuat dia berubah.  Hari itu saat aku melihatnya di balik jendela kelas aku tau bahwa setiap orang berubah setelah mengikuti kegiatan itu.
Dan entah kenapa air mataku jatuh begitu saja untuknya...
Aku menangis dengan opini yang meragukan namun kemudian menjadi fakta.

Aku takut jika dia berubah.
Aku takut jika seseorang mengambil hatinya.

Dan benar,  hatinya termiliki.
Dia berubah. 

Terjadi seperti apa yang  aku khawatirkan.

Dia melanggar aturan-Mu, dan itu terasa lebih menyakitkan daripada ia tidak menghargai perasaanku.

Dan karena itu aku menangis untuknya. Pada saat itu aku mulai menyadari bagaimana perasaan itu,  perasaan yang tumbuh di hatiku.
Setiap air mata yang jatuh perlahan mengajarkan ku ketulusan.
Karena aku adalah seseorang yang mengagumi segala apa yang dia lakukan. Memaklumi segala apa yang ia perbuat.
Tapi.....
Bisakah aku berani memakluminya sekarang?
Bisakah aku tetap berdiri di sampingnya, bahkan ketika ada orang lain yang mendiami hatinya?
Bisakah aku berpura-pura untuk baik-baik saja? 

Aku tidak bisa!

Memang bohong jika cinta itu tanpa pamrih. Nyatanya perasaan pun itu sesederhana yang mereka bilang. 

Dan aku memutuskan untuk melepaskannya.

Aku ingin berhenti sekarang juga, karena aku menyadari perasaan ini mungkin sampai kapan pun hanya akan menjadi omong kosong belaka.

Tapi nyatanya,

Love hasn't ended yet.


PUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang