Malam itu sama seperti seribu malam kemarin. Fenti masih saja sibuk dengan kegiatan rutinnya. Pergi sore hari ke sebuah pemukiman yang gelap dan sempit. Dan pulang ketika fajar hampir menyingsing. Selalu seperti itu.
Pakaiannya tidak seronok. Bukan lagi terbuka namanya. Tak senonoh, tak patut dilihat. Bayangkan, ia hanya mamakai sebuah atasan mini menutupi bagian dadanya dan rok pendek jauh di atas lutut yang hampir memperlihatkan bokongnya.
Banyak lelaki hidung belang yang melewati tempat ini sekadar untuk mencari pemuas napsu ataupun mencuci mata saja.
Fenti tetap dengan kebiasaannya. Tegak di pinggiran jalan sambil menyulut sebatang rokok di tangannya. Berusaha menggoda setiap lelaki yang berlalu-lalang. Beberapa kali ia ditolak dengan kasar. Tetapi tak mematahkan semangatnya untuk mendapatkan lembaran kertas bewarna merah itu.
"Hai, mau bermalam?" sapa Fenti sambil menghalagi jalan seorang lelaki dengan kakinya.
Lelaki itu hanya melihat Fenti dengan tatapan menjijikkan. Tak berniat menjawabnya sedikitpun.
"Apa kau tak berniat mengicipi sejengkal saja tubuhku?" goda Fenti lagi.
"Awas!" makinya kasar sambil mengangkat tangannya ingin menampar Fenti karena telah berusaha menggodanya.
Belum sempat menamparnya, seorang lelaki datang menahan tangan pria kasar itu.
"Jangan ikut campur. Pergi kau." Pria itu kemudian mendorong sang lelaki dengan kencang hingga tersungkur.
"Kau yang pergi. Jangan ganggu dia." Lelaki itu bangkit dan menghajar pria tersebut. Hanya sekali pukulan pada wajahnya, pria itu langsung lari terbirit-birit.
Fenti yang melihat itu hanya terdiam. Tetap sambil menghisap rokoknya. Malah tetap melihat kanan dan kiri mencari pelanggan sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
"Kau tak apa?" tanya lelaki muda itu.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih telah mau membelaku. Tapi itu tak perlu kau lakukan. Gara-gara dirimu, aku tak akan mendapatkan uang sama sekali malam ini," celoteh Fenti karena kesal.
"Ah, maaf karena mengganggu waktumu." Lelaki itu berjalan hendak pergi meninggalkan Fenti.
"Hei, tunggu dulu. Siapa namamu?" tanya Fenti.
"Raka," singkatnya lalu pergi menghilang di tengah dinginnya malam.
***
Kemarin malam Fenti sama sekali tidak mendapatkan pelanggan. Malam ini ia bertekad harus mendapatkan seorang bos kaya raya.
"Berapa semalam?" tanya seorang pria hidung belang pada Fenti.
"Lima ratus ribu rupiah," patok Fenti tinggi karena sepertinya pria di depannya ini adalah seorang lelaki kaya raya.
"Oke. Ayo." Pria itu melangkah masuk.
"Bayar di muka," ucap Fenti sambil menahan tangan pria itu.
"Dp seratus ribu, sisanya akan aku tambah dua kali lipat jika kau sangat memuaskan." Terlihat pria tersebut memberikan selembar uang seratus ribuan. Fenti menerimanya dengan senang hati. Ia sedang membayangkan mendapat bonus berkali lipat.
Satu jam kemudian.
"Heh keparat kau! Dasar bajingan. Kalau kau tak ada uang, tak perlu kau puaskan kelamin di tempat ini. Potong saja lalu buang ke lubang buaya," makinya sambil teriak. Membuat semua orang di sekitar sana mendekat. Tak terkecuali lelaki semalam, Raka. Ia baru pulang dari pekerjaan kantornya, dan kebetulan lewat lagi di daerah pelacuran itu.
Fenti terlihat compang-camping. Warna lipstick di bibirnya berserakan keluar dari garis bibir. Rambutnya berantakan. Pakaiannya yang minim, sobek pula sehingga memperlihatkan berbagai daerah intimnya. Ia menangis.
Raka dengan sigap melepas jasnya untuk dipakaikan pada Fenti. Ia merengkuhnya. Membawa Fenti pada pelukannya. Mereka belum kenal. Bahkan Fenti tak tahu betul, siapa pria bernama Raka yang telah menolongnya semalam.
"Sudahlah. Jangan menangis lagi. Jangan kerja seperti ini lagi. Jadilah istriku," tutur Raka meyakinkan Fenti. Fenti belum menjawab, ia hanya menatap mata lelaki itu dalam.
***
cast :@fentinovelia10
@ken_kanekiken
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
I M A G I N
Short StoryThe rebels activity. Berisi semua kegiatan menulis di grup Rebellion ID. Baca jika kau ingin tahu apa yang ada di sini.