Bagian 1

3.2K 61 2
                                    

"LUNA, STOP!!" Stev menjerit dengan keras, tapi Luna yang duduk di sampingnya—tepatnya di belakang kemudi mobil—hanya tertawa melihat ekspresi wajahnya yang pucat pasi. "Lo udah gila, ya?! Gue belum mau mati, Lun!"

Stev terus berteriak ketakutan sejak Luna mengemudikan mobilnya dengan kecepatan lebih dari 200 km/jam ditengah jalan raya yang sepi dan gelap karena sekarang sudah lewat jam tengah malam.

Alih-alih mengurangi kecepatan mobilnya, Luna justru menambah kecepatan mobil sampai Stev hampir menangis.

"Kalau lo gak mau berhenti, gue akan lompat dari mobil ini!" ancam Stev serius.

"Coba aja kalau lo berani," Luna menanggapi dengan santai. Jarang-jarang dia mendapat kesempatan untuk mengerjai Stev dan melihat wajah sahabatnya yang biasanya selalu terlihat merah merona itu berubah menjadi sepucat timun.

"Oke."

Melihat Stev melepas sabuk pengamannya, Luna dengan cepat berubah pikiran. "Ey – jangan dong, Stev! Gue kan cuma bercanda." sergahnya cepat.

"Bercanda lo gak lucu! Gue mau lo berhenti sekarang!"

"Iya." jawab Luna kalem. Tapi belum sempat dia mengurangi kecepatan mobilnya, Luna dikejutkan oleh kemunculan seorang cowok yang tiba-tiba melompat turun ke jalan. Secara refleks Luna langsung menginjak pedal rem dalam-dalam, tapi tetap saja terlambat.

Suara benturan yang keras memecah keheningan malam saat sebuah mobil Brain Max hitam menabrak bagian belakang mobil Luna karena kaget dengan pengereman Luna yang mendadak.

Luna bergegas keluar dengan panik untuk melihat keadaan cowok yang baru saja dia tabrak, sementara Stev masih meringkuk di dalam mobil sambil menutup matanya karena ketakutan dan kaget. Tapi kepanikan Luna langsung luntur begitu melihat cowok yang baru saja dia tabrak itu ternyata masih bisa berdiri.

"Heh, lo udah gila, ya?!" bentak Luna yang kemudian terdiam begitu melihat wajah cowok itu. Wajah kanan cowok itu hancur. Luka mengerikan itu sepertinya juga bukan karena kecelakaan yang baru saja terjadi. Tapi meskipun Luna mengetahui hal itu, dia tidak tau kenapa jantungnya terus berpacu liar karena tatapan cowok itu.

Tadinya Luna mengira cowok itu akan balas membentaknya atau apa, tapi ternyata tidak. Cowok itu justru tersenyum padanya. Senyum itu mampu menyamarkan cacat di wajahnya dan membuat Luna seakan lumpuh oleh serangan mendadak. Benar-benar senyum yang indah.

"Cewek gila!" Devin langsung mengumpat begitu dia turun dari mobil mewahnya yang baru saja menabrak mobil Luna.

Mendengar umpatan itu, Luna langsung berbalik untuk melihat siapa yang baru saja mengatainya. Meskipun kemudian dia hanya bisa bengong saat melihat Devin. Luna sering melihat film-film horor yang memperlihatkan sosok mayat hidup yang mengerikan tapi juga mempesona, dan cowok bule yang berdiri di hadapannya sekarang ini terlihat sama seperti mayat-mayat itu. Kulit Devin begitu pucat, bahkan terkesan tidak wajar, dan dia juga sedang memakai setelan pakaian yang serba putih. Luna bisa yakin kalau Devin benar-benar manusia setelah dia memastikan kalau kaki Devin masih menyentuh tanah.

Setelah berhasil mengatasi keterkejutannya karena kemunculan Devin, Luna bertanya dengan sedikit tersinggung. "Lo tadi ngatain gue apa?"

"Lo budeg, ya? Jangan-jangan mata lo juga gak normal. Pantes lo —"

"Lo minta gue hajar, ya?" potong Luna galak, membuat Devin melangkah mundur terkejut.

"Kenapa jadi lo yang marah? Harusnya gue —"

"Makanya jangan ngatain orang sembarangan!" potong Luna lagi, kemudian dilanjutkan dengan gerutuan lirih. "Untungnya gue gak perlu marah-marah pake' Bahasa Inggris."

BAD LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang