Bagian 2

853 81 6
                                    

Waktu yang menunjukan pukul 1 dini hari, seharusnya menjadi waktu dimana seseorang tertidur dan beristirahat. Tapi sepertinya hal ini tak berlaku bagi kedua pasang manusia yang diam-diam sedang berusaha untuk bertemu satu sama lain.

Taeyeon beberapa kali mengecek ponselnya, memastikan bahwa dia mempunyai banyak waktu ketika bertemu dengan seseorang.

"Berhenti disini."

"Maaf?"

"Tak apa." Beberapa lembar uang Taeyeon keluarkan dan diberikannya kepada sang supir taxi. Dia membuka pintu, lalu dengan cepat berlari kecil menuju kearah dimana sebuah mobil Limborgini menunggu. Mobil itu dia kenal dengan amat sangat. Mobil yang khusus dibeli oleh sang pemilik hanya untuk mereka.

"Maaf, sepertinya aku memakan waktu yang lama."

Jiyong tersenyum setelah mendengar permintaan maaf Taeyeon. Dia mengalihkan fokus, bergerak mencium kening Taeyeon tanpa permisi.

"Tak apa." Mesin dinyalakan oleh Jiyong, membuat mobil tersebut berjalan membelah jalanan lenggang kota Seoul.

"Mau kemana kita?"

"Melakukan perjalanan Bisnis." Seperti biasa Jiyong berbicara seolah mereka tak mempunyai suatu hal yang perlu di khawatirkan.

"Bagaimana bisa kau kabur dari suami mu?"

"Dia sedang melakukan perjalan Bisnis."

"Hemm begitu.. Lalu kenapa kau lama sekali?"

"Ada kecelakaan di lampu merah Gangnam. Ah, Bagaimana dengan istri mu?"

Jiyong mendengus ketika mendengar pertanyaan terakhir Taeyeon.

"Jangan katakan kau meninggalkannya lagi?"

"Aku me-"

"-Aku tidak masalah dengan tindakan mu yang seperti ini, tapi jangan terlalu berlebihan Ji." Taeyeon menggenggam salah satu pundak Jiyong, mengelusnya dengan lembut.

Taeyeon memang egois, namun dia tetap saja wanita. Sesama wanita Taeyeon bisa memahami dengan sangat bagaimana tersakitinya wanita itu. Walau begitu Taeyeon tetap tak bisa berhenti.


  ****  


Bau amis, dengan bisingnya suara deburan ombak, sejauh mata memandang warna birunya air laut memanjakan. Taeyeon menarik nafas, meciumi bau laut yang sangat dia sukai.

"Perjalanan Bisnis hu?"

Jiyong terkekeh geli. Dia memeluk Taeyeon dari belakang, menghirup wangi wanita cantik itu dengan rakus disela-sela curuk lehernya.

"Kau menyukainya?"

"Hem, sudah lama aku tidak ke pantai."

Suara kicau burung camar mengisi keheningan yang terjadi. Taeyeon menggenggam erat kedua telapak besar Jiyong yang berada di perut datarnya. Kenyamanan, kehangat dan rasa bahagia membuncah. Jarang sekali mereka bisa berada di situasi seperti ini.

Jam menunjukan pukul 3 dinihari, mereka berada di tengah laut dengan kapal pesiar megah milik Jiyong. Kapal megah yang menuju ke sebuah pulau pribadi.

Keduanya saling mendekap satu sama lain. Menikmati kebersamaan yang hanya terjadi beberapa waktu saja. Sejenak melupakan fakta dimana kegiatan mereka ini sangat ditentang oleh beberapa pihak.

Saat kapal tersebut sudah berjalan semakin mendekati pulau, keduanya mulai melepaskan diri masing-masing, masuk ke dalam dek dan bersiap-siap.

"Berapa hari kita mampunyai waktu bersama?" Taeyeon bertanya saat tubuhnya sedang sibuk menata beberapa barang bawaan.

"3 hari. Ada apa? Kau ingin selamanya kita tinggal di sana?"

Tersengar suara dengusan geli dari Taeyeon. "Bisa?" Dia menanggapi.

Jiyong tersenyum, sepasang kaki jenjangnya bergerak maju menghampiri Taeyeon, lalu terhenti ketika jarak mereka tak rupanya terpisahkan oleh benang. Jiyong menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh kecil Taeyeon.

"Tentu saja kita bisa melakukannya, bahkan saat inipun aku bisa mewujudkan itu. Hanya tergantung pada mu Taeyeon-ah." Dia berbisik, diakhiri oleh hembusan nafas menggoda pada telinga Taeyeon, membuat wanita itu seketika menegang.

Jiyong menyadari reaksi tersebut. Tentu saja, senyuman diwajah tampannya semakin terlihat jelas. Tangannya mulai bertindak bandel, bergerak, menelusuri bahu mulus yang terekspose milik Taeyeon.

Kepalanya menunduk, menghirup wangi harum yang lagi-lagi menguar dari tubuh wanita cantik itu. Taeyeon dapat merasakan wajahnya mulai memanas, tubuhnya lemas dengan nafas yang tersendat-sendat.

'Ini berbahaya.'

"Jii..."

Jiyong semakin mempelebar senyumannya ketika mendengar Taeyeon mengeluh, atau bisa juga terdengar seperti melenguh?

'Cuph.'

Kecupan terakhir, hingga Jiyong benar-benar berhenti dari kegiatannya.

"Kita akan melanjutkan ini setelah sampai di penginapan." Ucapnya diakhiri dengan sedetik ciuman singkat pada bibir mungil Taeyeon.

Ketika wanita sudah menerima sentuhan hangat yang memabukan dari seseorang yang begitu dia dambakan maka hilanglah sudah separu dari akalnya. Setidaknya itulah yang saat ini bisa Taeyeon tafsirkan.


****


Dia menangis, wanita itu Kim Ji Hae. Menyesali ketidakmampuannya mencegah sang suami berselingkuh. Ya, benar, dia mengetahuinya, perselingkuhan yang dilakukan Kwon Jiyong dengan Kim Taeyeon. Berkali-kali dia mengutuk tingkah suami dan teman suaminya itu. Ah kira-kira sampai kapan dia akan bersikap seolah-olah tak mengetahui apapun seperti ini?

Disebelahnya Min Hyorin sekalipun tak bisa berbuat apa-apa. Dia memang teman Ji Hae, tapi dia bersahabat baik dengan Taeyeon sejak beberapa tahun belakangan. Dia juga mengetahui seberapa besar cinta yang Taeyeon punya untuk Jiyong. Sekalipun dia harus memilih, dia tak akan mampu memilih.

Dari awal Jiyong dan Taeyeon memang saling mencintai, namun sayangnya takdir tak pernah berpihak pada mereka. Jika dulu dia bernasib sama seperti wanita itu dia juga akan melakukan hal sama dengan yang dilakukan oleh Taeyeon.

"Apakah aku harus mengalah?" Ji Hae kembali bersuara. Hal ini membuat fikiran Hyorin kembali terfokus.

"Sejujurnya untuk masalah ini aku tidak begitu banyak membantu. Aku juga terkejut ketika mendengarnya hari ini dari mu. Jika itu adalah Taeyeon, aku tidak yakin Jiyong akan benar-benar memilih mu." Hyorin tau dia telah salah berbicara seperti itu pada Ji Hae, tapi memang inilah kenyataannya. Dia tidak bisa berpura-pura baik dengan memberikan pengharapan palsu pada Ji Hae, wanita itu memang tidak akan memenangkan Jiyong jika saingannya adalah Taeyeon.

"Kau benar, dia menikahi ku hanya karena ini adalah sebuah perjodohan yang tak bisa di hindari. Tapi haruskah? Aku juga mencintainya, sama dengan Taeyeon mencintainya. Tidakkah dia memilih untuk tetap tinggal dan membiarkan Taeyeon juga berbahagia bersama suaminya?"

Hyorin tak lagi dapat mengatakan apapun. Dia hanya memandang Ji Hae dengan penuh prihatin. Baginya pun ini sungguh rumit.

Ketika wanita yang sudah berstatus menjadi seorang istri mengeluarkan airmata karena sang suami, pantaskah ia mendapat kesusahan yang lebih? Saat cinta disini membuat keadaan menjadi semakin rumit. Tak ada yang mengerti, tak ada yang mengetahui pilihan mana yang dapat di katakan baik untuk semua pihak.


****

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang