"Panjang dah ceritanya. Lu masih suka Coffee Mocca kan? Nih gua bawain, tenangin diri aja pake ini. Kayanya lu ada masalah, kalo ada cerita aja ke gua." Sambil memberikan kopi tersebut kepada Casandra dan dengan senang hati Casandra menerimanya.
"Yeuh.. emang siapa lu?!" Tanya Casandra sambil menaikan sebelah alisnya.
"Gua siapa/? Gua Reza Harzen dan sekarang gua akan jadi guru BK yang bakal ngintrogasiin lu." Sahut Reza yang ingin memecahkan rasa canggung ini.
"Ampun dah ni anak, gilanya kumat. Udah lah gua ga mau bahas, lagian juga ga penting."
"Hmm.. yaudah gpp." Reza menerima penolakan itu sambil berjalan menuju pagar pembatas.
Casandra POV
Reza berjalan menuju pagar pembatas lalu membungkukkan badannya sambil meminum minuman yang baru saja ia keluarkan dari sakunya. Gue bisa nebak itu adalah Coffe Milk kesukaannya sejak dulu. Gue ikut berjalan dan melakukan hal yang sama sepertinya. Rasa bosan memaksa gue untuk memutar bola mata, sampai akhirnya bola mata gue terkejut dan membesar karena menemukan bekas goresan yang melukai jari tangan Reza.
Ngeliat hal itu, gue ga bisa diem aja. Tanpa pikir panjang, gue raih tangan Reza sambil bertanya kenapa hal ini bisa terjadi kepadanya. Belum saja mulut Reza terbuka lebar, gue keinget sama plester luka yang selalu gua bawa kemana-mana. Batin gue malu ngeluarin plester luka berkarakter ini, ya mau gimana lagi Reza tiba-tiba terluka begitu aja di depan gue. Gue terlalu dirasukin rasa serius sampe ga sadar Reza dari tadi merhatiin gue. Selesainya gue ngebalut plester luka itu ke jari tangan Reza, langsung mundur dan sedikit menjauh.
Kriingg...
Terima Kasih Ya Tuhan. Batin gue yang menyiratkan ucapan terima kasih karena telah menolong gue dari suasana canggung untuk kali kedua.
"Kayanya kita mesti balik ke kelas deh."
"Hah?"
"ya kita harus masuk ke kelas, belnya udah bunyi daritadi."
"Hah! Kenapa ga bilang daritadi sih. Sekarang kan pelajaran si guru killer."
Panik Reza setelah melihat jam tangannya sudah menunjukkan 01.15 pm.
***
Pulang sekolah gue diajak Yaya buat makan di cafe terdekat. Ga ada 10 menit kita jalan, kita sudah berada di depan pintu cafe tersebut. Kami masuk langsung menuju ke kasir untuk memesan 2 ice cream vanilla dengan toping chocolate dan ekstra oreo+chocolatos, lalu membayarnya dengan mata uang Rupiah berrwarna biru.
Kami berdua berjalan menuju meja yang berada di dekat jendela. Tergambar jelas senja menebarkan hangat sejuknya di luar sana, walaupun hanya ada segelintir orang yang berlalu-lalang. Dessert yang kami tunggu-tunggu pun akhirnya datang. Kami mulai menyantapnya perlahan.
Brrmm.. Brrmm..
Suara itu membuat resah seisi cafe. Kami dibuatnya geram dan tidak sedikit orang yang ikut menyumpahi si pengendara dengan kata kasar. Gue dan Yaya langsung mencari sang sumber suara.
Kami tercengang, karena si pengendara tidak lain adalah Reza Harzen. Sepertinya ia membuat kegaduhan dikarenakan rasa jenuh yang memuncak akibat lamanya hitungan mundur dari tiang yang memancarkan sinar merah itu.
"O, bukannya itu si Reza?" Ucap Yaya yang terbata setelah dingin menusuk saraf giginya.
"Iya, itu kaya Reza." Sambil nyipitin mata gue, untuk lebih mastiin lagi.
"Tapi kenapa dia bawa gitar yang udah rusak ya? Udah gitu ngga dimasukkin ke tas gitar lagi. Posisi gitarnya yang horizontal itu loh, bisa nyelakain orang lain! Hadeh, ga abis pikir gue sama dia."
"Hmm.. entah. Mungkin dia lagi buru-buru kali."
"Mungkin."
***********************************************
Jeng..jeng..jeng...
Ini dia chapter ke-2 yang aku janjiin update hari ini, mungkin kalo ada typo" nyelip gitu maafkeun ya..Oh iya, info lagi nih. Mungkin author bisa jarang update, dikarnakan author udah kelas 9. Jadi suka ga dibolehin sama ortu author untuk megang alat komunikasi seperti handphone/ laptop, tapi kalo ada waktu author akan update secepetnya. Author usahain deh , janji.
Dan yg terakhir.. Author minta untuk kalian jangan lupa untuk Vote dan Commentnya, biar author makin semangat bikin cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is Not Over [HIATUS]
Teen FictionWanita yang sudah Reza kubur dalam-dalam di lubuk hatinya kini muncul kembali dihadapannya tanpa ada peringatan. Beribu pertanyaan selalu tersirat dibenaknya saat kepergian wanita itu. Ia selalu berkhayal andai wanita itu berada dihadapannya saat in...