Stephia berjalan keluar bandara ia mencari papan yang bertulisan namanya tak butuh waktu lama untuk menemukanya, ia langsung menghampiri orang yang memegang papanya itu.
"Nice to meet you, my name is Dinda my job is your personal secretary" ucapnya sembari membungkukkan kepala.
"Can you speak Indonesia" tanya Stephia dengan muka datar, sedatar muka tembok.
Dinda mengangguk "yes i can"
"Bisakah kita sekarang pergi?" Tanyaku, karna risih menjadi pusat perhatian. Dinda mengangguk dan berjalan menuju mobil kemudian membukakan pintu untuk Stephia. Stephia langsung masuk tak butuh waktu lama mobilnya berjalan.
"Dinda" panggil Stephia, Dinda menoleh "ada apa. Ada yang saya bantu, ada masalah?"
"Itu masalahnya" Stephia tersenyum, membuat Dinda gelagapan, ia sangat takut jika langsung dipecat di hari pertama. Apa lagi ia mempunyai adik kesayangannya untuk dinafkahi.
"Bisa ga ngomongnya ga usah formal gitu. Ga enak, lo kan lebih tua dari gue"
"Gue ga akan pecat lo, kok" lanjut Stephia tersenyum hangat. Dinda baru bisa bernafas lega mendengarkan perkataan dari bos kecilnya itu.
Mereka mengobrol selama diperjalanan, tak butuh waktu lama untuk mereka mengakraban diri, tentu saja harus Stephia yang memulai berbicara duluan.
"Din, ayah bakal pantau gue ga?" Tanya Stephia.
"Bos besar udah nitip anda ke saya" jawabnya.
Stephia tersenyum lega karna setidaknya ia sedikit bebas untuk melakukan ini itu.
Dinda menoleh dan berkata "Emang ada apa? Jika saya boleh tau".
"Gue ingin melukis" curhat Stephia, Dinda menaikan alis bingung.
"Gue punya cita-cita jadi pelukis" cerita Stephia ia langsung memberitahu semuanya kepada Dinda, setidaknya orang yang ia percaya bertambah satu.
"Kenapa anda tidak melawan?" Tanya Dinda.
Stephia tersenyum kecut "Entahlah" jawabnya. Tak terasa mereka sudah sampai diapartemen tempat tinggalnya.
Stephia langsung memasuki gedung itu dibelakangi oleh Dinda yang mengikutinya.
"Nona, maafkan saya telah menanyakan hal yang anda tak ingin bicarakan" Dinda membungkuk maaf agar Stephia memaafkanya. Stephia sedikit tertegun, masalahnya memang bukan salah Dinda. Dinda benar memang ia tak berani melawan.
"Sudahlah Dinda" Stephia tersenyum tulus melihat sekretaris pribadinya itu berkaca-kaca.
"Bagaimana, kalau lo siapin alat untuk melukis untuk nanti ngelukis dihari minggu. Bisa?" Tanya Stephia sambil berjalan.
Dinda mengangguk antusias, ia ingin nona kecilnya itu merasa nyaman dengan dirinya.
Misalnya mengikuti keinginan pemiliknya. Dinda bukannya seorang pekerja yang seenaknya bisa keluar dari pekerjaanya kapan saja, dirinya sudah diabdikan sepenuhnya untuk keluarga Stephia. Jika cewek itu disuruh mati tentu saja ia akan membunuh dirinya sendiri, hanya keluarga nya yang bisa memberhentikan atau menyuruh apa saja.
"Baik nona" setidaknya Dinda senang menjadi sekretaris pribadi Stephia dari pada bekerja dengan pria berhidung belang yang sangat menyeramkan.
Mereka berdua langsung masuk kedalam ruangannga. Stephia langsung berlari menghampaskan tubuhnya di sofa yang empuk.
"Yeeeesh. Gils cape banget" keluh Stephia. Dinda tersenyun melihat majikannya menjadi periang kembali.
"Din" panggil Stephia.
"Ya?" Dinda sedang berjalan kearah Stephia dengan membawa susu chocolate hangat.
"Thanks. Gue pengen ngelukis, kapan masuk kuliah?" Stephia langsung meminum susu chocolate hangat.
"Minggu depan, tapi nona harus masuk ke kampus besok untuk mengurus data data" jelas Dinda Stephia mengangguk mengerti.
"Gue pengen ngelukis diluar bentar lagi"
"Perlu saya temani?"
Stephia tersenyum menggeleng pelan "lo pasti cape karna ngurusin berkas-berkas gue, lo istirahat aja disini"
"Tapi--"
"Cuman sebentar kok Din. Ga akan lama, janji!" Stephia mengeluarkan pupy eyes andalannya dan tangan membentuk piece.
Dinda tertegun sebentar, memang tadi malem ia tak tidur karna sibuk mengurusi kepindahan anak dari tuannya tapi cewek itu tak menyangka jika nonanya akan menyuruh istirahat tidak seperti biasanya. Dinda akhirnya mengangguk pasrah, Stephia yang melihat itu langsung memeluk Dinda dengan sangat erat.
"Bye Dinda, see you next time" Stephia langsung berlari sambil melambaikan tangan dan langsung mengsambar kunci mobil mercedez benz nya.
***
Stephia menepikan mobilnya didepan toko buku yang cukup besar untuk membeli peratan lukisnya.
Ia tersenyum menghirup udara kebebasan walau cuman sementara tapi cewek itu dapat merasakan kebebasan.
"Permisi apakah anda tau dimana peralatan melukis?" Tanya Stephia yang menunjukan senyum kebahigaannya ia sampai membuat petugas itu terpukau sesaat melihat senyuman Stephia. Stephia menatap heran pada petugas toko itu yang diam mematung.
"Halloo?" Stephia melambaikan tangan didepan mata pegutas itu sampai ia tersentak dan akhirnya menunjukan letak peralatan lukis.
Stephia memekik senang melihat alat lukis merk kesayangannya berada disana, cewek itu langsung mengsambar semua alat lukis tanpa dipikir dulu, ia juga memerlukan kanvas untuk melukisnya dan kuas.
"Tuan muda seharusnya anda tidak kesini" kata seorang berjas hitam panik pada lelaki memakai kaos putih jacket hitam rambut coklat terang dan diponi sampai menutup mata.
"Berlin kau tidak perlu mencemaskan ku. Kau tenang saja, aku hanya ingin mencari udara segar" kata orang itu tersenyum, laki-laki berjas hitam menghela nafas.
"Tapi anda---"
Laki laki itu langsung menepuk pada bodyguard nya itu, berjalan keluar toko buku.
Stephia melirik pada kaum hawa yang hampir dibuat pingsan hanya karna sebuah senyuman. Sungguh lelaki aneh! Pikirnya.
Selesai membeli alat lukis, ia langsung keluar dan mencari view yang bagus untuk melukis pemandangan. Tak butuh waktu lama untuk mencari tempat yang bagus, Stephia langsung menaroh kursi lipat yang sempet ia beli baru saja 30 menit ia melukis sudah ada tiga couple yang meminta Stephia untuk melukis mereka tapi langsung ia tolak secara halus. Bukan karna tidak bisa tapi cewek itu sedang tidak mood untuk melukis wajah.
"Ahh!" Teriak Stephia menahan sakit karna seorang lelaki menyenggol badannya mengakibatkan Stephia terjatuh menahan sakit. Mengakibatkan satu luka dilutut kaki dan satu tangan, tangannya juga sempet terijek tak sengaja oleh orang yang berjalan.
Lelaki itu menoleh dan memanggil Berli untuk membantu cewek itu berdiri. Stephia berdiri menatap lelaki itu kesal.
"Lo yang jatuhin gue, kenapa bodyguard lo yang bantuin" kesal Stephia. Lelaki itu tersenyum misterius mambuat kaum hawa tergila-gila tetapi itu Stephia tambah kesal.
"Ga mau" jawabnya santai, dengan sigap Berli langsung meleraikan mereka berdua. Berlin menoleh pada lukisan yang hampir jadi itu membuat matanya membinar-binar.
"Apakah anda pelukis?" Tanya Berlin antusias. Berlin sangat suka lukisan, bahkan lukisan kumbang juga ada dirumahnya.
Stephia terdiam tak menjawab pertanyaan Berlin. Ia berusaha menrendam emosinya.
"Ber, beli aja lukisannya. Abis itu beres" usul lelaki itu yang mendapatkan gelengan tegas dari Stephia.
"Terus kalau lo beli lukisannya, masalahnya beres?" Sungut Stephia menatap tajam kearah lelaki berjaket yang sedang tersenyum miring.
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DREAMS
RomanceBagaimana rasanya menpunyai mimpi yang sangat ingin kita capai? Melihat orang tersenyum, tertawa bahagia karna melihat impiannya tercapai dengan dipenuhi kerja keras. Itulah yang hal yang ingin dirasakan oleh Karina Stephia yang menjadi boneka oran...