2

6.3K 506 109
                                    


Chapter ini mengandung konten yang mungkin hanya untuk kalian yang berumur +18 tahun. Lemon? Nggak!

***

Shikamaru menatap bekas lubang yang ia buat beberapa tahun lalu. Sisa ledakan masih terlihat di mana-mana meski jasad itu tak lagi ada. Lenyap. Hatinya nyaris sama dengan lubang hitam yang menganga di bawah sana. Digenggamnya erat korek api peninggalan sang guru. Matanya kembali berair dan ia merasa rongga di dadanya menyempit seketika. Dia pernah merasakan perasaan ini dulu saat guru Azuma mengatakan pesan terakhir.

Dia laki-laki jenius. Tak mungkin menangis. Ia tidak merasa sedih namun hatinya meletup ingin berteriak gila. "Mati kau, Hidan!" Dia mengucapkan kata itu berkali-kali. Ya, dia akan memburu bajingan itu sampai ke pelosok bumi bahkan Jashin pun tak akan pernah bisa menyelamatkan laki-laki busuk itu kali ini.

Shikamaru telah bersumpah. Demi Kami-sama, Hidan akan mati di tangannya.

***

"Kau tidak bisa bertindak sendiri, Shikamaru!"

"Ini penting bagiku, Tsunade-sama," sahut Shikamaru menatap mata cokelat madu yang tampak tegas tersebut.

"Aku mengerti perasaanmu. Tapi, menyusup ke markas Akatsuki adalah hal konyol yang pernah ada. Kita juga belum mengetahui di mana markas Akatsuki sebenarnya apalagi setelah perang terjadi. Saat ini, Madara mungkin tengah menyusun rencana baru setelah kegagalan Mugen Tsukoyomi."

"Aku tidak akan berakhir seperti Jiraiya-sama. Anda pasti mengerti maksudku."

Tsunade sedikit tegang namun segera menguasai diri. "Aku sangat paham, Shikamaru. Kita akan membicarakannya nanti dengan tousanmu pun. Sebaiknya kau menenangkan diri dan beristirahat. Tak perlu pergi ke markas strategi. Aku memberimu libur dua hari. Kau mungkin ingin menemui Asuma-kun?"

"Hn."

Itulah yang tidak diinginkan Shikamaru yaitu bertemu Kurenai-sensei dan melihat bongkah air mata lagi di kelopak matanya. Ya, dia telah berjanji akan melindungi dan menjaga keluarga mantan senseinya.

"Oh ya, ada baiknya kalau kau mulai mempertimbangkan programku, Shikamaru. Beberapa teman angkatanmu telah mengajukan proposal pernikahan padaku."

Shikamaru mengernyit. "Ino?"

"Ya, Sai menyerahkannya tadi pagi. Chouji pun baru saja mampir ke sini."

"Kurasa, hal itu merepotkan, Tsunade-sama."

"Kau masih menginginkan Sakura?"

Shikamaru memerah. "Hn. Kami hanya berteman."

"Ya, cinta berawal dari pertemanan, bukan?"

Shikamaru menyeringai. "Bukankah ini bisnis bukan cinta?"

Tsunade menangkupkan jemarinya dan menatap Shikamaru nanar. "Kau betul, bisnis ini harus berlangsung jika kalian ingin desa Konoha kembali stabil."

Kestabilan desa. Omong kosong! Shikamaru mendengus secara tak sadar. "Ya, aku akan mempertimbangkannya. Aku ambil cutiku, Hokage-sama. Arigatou."

***

Shikamaru membaringkan diri di padang rumput hijau yang menjadi tempat favoritnya bersama guru Asuma dulu. Dia sering bercengkerama dengan sang guru sembari menatap desa Konoha dari atas sini. Pikirannya kusut. Kepergian Hidan menyisakan dendam yang menyala di hatinya. Kerunyaman masalah itu bertambah dengan desakan Hokage untuk segera menikah. Cih!

Desau angin menerpa wajah Shikamaru membuat hidung laki-laki klan Nara itu bergerak-gerak. Dia memang bukan ninja tipe sensor namun bisa mencium aroma strawberry yang menguar lembut ke hidungnya. Pasti parfum gadis itu terbawa angin hingga membuatnya membaui udara.

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang