11

3.5K 353 36
                                    

Apa jadinya kalau saya discontinue cerita ini? Huhuhu, idenya mati. Saya kok merasa makin ngawur alias gak karuan. Wkwkwkwwkwkwk.

***

Sakura tengah mengendap di kuil Jashin seperti pencuri setelah memastikan tak ada seorang pun yang mengetahui rencananya. Gadis itu melihat patung Jashin di tengah aula dengan penuh kebencian sebelum mencari sesuatu yang bisa memberinya petunjuk. Senyumnya merekah kala menemukan lemari tua bergembok besi di sudut ruangan.

Ia membuka banyak buku-buku kuno yang berisi perihal tata cara pelaksanaan ritual Jashin yang menurutnya sampah. Tangan lentik itu terhenti pada sebuah buku cokelat tebal tanpa judul yang langsung membuatnya tertarik. Perlahan, ia membaca paragaraf pertama dalam buku tersebut.

Immortal adalah kondisi manusia yang abadi atau tidak bisa mati oleh apa pun. Ritual Jashin adalah salah satu cara yang akan membuat para immortal mempertahankan status mereka. Namun, adanya pasangan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup para immortal. Mereka memang tidak akan mati meski anggota tubuh terbelah atau menjadi bagian-bagian kecil pun asal sang pasangan masih hidup.

Berbeda hal jika seorang immortal yang telah mengikat diri dengan Jashin dibangkitkan kembali menggunakan darah kehidupan. Darah kehidupan tersebut akan membuatnya menjadi setengah immortal yang berarti mereka bisa saja mati kapan pun jika terlibat peperangan.

Sakura menahan napas saat membaca paragraf tersebut sebab hal itu pula yang terjadi pada Hidan dan dirinya. Setengah ketakutan dan penasaran, gadis itu melanjutkan kegiatan membaca terlarangnya.

Namun, pasangan setengah immortal tidak akan pernah mati jika salah satu mereka tidak menghendaki kematian. Kematian akan datang jika keduanya sepakat mengakhiri kehidupan abadi tersebut. Memutuskan ikatan darah yang tercipta atas nama Jashin. Jiwa mereka akan kembali pada Jashin.

"Sudah menemukan apa yang kau mau, Sakura?" Hidan telah bersandar di samping patung Jashin saat mata mereka saling bertemu.

"Aku...aku tidak melakukan apa-apa," sahut Sakura berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Jadi?" tukas Hidan menuntut.

"Ti-tidak apa-apa." Sakura menyembunyikan buku tersebut ke balakang tubuh dan menyobek bagian penting tersebut tanpa ketahuan.

"Aku tidak menyangka kalau kau suka membaca."

"Eh?" Sakura mengernyit gugup.

"Buku-buku itu terlalu tebal. Aku ingin muntah melihatnya," sahut Hidan bergaya mencekik lehernya sendiri.

"Oh, aku memang suka membaca, Hidan." Sakura menghembuskan napas lega.

"Oh ya, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat." Tangan kanan Hidan terulur pada Sakura.

"Ke mana?" tanya Sakura penasaran.

"Bukan sebuah kejutan jika aku mengatakannya sekarang. Bergegaslah!" Hidan memalingkan muka saat menyadari tangan kanan tersebut tidak bersambut.

Sakura berpikir sejenak sebelum tangan Hidan kembali pada sang pemilik, gadis itu menangkap jemari Hidan yang sama-sama memiliki cincin Akatsuki sepertinya.

"Aku akan selalu ikut denganmu."

"Sakura." Mata Hidan mengerjap.

"Bersamamu." Sakura mengecup pipi sang laki-laki sekilas membuat perut Hidan jungkir balik tak karuan.

Mengabaikan wajah aneh Hidan, Sakura memejamkan mata perlahan. Ia telah memutuskan hal tersebut jika memang hal itu merupakan jalan terbaik untuknya. Bagaimana jika nanti ia akan menyesali keputusannya tersebut? Sakura menggeleng mantap. Ia tidak akan pernah menyesal sebab penyesalan itu akan terkubur bersama jasadnya. Ya, jasad seorang Akatsuki yang tidak akan pernah mengkhianati desa Konohagakure.

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang