Hai^^ apa kabar?
enjoy ya.
***
Aldi menatap anak perempuan itu aneh, ia tampak bingung. Bingung? Untuk apa seorang anak perempuan seusianya itu ada disini? Sebelumnya ia tak pernah melihat perempuan seusianya—kecuali keluarga—mengunjungi rumahnya. Jangankan mengunjungi, memiliki teman perempuan pun ia tak pernah. Baginya anak perempuan itu cangeng, nyebelin, cerewet, ga asik, dan yang paling terpenting baginya anak perempuan itu ‘ga bisa diajak main spiderman-spidermannya’. Aneh? Begitulah adanya.
(Namakamu) yang ditatap begitu hanya memberikan tatapan innocentnya.
“Yaudah Aldi main sama (Namakamu) aja ya.”
“Ha?!”
***
Pria kecil ini masih menatap sakarstik perempuan kecil yang berada disampingnya.
“Hai, kamu Aldi kan? Aku (Namakamu),” seolah mencoba memecahkan keheningan, perempuan kecil ini mencoba mengajak pria itu berbicara, dengan cara seperti ini. Tangannya terulur menunggu tangan Aldi yang mengait tangannya.
Aldi memandang (Namakamu) bingung, alisnya bertaut, matanya tertuju pada tangan perempuan mungil yang mengambang tepat di hadapannya. Mencoba menghargai kepedulian(?) (Namakamu), Aldi pun mengaitkan tangannya pada tangan (Namakamu), menjabatnya sekilas kemudian menariknya lagi.
(Namakamu) yang tak menyangka mendapat respon seperti itu, sungguh tak percaya. Aldi yang dia kenal begitu cuek mau membalas jabatan tangannya. oh tuhan dia sungguh lebay.
“Oh iya, kita ke lumah pohon aku aja yuk,” tanpa ba bi bu (Namakamu) menarik paksa lengan Aldi menuju rumah pohonnya. Aldi yang ditarik paksa tak bisa menahannya ia pasrah menerima apa yang akan terjadi(?)
“Hhh... hhhh... hh...,” nafas mereka beradu saling memburu, keduanya telah berada didepan pohon besar yang terdapat papan kayu yang dibuat seperti replika rumah dan tak lupa papan-papan kecil yang berada di batang pohon itu, sebagai tempat menginjakkan kaki untuk menaiki pohon besar ini.
“Naik yukk,” seolah sebagai pemandunya (Namakamu) begitu semangat untuk mengajak wisatawannya menuju rumah pohonya itu. Kakinya telah menapaki satu anak kayu, mencoba untuk menapaki ke anak kayu kedua, tapi seperti ada yang menahan tangannya, refleks ia membalikan kepalanya menuju orang yang telah menahan tangannya.
“Ada apa Al? Kamu ga mau naik?” (Namakamu) telah turun dari anak tangga pertama, dan sekarang tepat dihadapan Aldi.
“Ngga bukannya gitu,” Aldi mengibaskan tangannya. Memang bukan itu maksudnya. (Namakamu) menatapnya menunggu kelanjutan kalimat Aldi yang menurutnya belum selesai. “Ini kan rumah pohon, t-terus kan biasanya kalo dipohon itu ada yang binatang yang suka bergelantung gitu, ya kayak monyet gitu. Disana ga ada monyetnya kan?” Air muka Aldi tampak cemas, ia mengingat-ingat dimana ia pernah memiliki Unforgetable momment bersama monyet, saat itu jugalah ia phobia akan binatang kecil nan menggemaskan itu.
(Namakamu) yang mendengarnya malah tertawa kecil, “Hihi, ga ada kok Al. Tenang aja,” (Namakamu) menepuk pundak Aldi, mencoba menenangkan Aldi yang sedang cemas, wajahnya begitu lucu saat itu.
Aldi manggut-manggut. Ia mulai menapaki jajaran kayu itu, mencoba menaiki rumah pohon milik (Namakamu) yang pemiliknya telah berada tepat diatas sana.
Anak tangga terakhir berhasil ditapakinya. Matanya mengedar, mencoba melihat seisi rumah pohon ini. Pandangannya fokus di satu titik, ia tengah melihat (Namakamu) yang tengah sibuk dengan aktifitasnya sendiri. Mencoba menghiraukannya ia membuang pandangannya ke luar, berjalan menuju jendela.
‘Grkkskkss.’
Suara grasak-grusuk terdengar di telinga pria kecil ini, ia tak peduli akan itu. Tak peduli akan (Namakamu) yang terlihat kesusahan. Sshh... dimana naluri lelakinya? Bukankah jika ada gadis yang tengah kesusahan pasti si pria yang melihatnya membantu gadis tersebut. Mmm... mungkin karna dia masih anak-anak dan pasti sifat itu belum tumbuh sebagaimana mestinya.*apaseehh.
‘bdagarks skbughh.’
Suara kedua terdengar dan sepertinya ini lebih cukup memekikan telinga yang mendengarnya. Suara antara barang yang beradu satu sama lain. Dengan air muka yang sedikit kesal Aldi memutar kepalanya untuk melihat (namakamu), “Kamu ngapain sih?”
(namakamu) yang tengah asyik dengan aktifitasnya menoleh, “Nyali kalet gelang.”
***
“Whahaha iya-iya tenang aja nanti gantian kok.”
“Sip deh.”
(Namakamu) mendorong ayunan ini jauh kedepan, ayunan? Ya mereka tengah bermain ayunan, (Namakamu) tampak begitu susah mendorong ayunan beserta Aldi yang begitu berat untuk gadis kecil seusianya, “Kamu belat banget cih,” (Namakamu) memposisikan kedua telapak tangannya ke lututnya, ia tampak kelelahan.
“Ih kamu cemen deh. yaudah gantian, kamu naik deh,” Setelah berdiri dari ayunan, kini gilirannya mendorong ayunan beserta empunya ini.
“Wuihhh whaa yang tinggi dolongnya Al.”
Yang tinggi pale lu, gue juga cape kali.
Aldi masih mendorong ayunan tersebut, (namakamu) nampak begitu bahagia akan ini. Bahagia? Hm.. ntahlah.
“Huhh hhh hhh huhh,” Deruan nafas Aldi memburu, sepertinya ia kelelahan.
(Namakamu) yang merasa ayunannya berhenti menatap Aldi yang berada dibelakangnya. Alisnya bertaut, “Kamu capek ya?”
Aldi yang tengah menyandarkan tubuhnya dipohon menatap (namakamu) kemudian mengangguk.
“Ohh.” (namakamu) mengangguk pertanda mengerti (Read: sok mengerti). “Em...,” Kini ia tengah berjalan mondar mandir didepan Aldi yang sekrang tengah terduduk di pohon tadi.
Aldi menatap (namakamu) yang tengah mondar mandir didepannya itu, “Kamu kenapa sih?” Tanya Aldi pada Sahabat perempuannya itu. Tunguu... Sahabat? Ya. Sejak kejadian rumah pohon 5 hari yang lalu, mereka sepakat untuk bersahabat atau lebih tepatnya (namakamu) mengancam Aldi untuk menjadi sahabatnya.
“Gapap....”
“(Namakamu) pulang yuk nak, ada nenek tuh dirumah,” Ibu (Namakamu) tiba-tiba datang kemudian menarik lengan (namakamu) untuk pulang bersamanya.
“Eh bu tunggu dulu,” (Namakamu) tiba-tiba melepas genggaman tangan ibunya, kemudian berlari kearah Aldi. “Aldi aku pulang dulu ya, kamu jangan nakal, telus kalo lapel langsung makan, kalo mau bobo cuci kaki, cuci tangan, terus sikat gigi yah, bial kumannya ga ada lagi, ohiya jangan lupa kalo mau tidul juga beldoa. Emm... Kalo kamu kangen cama aku kamu boleh telpon aku kok, ohiya telponnya jangan lebih dali jam 9 malem ya, soalnya ibu bilang anak cewe gaboleh tidul malem-malem,” (namakamu) tersenyum sembari memberikan tatapan innocentnya. Aldi yang mendengarnya hanya mengangak kemudian mengangguk ragu.
Ibu (namakau) tersenyum, menggeleng-gelengkan kepalanya, “(Namakamu) yuk nak.”
(Namakamu) menoleh, “Iya bu,” Tatapannya kembali mengunci ke arah Aldi, “Yaudah ya Al aku pulang dulu, besok kita main cama-cama lagi ya, dadahhh,” (Namakamu) tersenyum sembari melambaikan tangan kanannya kemudian menjauh ke arah Ibunya.
“Hah...,” Aldi melengos menerima perlakuan sahabat barunya itu.
to be continued.
whaaaa kayanya part ini part paling gaje deh-____- maaf-maaf otak gabisa diajak kompromi nih. sorry juga karna typo(s)nya, haha maklum. amatiran wkwk.
oh iya thanks ya buat yang udah read, follow, vote, dan commentnyaa, seneng banget hehehe.
Salam tebar paku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foolish
Fanfiction(Namakamu) Marchanolla Azzura. (Namakamu). Pinter masak. Hobi tidur di rumah pohon. Idiot. Agresif. Nyebelin. Nilai ulangan selalu di bawah 60. Alvaro Maldini Siregar. Aldi. Batak. Pendiem. Irit ngomong. Ngeselin. Pinter. Always stay cool. Sok Jai...