Who's she?

1.8K 94 5
                                    

***

Malang. Mungkin satu kata yang pas untuknya. Gadis ini mencoba tegar akan itu, awalnya memang sulit, bagaimana tidak sulit, ditinggalkan seorang ibu diumur 9 tahun itu merupakan hal yang tak semestinya terjadi. Diumur itu seharusnya merasakan kasih sayang tulus dari sang ibu. Tapi berkat kedua pria ini, kedua pria yang amat ia sayangi selalu membantunya. Membantunya agar bisa mengikhlaskan ibunya. Mereka jugalah yang membantu gadis ini untuk melupakan kesedihannya itu dan kembali menjadi (namakamu) yang ceria. Kedua pria ini selalu memotivasinya, mengeluarkan kata-kata yang menyejukkan hatinya. Kedua pria itu adalah Ayahnya dan sahabatnya; Aldi.

Alvaro Maldini. Aldi merupakan sosok lelaki yang bodoh— Bodoh? Ya, ia sungguh bodoh karna ia selalu menuruti permintaan-permintaan (Namakamu) yang sebagian besarnya hanya permintaan konyol yang merugikan dirinya sendiri, permintaan konyol dari stadium awal hingga konyol akut.

Tak bisa dipungkiri ia sebenarnya sangat menyayangi sahabatnya ini, ia bertekat untuk membahagiakan (Namakamu), sebelum almarhumah ibu (Namakamu) meninggal, ia pernah berpesan pada Aldi

------

‘Beep bep’

‘Tik tok tik tok’*apaannih.

Jarum jam dan nada ‘beep’ dari mesin yang berada disamping wanita setengah baya ini pun beradu, saling mencoba mendahului lawannya, dan mencoba untuk menghilangkan dentangan dari lawannya itu, yang walaupun pasti nada ‘beep’lah yang akan kalah dan kemudian menghilang.

“Nak Aldi...,” Tangan lembut ini merayap menuju kepala pria yang sedang tertidur dengan posisi kepalanya saja yang ada di atas tempat tidur, mengelus perlahan kepalanya kemudian tersenyum.

“Enghh,” Tangan pria kecil ini refleks memegang sesuatu yang melekat diatas ubun-ubunnya itu, matanya mengerjap dan melihat seorang wanita yang tengah terbaring di atas tempat tidur. “Eh, maaf tante, Aldi ketiduran,” dengan gaya layaknua anak umur 9 tahun lainnya ia meminta maaf pada ibu dari sahabatnya ini, mengucek - ngucek matanya untuk menstabilkan pengelihatannya.

Ibu (Namakamu) tersenyum sendu, “Ngga papa Al, makasih ya udah jagain tante,” wanita ini berucap pelan, karena benda aneh yang berada di sebagian mukanya; mulut dan hidung.

“Iya, gapapa kok tante. Kasian (namakamu)nya kecapean tuh abis main sama Aldi, jadi Aldi deh yang nemenin tante,” Aldi tersenyum memamerkan sebagian giginya yang ompong itu, kemudian melihat (Namakamu) yang tertidur pulas di sofa yang terletak diujung kamar itu.

“Iya,” Ibu (Namakamu) menjeda. “Aldi, tante boleh minta satu permintaan ngga sama kamu?” Tanya ibu (namakamu) yang direspon anggukan oleh Aldi.

“Aldi, tante mohon jaga (namakamu) ya, buat dia bahagia. Tante rasa, tante udah ga bisa ngawasin (namakamu) lagi,” ia menutup matanya, mencoba untuk menahan air mata yang menggenang dan mencoba melanjutkan kata-katanya yang terputus. “Tante mohon ketika tante udah ga ada lagi, kamu mau nemenin (Namakamu) terus, jadi temennya terus, dan jagain dia ya! Kalo dia nakal marahin aja,” Ibu (namakamu) terkekeh pelan

Aldi mengangguk tatapannya masih tertuju pada Ibu (namakamu) menunggu ibu (namakamu) melanjutkan kata-katanya.

“Tante rasa tante udah ga bisa ngelakuin itu semua lagi ke (namakamu), dan tante rasa kamu orang yang tepat untuk ini,” Orang yang tepat? Ntahlah.

Aldi mengangguk pasti, “Iya tante, pasti kok. Aldi bakalan jagain dia sampe gede, sampe mati pun gapapa,” ucap Aldi mulai ngelantur. Ibu (namakamu)pun tersenyum sendu terharu melihat Aldi.

------

Cuplikan tadi merupakan sepenggal pesan yang membuat hati seorang Aldi terbuka, ia berjanji akan melaksanakan amanat dari alm. Ibu (Namakamu).

Lambat laun mereka telah berubah, dari yang kecil dan lucu, berubah menjadi sosok remaja pada umumnya; labil, mengagumi lawan jenis dan hal lainnya. Persahabatan mereka memang bisa dibilang hebat. Mengapa? Mereka telah bersahabat dari kecil, tepatnya pada umur 5 tahun, saat Aldi pindah dari kota Medan ke Ibukota, tepatnya disebelah rumah (namakamu). Awalnya mereka memang tidak saling mengenal, sifat Aldi yang dingin dan tidak pernah peduli itu membuat (namakamu) ingin mengetahui dirinya—Aldi—.

Kejadian itu bermula saat ibu (Namakamu) ingin memberikan cake buatannya pada tetangga barunya itu, sekaligus tanda selamat datang. Mengetahui hal itu (namakamu) membujuk Ibunya agar ia boleh ikut serta dalam partisipasi(?) Ibunya itu. Ibunya mengangguk setuju, mengijinkan anak semata wayangnya ini untuk ikut ke rumah Ibu Melina yang notabenenya Ibu dari Aldi.

Setelah sampai ditujuan terjadilah perbincangan antara Ibunya dan Ibu Melina. Mereka tampak akrab sekali, padahal baru saling mengenal. Ibu Melina bercerita akan keluarga ya. Saat mendengar nama Aldi keluar dari mulut Ibu melina, telinga (namakamu) seolah berfungsi sangat hebat.

“Aldi itu anaknya memang cuek, pokoknya ogah-ogahan banget. Dia itu juga kurang suka bersosialisasi, jadi jarang ada yang mau berteman akrab dengan dia,” tutur Ibu Melina, ia mendeskripsikan sifat Aldi anak semata wayangnya itu.

Ibu (Namakamu) mengangguk, kemudian merangkul (namakamu), “Nah, kalo (Namakamu) ini orangnya pandai bergaul, tapi sayangnya di komplek ini jarang ada anak seumuran dia,” Ibu (namakamu) mendeskripsikan sifat anaknya. Sementara (namakamu) tersenyum memamerkan jejeran gigi ompongnya pada Ibu Melina.

“Wah, pas banget itu. Manatau si Aldi bisa berteman baik sama Nak (Namakamu),” (Namakamu) memandangnya dengan tatapan aneh.

“Iya, (Namakamu) ini sering ngeluh, katanya disini ga enak ga ada temen kayak di rumah neneknya,” Cerita Ibu (Namakamu) membeberkan curhatan anaknya itu.

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya, “Ibu apaan cih, itu kan lahasia kita beldua,” Ucap gadis kecil ini dengan logat cadelnya. Ibu (Namakamu) tersenyum, kemudian mengusap puncak kepala anaknya.

“Tunggu sebentar ya,” Ibu Melina berdiri kemudian berjalan menjahui ibu dan anak ini. Menaiki anak demi anak tangga.

‘Tok.. tok.. tok...’

“Kenapa maa?” Terdengar teriakan pria kecil yang teredam dibalik kamar.

“Aldi turun yuk! Ada temen mama sama anaknya dibawah,” ucap Ibu Melina kemudian meraih knop pintu, lalu menekannya perlahan.

‘Cklek’

Terlihat seorang pria kecil tengah menonton tv ditemani oleh mainan spiderman-spiderman yang tampak galau(?)

“Yuk nak turun, gaenak tau, temen mama udah nunggu lama.”

“Hmm,” Ia berdehem kemudian berdiri tak lupa membawa salah satu spiderman dari koleksinya yang dia sebut 'Spiderman galau'

‘Tap.. tap.. tap...’

Kedua ibu dan anak ini telah berada didepan Ibu (Namakamu) dan (Namakamu) *ssshh. Bebelit-_-

Aldi menatap anak perempuan itu aneh, ia tampak bingung. Bingung? Untuk apa seorang anak perempuan seusianya itu ada disini? Sebelumnya ia tak pernah melihat perempuan seusianya—kecuali keluarga—mengunjungi rumahnya. Jangankan mengunjungi, memiliki teman perempuan pun ia tak pernah. Baginya anak perempuan itu cangeng, nyebelin, cerewet, ga asik, dan yang paling terpenting baginya anak perempuan itu ‘ga bisa diajak main spiderman-spidermannya’. Aneh? Begitulah adanya.

(Namakamu) yang ditatap begitu hanya memberikan tatapan innocentnya.

“Yaudah Aldi main sama (Namakamu) aja ya.”

"Ha?!"

Bersambung pemirshaaaa

Part awal masih flashback-an yaaa.

vote&comment sangat dibutuhkannnnnn

Thanks.

Salam tebar paku.

FoolishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang