Sorry

842 52 15
                                    

Hai
apa kabar?
Btw, Happy new year!!
HEHE

Is it late now to say sorry?

"Gue minta maaf soal kemarin. Gue bener-bener ngga ngerti kenapa gue kayak gitu," Aldi mengatur napasnya. Ia benar-benar kehilangan kosa katanya saat ini.

(Namakamu) meringis melihat penampilan Aldi saat ini, rambuatnya acak-acakkan, kemeja basah bersimpuh lumpur-kemana dia mencari (Namakamu)? dan raut muka stress. (Namakamu) memejamkan kelopak matanya lalu menatap lurus ke depan, "Maafin aku juga yang selama ini udah bikin kamu susah," (Namakamu) menatap Aldi menunduk.

Semburat senyum terpampang di bibir Aldi, "Sahabat," Aldi mengarahkan kelingkingnya di hadapan wajah (Namakamu).

(Namakamu) mengangkat lehernya, tersenyum. Lalu mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Aldi, "Selamanya."

Mereka berdua tertawa bahagia. Hujan menjadi saksi persahabatan mereka yang abadi.

***

"Akh, sakit ege," Dee meringis sesaat ketika rambutnya di mainkan. Di tarik-tarik, di ikat, di lepas lagi, di kasih vitamin yang entah apa namanya, di pelintir, hingga sesuatu seperti setrika menjalari rambutnya.

Dee hanya pasrah menerimanya. Ia mencoba relax dan bersikap sewajarnya. Tapi bagaimana bisa? Sedari tadi ia habisi dengan duduk di depan cermin, memandang rambutnya yang entah apa kabarnya, Chinta yang bolak-balik menata ulang, tak lupa mulut chinta yang sedari tadi ngebeo.

"Hell-no," Chinta menaruh catokan. Ia melemaskan badannya lalu memutar bola matanya. "Lo tuh ya ndra, bisa ngga sekali-sekali modis dikit. Gaya lo itu katro tau," ucapnya asal. Lalu kembali lanjut menggeluti hobinya.

"Kampret. You know this is my style, right? So, if u dont like it, close your eyes, and fuck off in my life!" Dee tak terima di bilang katro oleh chinta, Chairmate-nya sendiri. Napasnya menggebu-gebu. Uhm ralat, napasnya sengaja di gebu-gebukan. Sip.

Chinta sesaat menatap pantulan wajah Dee dari cermin. "Ya ya ya, i know babe, i know it hurts, i love you too kok." wajah Chinta sedikit murung, "Biarin aja lah Diandraku sayang, cowo emang gitu, omongannya basi, ngga bisa di mamam," Chinta menghela napas lalu mengambil tissue. "Nih," Chinta memberikan tissue itu pada Dee.

Dee yang sedari tadi diam melihat ke cerdasan temannya ini seakan takjub. Emang cocok Chinta dan (Namakamu) berteman. Sama-sama cerdas.

Chinta menautkan alisnya. "Ini," ia menggoyang-goyangkan tissuenya.

Dee yang masih takjub kemudian mengambilnya dan menatap tissue ini dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Ohiya ngomong-ngomong soal basi-tadi kan gue mau mamam terus udah ambil nasi tinggal ambil lauk, eh ternyata sayur lodeh kesukaan gue basi, ayam karinya juga udah basi. Padahal gue laper selaper-lapernya.

"Hft. Dan sampe sekarang gue belum mamam, dan demi sayur lodeh, gue kelaparan banget sekarang. Bisa bayangin kan ngga makan pagi doang? Laper banget menurut telaah gue. Terus gue duduk-duduk di ruang tengah. Eh ada bunyi bell, ternyata lo yang dateng. Padahal gue berharap banget lo bawa makanan gitu kan. Apalagi sayur lodeh, aih surga dunia," Chinta memasang angel face-nya

lau kembali bergelut ke rambut panjang Dee.

Dee yang sedaritadi hanya pasrah melihat Chinta yang tak berhenti mengoceh. Di tambah keadaan rambutnya yang entah apa kabar lagi.

Chinta meletakkan catokannya lalu menatap sekeliling, mencari barang yang butuhkan, "Aha!" Chinta memtikkan jarinya, lalu mengambil sepiring kecil benda yang teksturnya seperti lumpur ini, lalu di dekatkannya ke wajah Dee yang langsung di tepis oleh sang empu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FoolishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang