Sahabat. Selamanya.

2.2K 89 11
                                        

Hai, eh ketemu lagi. Monggo di baca ya, seperti biasa, maaf kalo out of characters, ngga dapet feel, typo(s), en dealeldul.

enjoy ya.

***

(Namakamu) terbelalak kaget, matanya melebar, mulutnya menganga. Nalarnya seakan tak berfungsi lagi saat bibir lembab Aldi menyentuh bibirnya, mengunci mulutnya yang tak berhenti mengoceh. Dan kedua telapak tangan Aldi yang awal mulanya ada di bahu (Namakamu) mengendur lalu mendekap (Namakamu) hangat. Gak! ngga! Ini salah! (Namakamu) mencoba mendorong dada Aldi yang ternyata bidang dan cukup nyaman untuk didekap. Dan ternyata memang benar kekuatan seorang pria itu jauh berlipat-lipat lebih besar daripada kekuatan seorang perempuan. (Namakamu) menyerah, ia taklagi mencoba mendorong Aldi yang masih saja menciumnya lembut dan mendekapnya hangat. Ia masih tak mengerti apa motif Aldi melakukan ini padanya. Matanya memejam, perlahan tangannya merambat menuju dada Aldi dan semakin tinggi lalu ia mengalungkan kedua tangannya di tengkuk Aldi, mencoba menikmati apa yang diberikan Aldi padanya. Aldi tersenyum disela pagutannya pada  (Namakamu). Aldi mengeratkan dekapannya, melepaskan pagutannya lalu menatap (Namakamu) yang juga menatap Aldi seolah meminta alasan apa maksudnya ini, namun Aldi kembali menabrakkan bibirnya ke bibir tipis (Namakamu). Aldi mulai berani melumatnya dan sedikit menekannya untuk meminta (Namakamu) juga membalasnya.

Ciuman dan pelukan seorang sahabat kah ini? Apa benar? Sepertinya mereka tak memikirkannya dan menikmati apa yang tengah mereka perbuat.

***

(Namakamu) berjalan seorang diri dikoridor sekolah, tapakkan kakinya begitu nyaring bagi gendang telinga siapa saja yang ada disana. Ia sengaja datang lebih pagi dan tak berangkat bersama Aldi, seusai kejadian yang memalukan kemarin ia dan Aldi berpura-pura tak terjadi apa-apa, sikap Aldi yang menyerupai bunglon—berubah-berubah—itu benar-benar membuatnya tak mengerti. 

"Hffhhh," (Namakamu) menghela nafasnya kasar, melempar tas selempangnya diatas mejanya, meja yang berada tepat disebelah meja Aldi. Ck! Apa jadinya saat jam pelajaran mulai nanti? Perang dingin kah? 

Berbalik arah (Namakamu) keluar dari kelasnya, berjalan cepat dengan tangan kanan yang menggenggam buku bercover pink perpaduan putih miliknya, yang baru setengah ia baca, dan berencana melanjutkannya lagi.

Langkahnya yang tergesa-gesa ternyata berhasil tertangkap di indera penglihatan Aldi, ia yang baru saja datang. Aldi mengurungkan niatnya untuk mengejar (Namakamu), ia rasa gadis itu perlu waktu untuk sendiri.

(Namakamu) menapaki kakinya di anak-anak tangga. Matanya menatap seseorang diatas rooftop, senyumnya mengembang, langkahnya terayun—sedikit melompat-lompat kecil.

“Baaa,” (Namakamu) menepuk cukup keras pundak Bastian, berinisiatif mengejutkan Pria berambut kribo itu dan dibalas decakkan singkat Bastian.

“Ngapa lo? Iqbaal ga ada disini, dia dikelas, orang pinter susah diajak bolos,” Di tanya seperti itu, (Namakamu) mengernyitkan alisnya. Sebegitu fanatikknya kah dia ke Iqbaal? (Namakamu) terkekeh sendiri membayangkan kata ‘Fanatik’.

“Aku ngga nyari kak Iqbaal, tau,”—(Namakamu) duduk di papan sebelah Bastian—Papan yang waktu lalu di duduki bersama orang yang sama—“Aku cuma mau duduk-duduk doang aja,” (Namakamu) menoleh kearah Bastian, mengulum senyum.

“Oh, tumben, pan biasanya lo ngintilin dia mulu,” Bastian mentolehkan kepalanya—menatap (Namakamu) yang tengah menatap lurus ke depan. Melihat tak ada respon, bastian melanjutkan. “Lo ada apa kesini? Gue ngga percaya kalo lo kesini cuma duduk-duduk doang, Cerita dong, tenang aja gue ngga bocor kok, paling ya keceplosan doang,” (Namakamu) melirik Bastian melalui ekor mata, dan di balas cengiran khas Bastian.

FoolishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang