Part 18

92.2K 5.7K 44
                                    

Tubuhku menegang saat Warna mengaku dirinya hamil, namun kemudian aku kembali mengelus punggungnya.

"Aku harus gimana mba?" Warna menangis sejadi - jadinya di pundakku "aku takut, apa kata mama sama papa nanti, apa kata keluargaku? Mba aku takut.."

Aku menghela napas dan masih mengelus punggunya "Kamu mau cerita kenapa bisa gini Na?"

Warna menggeleng.

"Siapa laki - laki itu? Kamu kenal dia? Kamu berteman? Pacaran? Mantan kamu? Atau kerabat kamu?"

Warna tidak menjawab.

"Dia perkosa kamu Na?" Tanyaku memberanikan diri.

Warna kembali menangis, jadi benar Warna di perkosa.

"Kamu harus bertahan Na, kamu enggak boleh ngelakuin hal - hal yang dilarang! Kamu harus tetap mempertahankan kandungan ini"

"Lalu gimana aku harus ngejelasin ini semua ke Mama sama Papa Mba?" Tanyanya, tangisannya mulai mereda.

Aku menarik tubuhku, sehingga aku bisa menatap wajahnya "Marahnya keluarga itu bisa jadi sementara Na, tapi nyawa dikandungan kamu itu pertaruhannya selamanya, kalau kamu melakukan hal yang aneh - aneh selamanya kamu akan menyesal"

"Aku.. aku, juga enggak mau Mba menghilangkan nyawa anakku sendiri, bagiku dia adalah anugrah, tapi waktu dia datang tidak tepat" Warna sesegukan.

"Kamu bisa menyiapkan mental Na, dengan tidak memberitau keluargamu jika kamu sedang mengandung, sampai anak ini lahir, saya tau kamu tidak memiliki siapa - siapa di Jakarta, tapi, kamu punya saya, saya janji akan membantu kamu sebisa saya" didalam hati aku berjanji akan menjaga Warna, dia adalah perempuan yang baru saja lulus kuliah, aku tau dia mempunyai sejuta mimpi untuk masa depannya, dengan kejadian seperti ini aku yakin dia hancur. Sangat hancur.

Warna tersenyum air matanya sudah tidak turun lagi "Mba sangat baik, aku tau Mas Juan ga pernah salah milih Mba sebagai istrinya"

Tentu saja aku kaget dengan ucapannya.

"Mba ga perlu shock, aku tau Mba istrinya mas Juan, walau aku baru tau beberapa hari yang lalu"

"Saya minta maaf gak jujur sama kamu.."

"Enggak apa - apa Mba, aku tau pasti ada alasan Mba ga jujur" Warna tersenyum kembali, seolah - oleh persoalannya yang tadi sudah terselesaikan "Makasih yah Mba udah mau bantuin aku"

"Saya belum bantu apa - apa Warna.."

Suara ketukan dipintu membuat aku dan Warna segera menatap kearah pintu.

"Kamu baik - baik aja kan Ar?" Juan menghampiri kami.

Warna tersenyum "Makasih mas Juan udah mau datang jemput aku"

"Kamu ada masalah Ar? Kenapa sampe minum obat tidur dan minum alkohol tadi?"

Aku menatap Juan, jadi dokter Vir tidak memberitau Juan kalau Warna hamil?

"Lagi kangen rumah aja mas, jadi ga bisa tidur" jawab Warna sekenanya.

"Bohong" Juan menaikan satu alisnya "Yaudah kalau kamu ga mau cerita kesaya, saya yakin kamu udah cerita ke istri saya, jadi saya pikir hal ini hanya bisa diselesaikan antar wanita, kalau begitu kamu istirahat Ar"

"Iya kamu istirahat yah Na, ini udah malam, kamu bermalam disini aja yah" lanjutku.

"Makasih mas-mba, besok pagi saya langsung balik ke apartemen"

"Ga usah buru - buru Na, besok kita bisa ngabisin waktu disini, kamu kayaknya perlu banyak tau tentang hal ini"

Warna tersenyum "ok deh mba"

Juan lalu menggenggam tanganku "yaudah kita tinggal yah Ar"

"Iya mas"

Juan menarikku keluar dari kamar Warna menuju kamar Juan.

"Ini lepasin dulu dong" kataku sambil menunjuk tangan kami yang masih bertautan saat kami sudah sampai didalam kamar.

"Kamu masih marah?" Juan malah semakin erat menggenggam tanganku dirinya duduk di pinggir ranjang sementara aku berdiri dihadapannya.

"Enggak" jawabku.

"Enggak usah marah dong, kamu enggak marah aja cantik, apa lagi kalo marah" Juan malah menggombal disituasi seperti ini, aku sangat mengantuk.

"Ngantuk! Lepasin dong" omelku.

"Sini tidur bisa kok sambil pegangan tangan" dia menepuk sisi ranjang disebelahnya.

"Kamu ngapain tidur disini sih!"

"Kan kamar tamu dipake, masa saya tidur bareng Warna?" dia cemberut.

 Lucu juga dia kalau kesal. Pengen jitak jadinya.

"Yaudah kan di sofa tidurnya bisa"

"Jahat banget kamu Lan, saya kan baru pulang tadi, capek, masa disuruh tidur di sofa, kalau badan saya rematik gimana?"

"Kamu tuh kalo bikin teori suka ngasal"

"Yang penting rasa sayang saya ke kamu ga ngasal" 

Tuh kan dia makin malem makin enggak jelas.

Dia menggeser tubuhnya ketengah ranjang dan menarikku untuk ikut tidur, matanya sudah memejam dan tangannya masih menggenggam tanganku.

Perlahan aku pandang wajahnya, rasa ini, rasa rindu akan sesuatu, aku merasa merindukan seseorang yang tak aku ingat siapa dirinya saat aku menatap wajah Juan yang sedang tidur terlelap dengan damainya.

------
Jadi inti dari part ini adalah Don't Judge Warna. Hehehe
Maaf segitu dulu yah..

Ex-  ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang