Part 24

1K 33 0
                                    

***

"Halo Ra? Kenapa lu diem?" tanya Intan kembali membuat Naira tersadar kalau sambungannya belum terputus.

"Engga Tan, engga apa - apa. Tan gue tutup dulu ya teleponnya gue mau-"

"Kencan sama Arief kan?"

"Eh.. Eh iya! Kok Intan tau sih?"

"Arief cerita sama gue. Ya udah deh, have fun ya!"

Klik. Sambungan terputus.

'Ternyata masih banyak yang sayang sama lu Arief!' Batin Naira.

"Satu jam lagi wak.. Astagfirullah! Satu jam lagi dan gue belum ngapa - ngapain!" teriak Naira.

***

Arief menggenggam bunga dengan lesu. Sudah setengah jam dari waktu janjiannya dengan Naira dan cewek yang ditunggunya belum juga tiba.

"Ck! Jangan - jangan dia lupa!" ujar Arief.

Tiba - tiba pintu cafe terbuka dan Naira masuk dengan tergopoh - gopoh. Ia melirik ke kiri ada seorang dengan kemeja merah polos dengan membawa bunga yang menutupi wajahnya.

"Mas kok cafe nya sepi engga ada orang? Padahal saya sama cowok saya janjian di sini jam 3 sore," ujar Naira.

Arief yang sedang jengkel tambah jengkel setelah dikira pelayan cafe oleh Naira.

"Aduh Arief maaf banget! Gu-"

"Lu bener - bener ngeselin!" sela Arief.

Arief duduk di meja yang berada di tengah ruangan. Padahal dengan susah payah Arief menyiapkan semuanya. Tali semuanya gagal.

"Arief, gue beneran minta maaf karena keterlambatan gue. Maaf banget udah ngira lu pelayan cafe!"

"Arief plis dong, ganteng deh,"

"Kalau gue ganteng, gue engga bakal dikira pelayan cafe ya!" ketus Arief.

"Eh, ya pelayan cafe kan juga ada yang ganteng, ta-"

"Oh jadi ada yang lebih ganteng dari gue gitu menurut lu?!" sela Arief.

Naira menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bukan itu juga maksud gue Rif. Aduh kok lu jadi marah sih Rif!"

"Ya iyalah gue berhak buat marah, udah datengnya ngaret, bilang ada pelayan cafe yang ganteng. Gue jadi ragu sebenernya lu serius engga sih sama gue?!"

"Kalau gue engga serius sama lu gue engga bakal dateng ke sini mendingan nonton tv di rumah sama mama tau ga!" ujar Naira.

"Gue tetep engga percaya!" ujar Arief.

Naira mengepalkan kedua tangannya kemudian menaruhnya di kedua sisi pipinya dengan gemas. "Terus apa yang bisa bikin lu percaya?"

"Pikir sendiri. Kreatif dikit dong!"

Naira meninggalkan meja Arief kemudian naik di atas panggung kecil dan duduk di belakang piano.

'Emang Naira bisa main piano? Yang bener aja!' Batin Arief meremehkan Naira.

Denting piano mulai terdengar lembut, membuat Arief terhanyut oleh lagu yang akan Naira bawakan.

ada ruang hatiku yang kau temukan
sempat aku lupakan kini kau sentuh
aku bukan jatuh cinta namun aku jatuh hati

ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir jiwamu
terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia
ku harap kau tahu bahwa ku terinspirasi hatimu
ku tak harus memilikimu tapi bolehkah ku selalu di dekatmu

(Raisa - Jatuh Hati)

Denting piano terakhir dan senyum tulus Naira membuat Arief tidak bisa melepaskan tatapannya.

"Arief, maafin gue karena gue selalu ngecewain lu, tapi jangan pernah ragu sama keseriusan cinta gue. Lu mau maafin gue kan?" tanya Naira.

Arief memeluk Naira dengan erat.

"Gue udah maafin lu, gue juga mau minta maaf karena udah ngeraguin lu, nyebelin, pokoknya bikin lu kecewa. Maaf ya?"

"Oke, tapi lu harus ngakuin suara gue bagus kan?"

Arief melepaskan pelukannya. Kemudian berpikir sebentar, lalu tersenyum. "Suara paling indah yang pernah gue denger."

"Bahkan Raisa aja kalah ya sama gue?"

"Eh kalau itu, gimana ya, gue engga bisa jawab!"

"Tapi suara Raisa engga bikin jatuh cinta sama dia Ra," ujar Arief perlahan.

Sekali lagi, Arief berhasil membuat senyum Naira mengembang, cuma Arief dan semoga akan selalu Arief.

***

Sahabat Jadi CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang