Senja membuka jendela kamarnya agar udara sejuk yang membawa wangi mawar dapat masuk ke kamarnya. Semalam Senja tak melihat langit malam dan bintang-bintang karena semalam adalah malam senin. Ia tidak ingin terlambat ke sekolah di hari senin.
Setelah puas menghirup udara pagi. Senja segera melakukan kegiatan rutin pagi harinya di hari kerja. Menyiram tanaman mawar, mandi, lalu menyiapkan Papa sarapan dan karena sekarang ada Fajar, Senja juga harus menyiapkan sarapan untuknya.
Senja baru saja selesai menyiapkan sarapan ketika Papa datang dan meminta Senja membangunkan Fajar. Namun, belum sempat Senja melangkah mendekati kamar Fajar, dia sudah keluar dan melangkah lebih dulu ke arah meja makan. Senja terkesiap melihat Fajar mengenakan seragam laki-laki sekolahnya. Apa Fajar akan satu sekolah dengan Senja?
"Fajar pindah ke sekolah yang sama dengan kamu Senja." Papa menjelaskan tanpa Senja minta.
"Iya, Pah."
"Fajar, sepeda kamu ada di garasi, di samping sepeda Senja, nanti kamu ambil saja."
"Iya."
Dan tak ada percakapan lagi setelahnya.
...
Senja cukup menyukai sekolahnya karena beberapa alasan, salah satunya adalah siswa dan siswinya yang cukup peduli dengan lingkungan, yaitu berangkat ke sekolah menggunakan sepeda atau kendaraan umum, cukup banyak juga yang datang dengan berjalan.
Senja sampai di sekolah dan Fajar sampai setelah Senja selesai memarkirkan sepeda biru mudanya. Sebenarnya Fajar dan Senja berangkat bersama, tetapi Fajar yang belum tau letak sekolah barunya mengekori Senja dengan jarak sekitar dua meter.
"Kamu alergi denganku?"Senja tidak mengerti dengan Fajar yang bersikap seolah Senja adalah hewan bersel satu yang harus dihindari.
“Bisa kamu antar aku ke ruang guru?” Fajar menjawab pertanyaan Senja dengan pertanyaan.
“Lewat sini.”
…
Senja mengambil jurusan Bahasa di sekolahnya. Ia merupakan siswi pindahan dari sekolah lain. Senja pindah saat di pertengahan kelas sebelas. Bagi teman sekelasnya, Senja adalah siswi yang cukup pintar karena ia selalu mendapat juara satu. Tetapi bagi Senja sendiri, ia biasa-biasa saja. Senja belum menemukan hal yang benar-benar membuatnya semangat dan ingin menghabiskan waktu untuk hal itu. Jika teman-temannya mempunyai kegiatan non-akademik yang cukup menguras waktu, Senja justru menghabiskan waktunya dengan membaca dan membaca. Di malam hari sebelum tidur –kecuali malam senin– Senja selalu menghabiskan waktu untuk menatap langit, mencoba mengingat apa yang sudah terlewat. Berharap di sana ada jawaban.
Dan langit tetap bungkam, sehingga sekolah dan kelas juga menjadi sarananya untuk mengingat masa lalu. Ia memiliki teman semeja yang cukup merepotkan tetapi cukup pengertian. Ini adalah hal lain yang membuatnya menyukai sekolah. Widi Aryani, teman semeja Senja yang selalu menyalin tugas Senja sebelum bel masuk berbunyi. Awalnya Senja sangat amat tidak menyukai sifat Widi yang seolah tidak mau mengerjakan tugas dari guru, terutama guru matematika. Tetapi berbulan-bulan setelahnya, Senja mengerti alasan mengapa Widi selalu terlihat malas mengerjakan tugas.
Widi sudah menemukan hal yang bisa membuat semangatnya bertambah berkali-kali lipat jika mengerjakannya. Memasak. Widi berasal dari keluarga yang berkecukupan dan ia terlalu menyukai dunia memasak, yang paling ia sukai adalah memasak makanan tradisional berbagai daerah di Indonesia. Sedangkan masakan tradisional Indonesia terbuat dari bahan-bahan yang cukup mahal, walaupun ayah dan ibunya mampu membelikan semua bahan itu, tetap saja Widi ingin menggunakan uang yang ia dapatkan sendiri. Jadi, Widi bekerja paruh waktu sebagai pelayan di salah satu restoran cepat saji.
“Senjaaaaaaaaa!!! Buku tugasmu.” Bahkan gayanya saat meminjam buku tugas Senja seperti preman yang meminta iuran rutin pada para pedagang pasar kaget.
“Senggaknya biarin aku masuk kelas dulu, Wid.” Senja memasuki kelas dengan ransel yang di kedepankan, pandangannya fokus ke dalam tas biru muda yang sama saat ia bawa ke tempat Mbah Ratna, tangannya mencari buku tugas Sejarah.
“Senja, aku males upacara.” Bukannya langsung menyalin isi buku tugas Senja, Widi justru bercerita setelah mendapat apa yang diinginkannya.
“Yaudah, di kelas aja.” Sikap Senja yang terkadang terlalu tak peduli lah yang membuat Widi senang berbicara dengan Senja. Senja tidak seperti perempuan SMA kebanyakan.
“Sama siapa?”
“Sendiri.”
“Temenin.”
“Kenapa kamu selalu minta aku nemenin berbuat keburukan?”
“Habisnya cuma kamu yang mau.”
-----------
Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan. '(*∩_∩*)′
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan usainya cerita Mama
Ficção Geral[ Selesai ] Pertemuan Senja dan Fajar bukanlah suatu kebetulan. Semua sudah direncanakan. Dari awal memang sudah seharusnya Fajar bertemu dengan Senja. Tanpa sadar, pertengkaran justru semakin mendekatkan.