6.

17.9K 1.2K 11
                                    

Awalnya sempat tidak ingin peduli dengan apa yang sedang terjadi, tapi nyatanya sudut hati kecil Sukma, Ibu Rani justru menuntunnya untuk melihat apa yang menjadi penyebab anak bungsunya itu membuat keributan di pagi buta seperti ini.

Sukma, sangat ingin kembali saja ke kamarnya saat ia sudah berdiri di ambang pintu kamar cucunya.

Ya. Walaupun dirinya bersikeras menolak kenyataan bahwa Ari adalah cucunya karena bukan anak yang dilahirkan Rani, tapi Sukma tetap tidak akan bisa menolak kenyataan bahwa ibu kandung Ari adalah Anak dari suaminya, meski dari perempuan lain.

"Bu?" Panggilan Dhika membuat Sukma tersadar kalau ia masih berdiri di ambang pintu kamar Ari.

" Maaf ya, Bu? Jadi, ganggu tidur Ibu." Sukma bisa merasakan tangan Dhika meraih tangannya, mungkin bermaksud mengantarnya kembali ke kamar.

"Ari kenapa, Dhik?" Sedikit datar tapi Dhika bisa mendengar kekhawatiran dari suara itu.

"Oh ... itu, Ari demam, Bu. Tapi saya sudah telepon dokter, mungkin setengah jam lagi baru sampai. Sudah dikasih obat juga sama Rani," jelas Dhika, sebelum laki-laki itu berpamitan untuk menerima panggilan telepon.

Sukma menekan egonya sejenak, melihat Rani yang berbaring memeluk Ari yang tengah tidur membuat hatinya terenyuh. Dia juga seorang ibu. Jadi, apa yang dirasakan Rani saat ini seakan ia rasakan juga. "Ran?" panggilnya agak ragu.

Rani menoleh melihat ibunya sudah berdiri di samping tempat tidur. "Ibu? Kenapa bangun?"

"Gara-gara denger kamu nangis. Ibu pikir kamu berantem sama Dhika." Sukma yang awalnya berdiri di sisi kanan ranjang berpindah ke sisi kiri ranjang yang ditempati Ari.

"Sudah diukur belum suhu tubuhnya?" tanyanya. Telapak tangannya reflek menyentuh kening Ari.

Rani masih menatap tidak percaya, seseorang yang berdiri di hadapannya sambil menyentuh kening anaknya saat ini adalah ibunya yang akhir-akhir ini sering berdebat dengannya mempermasalahkan status Ari.

"Malah bengong, mana termometernya, Ran?"

Rani bergegas turun dari ranjang mengambil termometer yang biasa dia simpan di dalam nakas. Sengaja ia siapkan untuk berjaga-jaga jika Ari terserang demam. Walaupun, lebih sering Rani melupakan benda itu karena rasa panik yang melandanya.

"Ran, kamu itu udah jadi ibu hampir 18 tahun, tapi masih aja panikan," protes Sukma.

Rani memilih diam, matanya terfokus kepada pemandangan yang sudah sangat lama tidak dijumpainya. Ibunya mengusap dan menyentuh anaknya penuh sayang.

"Masih panas," gumam Sukma saat melihat termometer memperlihatkan angka 39,7, "beneran udah kamu kasih obat?" lanjutnya.

"Sebentar lagi dokter datang kok, Bu."

Sukma diam sebentar. "Sambil nunggu dokter, mending sekarang kamu ambilin air hangat, Ari mau Ibu kompres!"

Tanpa bantahan Rani melangkah ke luar untuk membawakan air hangat yang diminta ibunya.

"... Oma!" Ari kecil yang sedang demam itu berteriak memanggil Sukma yang berada di luar kamar.
"Kenapa manggil-manggil Oma sih sayang? Kan ada Mama di sini." Rani yang sejak tadi berbaring memeluk Ari nampak terganggu saat mendengar anaknya berteriak.
"Mau Oma juga!" Ari terus merengek.
"Ada apa sih, Bang?" Sukma muncul dengan senyum hangatnya membuat Ari yang hendak menangis menjadi ikut tersenyum.
"Oma tidur di sini ...," Ari menunjuk sisi kirinya yang kosong
"Mama tidur disini ...." kemudian tangan kecil itu nmenunjuk sisi kanan yang ditempati Rani.

What's Wrong? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang