Tidur nyenyak Ari terganggu, tiba-tiba saja suara ribut terdengar dari lantai bawah. Dengan berat hati dia mengangkat tubuhnya untuk melihat apa penyebab keributan itu.
Belum sepenuhnya tangga itu dilewati, tapi Ari sudah bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi meski sekilas.
Di sana, dia melihat seluruh penghuni rumah sedang duduk mengelilingi meja. Saat melihat Wisnu duduk di antara mereka. Barulah Ari sadar kalau polisi yang akan menjemput Genta sudah datang.
Tadi setelah kembali dari rumah sakit, dia langsung tidur sampai-sampai tidak tau kapan orang-orang itu datang.
Mendadak lemas dan sedikit pusing, Ari memilih mendudukkan tubuhnya di undakan anak tangga. Suara dari arah ruang tamu terdengar dari tempatnya duduk.
Ari menundukkan kepalanya, mengacak rambutnya sendiri, rasa tidak tega itu tiba-tiba muncul di benaknya.
"Kamu di sini?"
Ari mengangkat kepalanya, dia melihat Rani sudah berdiri di hadapannya.
"Gimana?" Suara Ari terdengar sangat pelan.
"Kalau kamu kuat, kamu boleh ikut gabung. Tapi kalau sekiranya gak kuat, kamu masuk lagi ke kamar dan gak usah dengerin apapun." Rani berjalan mendekatinya lalu menyisir rambutnya yang berantakan menggunakan jari tanganya.
Ari mengembuskan napas kasar. Ini masalahnya, dia harusnya berada di sana juga.
"Aku mau ke sana aja," ucap Ari seraya berdiri berpegangan pada ralling tangga.
"Mama gak mau kamu maksain." Rani memegang pundak Ari saat anak itu akan berjalan melewatinya.
"Ini masalah aku, Ma. Aku harus ada di sana."
"Ada papa kamu. Papa udah serahin semuanya ke Om Wisnu supaya kamu bisa tenang."
"Tapi aku udah ada di sini dan aku gak bisa tenang."
Ari berjalan begitu saja melewati Rani. Dia tidak mungkin bisa tenang dan tertidur pulas di kamarnya sementara suara ribut dari bawah terdengar sampai ke sana.
Saat hampir sampai di ruang tamu. Ari bisa melihat wajah merah padam milik Diandra, sementara Genta sudah akan pergi bersama polisi dan Wisnu.
"Ta," panggil Ari sambil berjalan ke arah teras menyusul Genta, diiringi tatapan dari orang-orang yang ada di sana.
Genta tersenyum. "Gue pergi dulu," pamitnya.
Ari tidak membalas lagi, dia hanya menelan ludah guna membasahi kerongkongannya yang terasa sangat kering. "Nanti gue nyusul," ucapnya.
Genta mengangguk lalu pergi.
Dhika yang berdiri tidak jauh, menatap tidak suka. Dia sudah menyerahkan kasus ini sepenuhnya pada Wisnu. Ari seharusnya sudah tidak perlu datang ke kantor polisi, kecuali nanti jika kasus ini sudah dibawa ke ruang sidang.
Dengan langkah sedikit terseok, Ari kembali masuk. Untung saja Dhika langsung memegang pundaknya saat melihat anak itu hampir terjatuh.
"Kenapa kamu gak istirahat di kamar aja?"
Ari diam tidak membantah saat Dhika membantunya kembali berjalan ke kamar. Bukannya dia tidak melihat Diandra yang menatapnya meminta penjelasan, tapi jangankan untuk bicara untuk berdiri pun rasanya dia sudah tidak punya tenaga.
Rani langsung memberikan segelas air pada Ari saat anak itu sudah masuk ke kamarnya. Perempuan itu juga mengusap keringat dingin yang muncul di kening anaknya itu.
"Mama bilang juga apa," lirih Rani khawatir.
Ari tidak membalas, dia memilih meringkuk lalu menarik selimut.
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong? ✔
Teen Fiction(Beberapa part diprivat) Selama ini, Ghifari Syauqi merasa memiliki keluarga. Tetapi tiba-tiba dia merasa bingung ketika ada orang yang mengatakan jika yang disebut keluarga hanyalah orang orang yang memiliki ikatan darah di antara satu sama lain...