Cowok paling nyebelin itu saat sakit tapi tetap kelihatan hawt. Nggak bisa ngelak lagi, aku pasti kalah.
Itu yang terjadi pada Bos Dimas ter-fakyu ini.
Tadi, selesai baca beberapa artikel yang siap cetak, aku bilang Ongka buat nggak usah jemput dengan alasan mau jenguk Dimas. Awalnya Ongka gigih mau ikutan, tapi nggak kubolehin. Bisa mati kaku kalau berada di tengah dua lelaki akibat pesona masing-masing.
Disambut sama asisten rumah tangga, aku diizinkan masuk ke kamar Bos. Agak deg-degan gimana gitu. Meskipun ini bukan kali pertama, tetap aja rasanya aneh karena dulu aku sempat berkhayal bisa jadi Nyonya dan tidur di kamar ini sebelum tahu kalau patung salib terpampang sebagai hiasan.
Sedih.
Tapi hari ini agak senang juga, karena orang tua Bos Dimas lagi nggak ada. Orang kaya nggak pernah di rumah apa ya. Cukur rambut ke New York, makan siang ke Jepang, beli baju buat tidur nanti malam ke Paris. Ya ampun, kalau mau nikahan bisa keliling dunia kali ya. Saking nggak ada habisnya, eh gagal malam pertama. Padahal, itu yang paling ditunggu sama Bos Dimas. Mampus.
Aku berdiri di samping ranjang. Si empu masih tengkurap di balik selimut, kayaknya dia nggak sadar ada makhluk lain yang eksis di sekitaran. Rambutnya lagi acak-acakan gitu, pasti tambah hawt. Ya ampun, posisi tengkurap aja menggoda iman (padahal yang kelihatan cuma kepala), gimana kalau dia lagi ngerayu Audy coba.
Ah, sialaaaaaan! Mau jadi Audy, toloooong!
"Pak."
"..."
"Pak Bos."
Muka itu nggak mau noleh ke sini apa ya. Padahal aku udah touch up lagi lho sebelum datang ke sini. Yakin. Pakai lipstik marun yang kata Bos Dimas sih aku kelihatan seksi. Nggak kayak anak kecil yang cuma beraninya warna pink.
Hm.
Aku duduk di space yang kesisa dikit di ranjang besar itu. Siapa tahu dengan begini kan dia jadi kerasa kalau aku manusia bukan arwah dari jembatan legendaris itu. Sama-sama manis, sih. Cuma enggak ah, masih manis aku banyak.
"Pak. Halo, Pak. Saya---
"Dwar!"
"Astagfirullah, Bapak ih nggak lucu!"
Untung aja aku nggak terpental coba. Di saat aku nahan buat nggak nyolokin jari tengah ke matanya, dia malah ketawa. Padahal, mukanya pucat banget ya ampun! Ini orang tuanya gimana sih, anaknya pucat kayak gini malah nggak di rumah!
"Saya udah bisa nyium kok keberadaan kamu, Ga." Senyumnya terbit dari bibir yang pecah-pecah itu. Dia pasti beneran sakit. "Sama siapa? Dianterin Ongka?"
"Enggak."
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa." Aku mandangi sekitaran kamar yang didominasi warna putih. Nggak ada yang berubah. Kuhitung dalam hati, ada empat foto close up Audy dengan tema black and white terpajang di dinding. Dibawah patung salib itu. Kemudian, ada satu foto lagi di sebelah kanan ranjang dengan ukuran lumayan besar. Foto lamaran mereka kemarin. Betapa manisnya cowok ini, Tuhan. Aku hampir nggak kuat lihatnya. "Mbak Audy belum pulang dari Ubud, Pak?"
Lah, nih orang udah sandaran aja di kepala ranjang. Narik selimut sampai dada. "Belum. Tadi nangis karena mau pulang, saya bilang nggak apa-apa. Gangika bakalan rawat saya sampai sembuh kok."
Dih, enak aja. Laki siapa disuruh ngerawat siapa. "Saya kan bukan babu Bapak."
"Tapi kamu mau kan, buktinya datang ke sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET - TALK ✔️
Romanzi rosa / ChickLit[[CERITA DIPRIVASI]] "Kamu tahu nggak, Bhoo, selain sebagai buah, pisang berfungsi sebagai apa?" Aku cuma diam kayak orang bego. Tautan jariku semakin kencang. "Dipakai beberapa orang buat bantu nelen pil. Bahkan, beberapa di antara mereka itu sebe...