X | S w e e t - t a l k

46.5K 6.9K 352
                                    

Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya.

Ratusan kali selama hidup, aku dengar pepatah ini. Hasilnya, kadang percaya sering juga enggak. Tergantung kondisi saat itu. Kalau kebaikan yang dibilang mirip orang tua, aku sih jelas bangga. Tapi, kalau kelemahan atau keburukan, aku loading dulu deh.

Dulu, hampir semua tetangga di Jambi bilang, kalau aku ini gigihnya mirip Mama. Jelas, Mama adalah perempuan tangguhnya Jambi. Kalau nggak tangguh, nggak mungkin punya gubernur sekece Zumi Zola. Ih, ya ampun, kalau ngomongin Bapak Gubernur ganteng satu itu, bawaannya pengin dihalalin sekarang. Jadi yang kedua asal nggak diserang haters dan keluarga istri pertama, kurasa nggak masalah.

Istri pejabat, Bok!

Balik lagi soal Mama. Dia bangga banget katanya punya anak cewek yang strong kayak aku. Ini bukan sombong lho ya, cuma mau gimana lagi kan? Fakta itu bakalan berbicara tanpa perlu manipulasi. Soalnya, sebagai anak terakhir yang punya satu kakak perempuan juga, aku dianggap manja sama beberapa. Sampai waktu itu, Mama dan Papa nasehatin aku buat jadi rantau di Jakarta---yang mereka percaya sebagai ujian hidup paling mabrur---dan kalau aku bisa menaklukan Jakarta tanpa embel-embel rusak dibelakang nama, artinya aku juga bisa bungkam semua mulut nyinyir mereka.

Iya, di saat orangtua lain nggak mengizinkan anaknya ke ibu kota, Mama dan Papa malah mendorong. Ajaib. Itu aja.

Namun, yang aku nggak suka dari sikapnya Mama dan disama-samain sama aku adalah yang satu ini. Jelas bukan aku banget.

"Ya ampun, Bhoooooo. Kamu tahu enggak, yang kemarin Bu Indah ngata-ngatain kamu di Jakarta bakalan rusak, sekarang anak perempuannya, si Jihan itu tiba-tiba udah hamil lima bulan!"

Dwar! Bayangin aja ekspresi Mama pas ngomong itu di video call kayak ibu-ibu komplek yang lagi melingkari tukang sayur dan tiba-tiba ada salah satu warga jadi bahan gosipan.

"Biarin, Ma. Namanya juga cewek, ya hamil lah. Kalau cowok, baru tugasnya hamilin."

"Bukan gitu!" Matanya melirik kiri-kanan, kayak gosiper sejati banget. Sambil dengus-dengus gitu ya ampun. "Mama cuma seneng aja sih, akhirnya Allah tuh kasih buka mata seluruh dunia. Yang kalem, eh belendung. Kamu yang urakan aja bisa jaga diri ya, Bhoo? Tapi kalau bisa sih kalem dan jaga diri, Bhoo."

"Hm."

"Kemarin dia nangis-nangis, Bhoo. Jihannya itu sampai hampir di usir, ih pokoknya drama banget, Bhoo. Seru. Sayangnya kamu nggak di rumah sih ya." Mama noleh ke samping, tiba-tiba wajahnya panik dan dia mendekatkan mukanya ke layar smartphone sampai yang kelibatan cuma mulutnya. "Eh, Bhoo, udah ya. Ada Papa. Nanti kita lanjut lagi kalau ada perkembangan. Kamu hati-hati di sana. Jangan mau dihamili, Bhoo kalau belum dinikahi. Oke?"

"Iya, Ma. Mama sama Papa jaga kesehatan ya."

"Siap, Sayang. Dadaaaaah!"

Jihan hamil. Kenapa dia bisa hamil kalau setahuku aja nggak pernah punya pacar? Manusia tuh emang kompleks. Yang kelihatannya diam, tapi dalamnya menyimpan banyak cerita. Yang banyak tertawa, jiwanya kadang penuh luka.

Padahal, kalau dilihat-dilihat, orang tua Jihan itu terdidik. Di saat banyak orang jaman dulu hanya sebatas SMA, mereka adalah lulusan sarjana. Begitu pun dengan Jihan, sekarang ia sedang menjalani pendidikan kedokteran.

Bu Indah kalem, tapi nyinyir. Suaminya humoris, baik juga. Jihan ini nyeleweng dari mana aku juga nggak tahu. Ternyata, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya itu nggak selamanya benar. Karena menurutku, ada beberapa hal yang dianggap 'siapa' orang tua itu akan menurun ke anaknya. Anak pencuri bukan berarti seratus persen dia akan menjadi orang yang sama. Karena nyuri itu bukan watak, tetapi tindakan yang dihasilkan karena banyak faktor.

SWEET - TALK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang