Tolooooong, Pak Panglima tolooong!
Aku nyaris mati.
Dengan bangga, sekarang aku bakalan bilang kalau beberapa tahun lagi mungkin aku bisa nyusul kepintaran Deddy Mulyana karena bisa menemukan teori baru! Hyaaaa, aku beneran membuktikan analisaku kalau cowok yang banyak ekspresi itu jago banget ciumannya!
Beneran, Booook!
Sumpah.
Yakin.
Suwer.
Aku nggak bohong.
Kakiku lemas banget sekarang! Jantungku semacam aritmia; berdebar nggak keruan. Nggak peduli di mana lokasi kami sekarang. Gimana posisiku yang duduk sambil dongak di sofa, dengan Ongka yang nggak sepenuhnya duduk karena berusaha jaga jarak mukanya dengan mukaku. Ya ampuuuun, sumpah, ini manis banget! Badanku sampai panas dingin karena sensasi yang udah ... nggak tahu berapa lama sejak aku ngerasain ini.
Telapak tangan kanan Ongka masih nggak pindah dari pipiku. Ibu jarinya mengelus pelan. Sementara tangan kirinya menjaga kepalaku agar tetap pada posisi terbaiknya. Bibirnya terus bergerak, sama sepertiku, berlomba siapa yang paling dominan. Dan, jelas, Bhoomi Gangika nggak akan kalah.
Sumpah.
Aku nggak mau kalah, Booook! Ongka harus tahu kalau aku juga lebih jago dari dia. Lihat saja ini! Dia sampai mengerang karena aksi nakalku yang menggigit bibir bawahnya! Sampai akhirnya, ia tertawa di sela ciuman kami, nyatuin kening dengan napas sama memburu. Bibirnya bergerak lagi, ngecup pucuk hidungku, menghasilkan bunyi romantis.
Tanganku juga belum kualihin dari lingkaran lehernya. Ini terlalu luar biasa. Aku sampai pening bukan main. Lidahnya ahli banget, Boook, udah kayak gosokan yang ke sana-sini dan langsung bikin baju kusut jadi kinclong tanpa cela!
Ongka menarik wajahnya dikit, kasih aku senyum manis. Jemarinya naik ke mata, ngelus pelan lingkaran bawah mata yang mungkin kelihatan hitam panda. Terus gerak lagi, ngelus alisku yang untungnya selalu kujaga supaya selalu on fleek. Dia senyum lagi, makin lebar.
Tubuhnya udah duduk sempurna di sofa, tetapi tangannya nggak bergerak dari wajahku.
Kok jantungku makin disko-an sih? Duh, senyumnya lengkap rambut keriting yang udah semrawut karena tanganku itu kok jadi perpaduan yang manis? Kayak style Asia digabung sama Eropa gitu. Bagus kaaan?
"Manis, Bhoo." Akhirnya, dia ngomong juga! "Lembut kayak pisang." Dia menjilat bibir bawahnya. Ya ampuuuuun, super-seksi-aksi!
Tolooooong, pisang ada di mana-mana!
"Mau lagi, Bhoo. Dikit aja."
Aku mendengus. Dorong dadanya dan bikin dia ketawa. Ongka menyandarkan badannya ke sofa. Dadanya naik-turun, mungkin lagi coba normalin napasnya. Diam-diam aja ya, Boook, aku jadi ngebayangin Ongka kalau lagi beneran on fire gimana hawt dan manisnya di satu waktu ya?
Duh, toloooong!
"Kamu hebat, Bhoo. Suwer. Aku kira kamu---"
"Nggak pengalaman gitu?" Aku mencibir, lihat dia nganggukkin kepala. "Sori, sori aja ya, Ka. Soal urusan perang lidah aku pasti menang."
"Ohya?"
"Iyalah! Jangan perna remehin anak imut, manis kayak aku gini. Kalau udah beraksi, kelar hidup lo!"
Dia malah ngakak. Ngerubah posisi jadi menghadap aku. Maju lebih rapat. Sialaaaan! Aku digodain lagi, Pak Panglimaaa! Mukanya maju sampai cuma tinggal beberapa senti dari mukaku. Alamaaak! Mana kuat aku. Bibir tipis-dashyat-ampun-ampunan itu bergerak pelan, kayak sengaja dibikin-bikin. "Mau taruhan, Bhoo? Menang siapa?" Dia punya senyum iblis menantang!
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET - TALK ✔️
ChickLit[[CERITA DIPRIVASI]] "Kamu tahu nggak, Bhoo, selain sebagai buah, pisang berfungsi sebagai apa?" Aku cuma diam kayak orang bego. Tautan jariku semakin kencang. "Dipakai beberapa orang buat bantu nelen pil. Bahkan, beberapa di antara mereka itu sebe...