5

232 30 5
                                    


   Cuaca pagi masih terasa. Anginnya segar dan langit tampak ceria. Begitu pun dengan susana hati Eunbi yang kini tengah berjalan santai menuju rumah Dahyun. Meski baru saja menolak ajakan ibunya, ia tidak terlihat sedih dan menyesal. Ia malah tersenyum senang dan menyaoa setiap orang yang dijumpainya, bahkan menghitung setiap langkahnya.

    Dua rumah lagi harus dilewati untuk sampai ke tujuannya dan ia masih berhitung ria. "Seratus dua puluh tiga, " ucapnya, tapu tak lama ia berhenti di angka itu.

   "Ah, benarkah seratus dua puluh tiga? Aigoo, aku lupa hitunganku sudah sampai maa. " Eunbi memukuli kepalanya pelan berulang kali.

   "Berapa, ya? "Ia berhenti memukuli kepalanya, kemudian menggeleng begitu saja. "Ah, molla, " ujarnya, dan melanjutkan perjalanan tanpa menghitung.

   Tiba di depan pintu gerbang, Eunbi tidak bergegas mengetuk atau masuk. Ia malah mendorong pelan gerbang itu agar terbuka, lalu menjulurka kepalanya. Pandangannya terhentu tepat pada punggung seseorang, perempuan yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya.

    Setelah memastikan Dahyun tidak menyadari kehadirannya dan fokus menjemur pakaian, Eunbi masuk perlahan-lahan dengan berjinjit untuk menahan suara langkahnya.

   "Hwang Eun Bi? Kaukah itu? "Masih dengan memunggungi Eunbi, Dahyun bertanya. Ia menghentikan aktivitas menjemurnya.

   Eunbi, yang tadinya ingin memberi kejutan, masih membungkuk kecil. Dengan spontan ia menghentikan langkahnya saat ditanya Dahyun, kemudia menegakkan tubuhnya. "Sejak awal kau sudah tau aku datang, " angguknya, lalu mendekati Dahyun.

    Mereka berdua pun kini berdampingan.

    "Tentu saja. Kepalamu itu terlihat sangat jelas, " kekeh Dahyun.

    "Kepala? Ah, saat mengintip, ya? "

    "Hmm. "

    "Apa kau kaget? " Eunbi menoleh pada Dahyun.

    "Anehnya tidak. " Dahyun menggelengkan kepala dan balas menatapnya.

     "Kalau malam, pasti kaget, kan? " tebak Eunbi.

      "Mungkin saja, " jawab Dahyun singkat.

      "Kuharap tidak. Mana ada hantu sencatikku?! "Eunbi tersenyum percaya diri.

       "Yeobo eodiseo? " tanya Eunbi, celingak-celinguk mencari harabeoji.

        "Sudah berangkat ke pasar, " jawab Dahyun, seakan mengerti panggilan Yeobo untuk harabeoji-nya itu. Ia lalu kembali menjemur pakaian.

       "Apa kita akan ke sana? Ini, kan, libur," tawar Eunbi. Tanpa disuruh, ia membawa pakaian yang basah dan membantu Dahyun menjemur.

        "Aku sudah memasak untuk harabeoji dan akan mengantarkannya. Tapi aku melihat jemuran di dekat kamar mandi, sepertinya tadi malam aku mencuci dan belum sempat menjemurnya, " terang Dahyun.

        "Kalau begitu, kajja, kita selesaikan! " Eunbi segera membantu Dahyun menjemur. Melihatnya membuat Dahyun tertawa kecil.

         "Kajja! "

🎀🎀🎀🎀

GEUMSAN Ginseng

  Tak ada yang berubah sejak Eunbi mengunjungi pasar ginseng terkenal ini seminggu lalu. Namun, lain halnya bagi Dahyun. Suasana dan apa yang dilihatnya sekarang jelas menjadi sesusatu yang baru. Terpaksa ia melupakan hal itu meski sebenarnya dalam hati ingin sekali dirinya mengingat segalanya dengan baik, termasuk tempat harabeoji berjualan.

   Eunbi menoleh pada Dahyun yang sedari tadi diam sejak menasuki pasar. Dahyun tengah fokus memperhatikan berbagai ginseng yang sedang diperjualbelikan. Sesekali ia melihat seperti apa rupa penjualnya, juga melihat orang-orang yang tengah sibuk mengangkut barang.

   Eunbi ingin mengajak Dahyun mengobrol, tapi ia merasa ragu untuk mengalihkan perhatiannya. Akhirnya ia memutuskan untuk ikut melihat dan memerhatikan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya.

    "Apa setia libur kita sering ke sini? " tanya Dahyun tiba-tiba.

   Eunbi, yang telah selesai bicara dengan seorang pria berusia sekitar 40 tahunan yang menyapa mereka, segera menoleh padanya. "Hmm, bisa dibilang begitu, " Eunbi mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ahjussi tadi bahkan mengenal kita. "

   "Tapi aku tidak, " jawab Dahyun singkat.

   "Aku juga. "

   Jawaban polos Eunbi membuat Dahyun kaget. "Wae? " ia bertanya dengan tampang bingung.

  
   "Karena terlalu banyak orang dan wajah mereka berbeda. Aku tidak ingat, " Eunbi berkata jujur tanpa bermaksud menyinggung Dahyun. Dahyun mengerti dan menanggapinya dengan anggukan kecil.

    "Setelah mengantarkan makanan, bagaimana kalau kita bermain? " usul Eunbi. Masing-masing dari mereka membawa bekal makanan.

     "Main ke mana? Daripada main, kita belajar saja, " usul Dahyun. Selain makanan, ia juga membawa minuman hangat.

    "Dalam tujuh hari, kita hanya bisa libur satu haru. Cukup enam hari saja kita belajar! " keluh Eunbi.

    "Tapi aku merasa kita punya banyak tugas. "

    "Perasaanmu memang tajan, " puji Eunbi.

    "Aku hanya menebak, " jawab Dahyun dengan santai.

    "Tebakan yang tepat. "

    "Makanya, kita harus belajar dan mengerjakan tugas. "

     "Bagaimana kalau kita melakukannya di sore hari? " tak mau kalah, Eunbi kembali mengusulkan ide.

     "Kalau siang ada waktu, kenapa harus sore? "

     "Siang, kan, kita jalan-jalan, " Eunbi bicara dengan penuh keyakinan.

     "Benar. Dilihat dari wajahmu, kau itu suka bermain, " canda Dahyun.

     "Memangnya wajah suka bermain seperti apa? " jelas tampang polos Eunbi terlihat.

     "Itu karena---" sebelum Dahyun menyelesaikan perkataannya, seorang pria bertubuh kecil, tapi cukup tinggi dengan pakaian sederhana menjatuhkan bawaannya, dua kardus lumayan besar berisi ginseng, tepat di depan kedua gadis itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC

   

       

Love me ; Kim Dahyun (Hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang