Ali membuka pintu ruangan ibunya dan nampak Resi yang sedang berbaring ditemani Kaia dan Davi (Tunangan Kaia) dengan cepat Ali menghampiri ibunya itu. Kaia yang sedari tadi duduk disamping ibunya kini beralih memberikan tempat untuk Ali.
"Ibu.. Ibu udah sadar? Alhamdulillah. Sekarang apa yang ibu rasakan? Apa masih ada yang sakit?" Resi tersenyum melihat raut wajah senang dari puteranya. Sebelah tangan Resi terangkat mengelus rambut Ali pelan.
"Ibu sudah baikkan nak"Resi berucap pelan diiringi senyum manisnya. Ali menggenggam tangan Resi yang mengelus rambutnya, kemudian dikecupnya lembut punggung tangan Resi membuat Resi terpejam sejenak merasakan kasih sayang seorang putra kesayangannya.
"Bu.. Jangan sakit lagi ya. Ali khawatir, ibu harus sembuh"Lirih Ali menatap lekat kedua mata Resi.
"Ibu akan berusaha bertahan nak. Doakan saja yang terbaik untuk ibu"
"Pasti bu! Setiap saat, setiap detik, Ali akan selalu berdoa untuk kesembuhan ibu"
"Ibu boleh minta sesuatu sama kamu?"
"Apa itu bu?"
"Cepat cari pasangan hidup kamu Li, jadi jika ibu pergi terlebih dahulu, kamu akan ada yang menjaga. Ibu tidak ingin menunggu lama lagi. Ibu minta kamu secepatnya menikah"
Ali terdiam tidak tau apa yang harus ia katakan saat ini. Menikah bukanlah perkara mudah. Dan ibunya malah menyuruhnya cepat-cepat menikah. Bagaimana bisa? Jika kekasih saja Ali tidak punya.
"Minggu depan, Kakakmu akan melangsungkan pernikahannya dengan Davi. Dan ibu berharap setelah kakakmu, kamu secepatnya menyusul. Carilah secepatnya pasangan hidup kamu. Ibu ingin melihat kamu bahagia"
***
"Selesai! Yeyyyy!"Pekik Prilly saat baru saja menyelesaikan lukisannya. Melukis adalah hobi Prilly sejak umur 9 tahun, hingga saat ini Prilly masih sering meluangkan waktunya untuk melukis. Apalagi dihari minggu. Prilly selalu menghabiskan waktunya untuk melukis.
Prilly tersenyum melihat hasil lukisannya, senyum yang diiringi binaran matanya. Entah mengapa akhir-akhir ini Prilly selalu teringat akan sosok Gurunya itu. Saat ini pun yang ia lukis adalah Ali. Sungguh! Prilly tidak tau apa yang sebenarnya ia rasakan sehingga ingin melukis wajah Ali yang tampan.
"Aaaaaa Pak Guru senyumnya bikin diabetes!"
"Coba aja kalo Pak Guru gak nyebelin, pasti aku tambah lope-lope!"Ungkapnya diiringi tawa kecilnya.
***
Ali mengacak-ngacak rambutnya prustasi. Kini apa yang harus ia lakukan? Ibunya kembali koma membuat Ali semakin dilanda kebimbangan.
"Lii, kamu harus tenang"Ucap Kaia yang sedang duduk dikursi panjang yang tersedia di depan kamar rawat ibunya. Sementara Ali sedari tadi berjalan kesana-kemari tanpa menentukkan arah.
"Bagaimana keadaan ibu?"Tanya Davi yang baru saja datang menemui Ali dan Kaia. Kaia berdiri dari duduknya, menghela nafas pelan, dan menghembuskannya kasar.
"Belum ada perubahan"Lirih Kaia dengan kepala yang ditundukkan. Davi terdiam, kemudian membawa Kaia agar duduk kembali.
"Kamu yang tenang ya, semua akan baik-baik saja"Ucap Davi mencoba menyemangati calon istrinya itu. Kaia hanya menjawab dengan anggukkan kepalanya saja. Setelah itu, Davi menatap ke arah Ali yang sepertinya Ali sangat gelisah saat ini. Kemudian Davi berdiri dan mendekati Ali.
Ali menoleh ke arah Davi saat merasakan tangan Davi menepuk pundaknya seraya tersenyum, Ali ikut tersenyum. Seolah Davi memberinya semangat tanpa harus berbicara. Ali mengerti itu.
