Pagi ini mentari bersinar begitu terang, menembus tirai yang menutupi kamar bernuansa klasik di sebuah apartemen di pusat kota New York. Terlihat seorang gadis yang baru saja beranjak dari tempat tidurnya seraya menyingkap tirai dengan sebelah tangan, membiarkan sedikit demi sedikit cahaya menyalinap masuk dan menerangi seluruh penjuru ruangan kamar itu. Ia membiarkan matahari menerpa wajahnya yang entah mengapa mampu membuatnya merasa tenang, seakan terlepas dari semua beban di pundaknya, melupakan masalah hidupnya walau hanya sesaat, dan membantunya menata kembali kehidupan yang ia rasa sudah cukup berantakan. Sesaat ia hanya berdiri disana, menutup mata, dan menikmati hari yang cerah. Setiap detik sepertinya sangat berharga, hanya ketenangan tanpa rasa tegang ataupun kegelisahan. Ya, ia merasa begitu nyaman.
Hingga suara dering ponsel membuanya terperanjat, sontak ia menoleh dan membawa benda itu kedalam genggamannya. Ia mendesah frustasi siapa lagi yang tega mengusik ketenangannya? Membuatnya kembali tersadar pada kenyataan yang ada. Menyeretnya pada semua permasalahan dan fakta bahwa hidupnya berantakan. Tidak! Lebih tepatnya hancur berantakan. Setidaknya itulah pendapatnya.
"Ada apa?" ucapnya dengan nada dingin.
"Oh ayolah Adrien mengapa kau terdengar kesal? Apa aku mengganggumu?" ucap seorang lelaki di sebrang sana dengan nada menggoda.
"Katakanlah Drew aku sedang tidak ingin bercanda sekarang!!!"
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu. Aku hanya ingin bilang, aku akan menjemputmu jam 9, hari ini kita ada pemotretan Ad, dan aku harap kau tidak lupa itu." jawab Andrew. Adrien memijat keningnya dengan satu tangan, ia benar-benar lupa jika hari ini ada pemotretan.
"Tunggu, jemput aku jam sepuluh! Aku baru saja bangun tidur Drew."
"Tidak Adrien aku akan datang jam 9, okay? Dan aku harap kau sudah siap saat aku tiba di sana." Jawabnya telak, bukan seperti permintaan tapi lebih seperti perintah.
"Baiklah." Jawab Adrien pasrah.
Sekarang Adrien sudah mulai terbiasa dengan sikap sahabatnya Andrew yang selalu saja seenaknya. Jika orang lain Adrien pasti akan memberinya pelajaran, tapi apa yang bisa ia lakukan pada Andrew? Lelaki itu sudah banyak membantunya, bahkan jika tanpa Andrew mungkin saat ini ia masih berada di rumah itu, dengan semua tekanan dan aturan yang terkadang membuatnya merasa sesak.
Semenjak pertengkaran dengan ayahnya Adrien memutuskan untuk meninggalkan rumah. Ia juga berjanji tidak akan kembali atau menerima bantuan apapun dari ayahnya. Setidaknya itulah yang Adrien ucapkan sebelum ia pergi. Alhasil, keputusan Adrien meninggalkan rumah tanpa uang sepeserpun membuatnya kelabakkan sendiri. Untung saja, ia memiliki seorang paman yang selalu siap sedia membantunya dalam situasi apapun. Ya! Albert Leonardo Willey, paman kesayangan Adrien yang kini telah menetap di Inggris. Adrien menceritakan segalanya pada pada Albert. Dan persis seperti dugaan Adrien, pamannya itu dengan senang hati mau membantunya.
Maklum saja, Albert memang sangat menyayangi Adrien. Sejak dulu ia selalu ingin punya seorang putri, tapi sayang sampai saat ini keinginannya itu tak juga terwujud. Hal itu yang menyebabkan Albert mencurahkan segala kasih sayangnya pada Adrien, seolah Adrien itu memang putri kandungnya. Bahkan, terkadang Adrien berfikir bahwa Albert lebih bisa memahaminya dibanding dengan ayahnya sendiri. Dan sekarang, Albert lah yang menjamin segala kebutuhan Adrien. Ia juga memberikan sebuah apartemen untuk Adrien tinggal, apartemen mewah yang dibelinya dari keluarga Andrew. Bahkan, setelah Adrien menjadi seorang model terkenal seperti sekarang, Albert tetap tak pernah sekalipun absen mengirimkan uang saku pada Adrien tiap bulannya. Tentunya, dalam jumlah yang cukup besar.
Karena hal itu, meskipun Adrien pergi meninggalkan rumah, ia tak pernah merasa kekurangan sesuatu apapun. Lagi pula pamannya sudah memenuhi semua kebutuhannya. Ia masih bisa hidup dengan nyaman bahkan kini ia merasa lebih bebas. Sekarang, Adrien dapat melakukan apapun yang dia suka tanpa ada aturan yang mengikatnya lagi.
Adrien memang bukan orang yang bisa dibilang ramah. Ia termasuk pada barisan orang-orang yang bersifat dingin, bahkan mungkin bisa dibilang anti sosial. Adrien tidak suka keramaian ataupun orang banyak. Ia pemilih dalam berteman, ia juga cenderung membenci mahluk tuhan bersifat pemaksa yang dinamakan pria. Ia hanya mau berteman dengan orang-orang yang menurutnya bisa ia percaya. Dan yang beruntung bisa menjadi teman Adrien hanyalah 3 orang saja. Siapa lagi jika bukan Luisa, Diandra, dan Andrew. Sebenarnya, banyak orang yang dengan senang hati ingin menjadi teman Adrien apalagi setelah tau siapa orang tua Adrien. Tak jarang pula para pria tertarik dan menyatakan ketertarikannya pada Adrien. Tapi, wanita itu tak pernah menggubris satupun dari mereka. Baginya tak ada yang memberi tanpa menginginkan imbalan. Kecuali ketiga sahabatnya tentunya.
Dibalik sifat dinginnya itu, sebenarnya Adrien adalah gadis yang sangat cantik. Kecantikan natural yang diturunkan dari ibunya. Terlebih lagi dengan tubuhnya yang proporsional ia semakin terlihat sempurna. Rambutnya yang panjang, hitam, dan indah terlihat begitu kontras dengan kulit putih mulusnya. Mata hijau beningnya dapat membuat siapapun terbuai bahkan dalam sekali pandang. Semua kalebihan itulah yang kini membuat Adrien sukses menjadi super model terkenal mengikuti jejak mendiang ibunya.
***
Diliriknya jam sudah menunjukkan pukul 07.30 Adrien segera berjalan menuju kamar mandi dan membasuh tubuhnya. Setelah selesai mandi Adrien segera bersiap-siap untuk pergi ke tempat pemotretan. Ia mengenakan sebuah kaus putih polos lengan pendek, celana jeans hitam, dan cardigan coklat tanpa lengan dengan panjang selutut. Semuanya terlihat begitu pas dengan tubuhnya yang tinggi dan langsing. Melekat sempurna membuatnya terlihat bak bidadari. Apalagi dengan rambut hitam panjangnya yang dibiarkan teruai dan siap terbang bebas saat diterpa angin, seakan menjadi sebuah perpaduan yang kompleks dan sempurna.
Kini Adrien tengah berkutat di depan cermin sibuk menyapukan bedak tipis membungkus kulit halusnya. Dan sedikit polesan lip ice merah muda di bibir mungilnya. Adrien memang tidak suka sesuatu yang berlebihan termasuk dalam hal ber make up. Baginya sedikit polesan saja sudah cukup membuatnya terlihat lebih baik. Tak perlu sesuatu yang berlebihan yang justru membuatnya terlihat seperti badut yang biasa tampil di acara ulang tahun anak kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Color In The Dark
RomanceEntah bagaimana caranya menggambarkan sebuah rasa yang terpendam... Antara kau dan aku, atau kita??? Entahlah... hanya satu yang mungkin nyata... Bagiku kita adalah sama Dua raga dalam satu jiwa Aku hanyalah sesak tanpa dirimu Aku hanyalah hampa t...