Hari ini pemotretan begitu padat, foto Adrien dan Andrew diambil dengan berbagai pose. Kebetulan hari ini mereka foto berpasangan. Waktu terus bergerak kian berlalu, tak terasa langit kini mulai terlihat redup, jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Pose terakhir dari jadwal pemotretan hari ini pun telah selesai. Adrien melangkahkan kakinya dengan gontai keluar dari studio. Diikuti dengan Andrew yang berjalan dibelakangnya. Lelaki itu masih saja terlihat segar, sepertinya ia sama sekali tidak merasa lelah, berbeda dengan Adrien yang sepertinya sudah mau pingsan saja.
"Adrien!!!"
Mendengar ada yang memanggil namanya, Adrien menoleh kesumber suara, terlihat seorang gadis yang tengah berlari menghampirinya seraya melambaikan tangan. Dia adalah Diandra sepupu Luisa yang sekarang menjadi teman Adrien juga. Sama seperti Adrien, Diandra juga bergerak di bidang modeling, hanya saja ia tidak terlalu terkenal jika dibandingkan dengan Adrien ataupun Andrew. Sedangkan Luisa, ia tidak memilih jalan yang sama dengan mereka, ia lebih memilih untuk membangun usahanya sendiri, yang tak lain adalah cafe tempat dimana Adrien berkumpul dengan teman-temannya di waktu luang.
"Ada apa?" tanya Adrien ketika diandra sudah berada dihadapannya.
"Kalian harus berkunjung ke cafe Luisa hari ini, dia meminta kita bertiga mencicipi menu baru di cafenya." jawab Diandra.
"Benarkah? Menu baru?" tiba-tiba Andrew sudah ada di sebelah Adrien, bertanya dengan penuh antusias dan hanya dibalas dengan anggukan dari Diandra.
"Baiklah, kami akan kesana. Iya kan?" ucapnya lagi seraya manoleh menunggu persetujuan dari gadis disebelahnya.
"Hmm" Adrien menjawab dengan berdeham.
Andrew memang selalu bersemangat jika menyangkut soal makanan. Ia tak pernah menolak mencicipi setiap menu baru di cafe luisa dan tidak akan segan untuk berkomentar bahkan mengkritik jika memang ada yang kurang. Sesuai dengan cita-cita awalnya yaitu menjadi seorang kritikus makanan. Meskipun suka makan dan jarang berolahraga sejatinya Andrew tetap memiliki tubuh yang ideal. Tubuhnya tinggi tegak seperti orang yang rajin datang ke GYM setiap minggunya. Mungkin, lelaki itu memang ditakdirkan untuk memiliki fisik yang indah tanpa perlu diperindah. Membuat setiap wanita yang melihatnya pasti akan mengaguminya. Terlebih lagi, baju apapun yang di pakai Andrew selalu melekat sempurna di tubuhnya dan ikut menambah kadar ketampanannya.
***
Tak butuh waktu lama untuk sampai di cafe Luisa. Kini Andrew dan Adrien tengah duduk di sebuah meja di sudut ruangan cafe itu. Menunggu menu baru dihidangkan ke hadapan mereka seraya sesekali menyesap Coffee latte yang menjadi minuman favorit mereka setiap kali datang kesana. Sekarang matahari mulai tenggelam, menyusut ke arah barat menyisakan secercah cahaya yang kian pudar bergantikan malam, sebelum akhirnya hanya menyisakan langit gelap bertabur bintang.
Setelah menunggu sekitar 10 menit akhirnya menu baru itu dihidangkan ke hadapan mereka, lengkap dengan dua gelas jus jeruk dan dua mangkuk ice cream ukuran sedang. Andrew menatap makanan dihadapannya dengan lapar, sementara Adrien lebih tertarik memandangi orang yang mengantarkan pesanannya.
"Mengapa kau Memandangku seperti itu Ad?" tanya wanita itu
Adrien menopang dagunya dengan kedua tangan. "Perasaanku saja atau, kau memang selalu terlihat bahagia ketika kau berhasil membuat menu baru untuk restoran ini Chef Lui?" Adrien balik bertanya pada Luisa sahabatnya yang kini menjadi koki sekaligus pemilik cafe itu. Pertanyaan Adrien membuat wanita itu terkekeh kecil.
"Aku pasti akan bahagia jika ada hal baik yang menyangkut dengan kelangsungan cafe ini Ad." jawab Luisa mantap.
Adrien mengangguk paham. Sedetik kemudian pandangannya mulai teralihkan pada makanan dihadapannya.
"Aromanya begitu lezat!!!" puji Adrien.
"Ya, dan rasanya pasti jauh lebih lezat." jawab Luisa bangga.
Adrien mulai memasukan makanan kedalam mulutnya mengunyahnya perlahan dan menikmati sensasi yang becampur diantara lidahnya. Adrien begitu terkejut dengan rasa makanan yang kini sedang berada di dalam mulutnya, rasa yang tak pernah dirasakan Adrien sebelumnya. Sebuah cita rasa makanan yang dibuat dengan penuh cinta dan ketulusan menghadiahkan secercah kehangatan bagi siapapun yang memakannya. Luisa memang sangat pandai menularkan kebahagiaan dari setiap masakan yang dibuatnya. Itu juga yang menjadi alasan Andrew memanggilnya dengan sebutan si koki yang ekspresif. Setelah berbincang dengan Adrien akhirnya Luisa kembali ke tempat dimana ia bisa menumpahkan semua ekspresinnya, dapur tempatnya belajar dan melatih kreativitas yang dimilikinya.
Sejak tadi, Andrew terus saja menikmati makanannya dengan lahap. Ia menghabiskan setiap hidangan yang disediakan oleh Luisa. Menyantapnya, dan mendesah lega ketika perutnya yang semula keroncongan kini mulai terisi penuh.
"Ahh, aku kenyang sekali." cetus Andrew seraya mengusap perutnya dengan sebelah tangan.
"Ya! Sepertinya aku juga sudah tak bisa makan apapun lagi." jawab Adrien menyetujui.
Setelah selesai makan dan berpamitan pada Luisa, mereka berduapun memutuskan untuk pulang. Andrew mengantar Adrien hingga tepat dihadapan pintu apartemen gadis itu.
"Boleh aku mampir sebentar?" tanya Andrew.
"Tidak!" jawab gadis itu cepat.
Andrew terkekeh geli kemudian mencubit pipi Adrien dengan kedua tangan, lalu menggoyangkannya dengan gemas. Hal itu sukses membuat Adrien memberenggut dan memukul lengan Andrew.
"Mengapa kau selalu melakukan itu Drew? Kau tau, aku bisa jadi chubby jika kau terus melakukan itu." Ucap Adrien setengah kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada dan memasang ekspresi wajah sekesal mungkin. Andrew kembali tersenyum dan kemudian mengacak rambut Adrien perlahan. Ditatapnya kedua bola mata gadis itu dan mendesah pelan.
"Baiklah, sepertinya aku harus pulang sekarang, selamat malam dan bawalah aku dalam mimpi indahmu." Ucap Andrew menggoda Adrien.
"Aku tidak yakin mimpiku akan indah jika kau ada didalamnya drew." Jawab Adrien seraya menahan tawa.
"Ahhh... kau membuatku terluka." Ucap Andrew berlebihan yang tak lama disusul gelak tawa gadis dihadapanya.
Adrien masih berdiri di ambang pintu menatap kepergian Andrew yang terus menjauh. Setelah bayangan Andrew menghilang Adrien pun segera memasuki apartemennya dengan tergesa. Melepas sepatu yang sudah dipakainya sejak tadi dan menggantinya dengan sandal yang sudah tersedia di samping pintu. Adrien berjalan menuju kamarnya dilantai atas, menaiki satu persatu anak tangga dengan malas. Rasa lelah kini sudah menjalari seluruh tubuhnya, ia merasa benar-benar butuh istirahat. Setelah sampai dikamar Adrien melemparkan tasnya ke sofa di samping kanan tempat tidur dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur dengan posisi terlentang dan kedua kaki yang menjuntai ke bawah. Adrien menatap langit-langit kamarnya, merenung sejenak, hingga tak lama kegelapan mulai menyelubunginya membawanya pada alam bawah sadar, hanya gelap tanpa warna ataupun cahaya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Color In The Dark
RomanceEntah bagaimana caranya menggambarkan sebuah rasa yang terpendam... Antara kau dan aku, atau kita??? Entahlah... hanya satu yang mungkin nyata... Bagiku kita adalah sama Dua raga dalam satu jiwa Aku hanyalah sesak tanpa dirimu Aku hanyalah hampa t...