Part4

105 36 32
                                    


Keesokan harinya Adrien terbangun dan menyadari bahwa ia tertidur masih dalam posisi semalam dengan kedua kaki yang menjuntai ke bawah. Ia bahkan tidak mandi ataupun mengganti pakaian. Adrien mengerjap-ngerjapkan mata dan merasa sakit di sekitar lehernya, ia juga sepertinya tidur semalaman tanpa memakai bantal. Kebetulan hari ini Adrien tidak ada jadwal pemotretan, jadi ia bisa sedikit bersantai dan menikmati privasinya.

Setelah selesai mandi Adrien melangkah menuju dapur, membuka lemari es dan tidak menemukan apapun disana.

"Sepertinya aku harus berbelanja hari ini" ucapnya tenang.

Adrien melangkahkan kakinya menuju pintu, ia meraih sebuah jaket yang tersampir di lengan sofa dan memakainya. Adrien terkejut ketika pintu terbuka dan terlihat Andrew tengah berdiri di ambangnya, dengan sebelah tangan yang terulur untuk memencet bel. Sama dengan Adrien seperti nya Andrew juga terkejut melihat seseorang yang hendak ditemuinya kini berdiri dihadapannya namun detik berikutnya Andrew mengganti keterkejutannya itu dengan senyuman khas miliknya.

"Apa kau hendak pergi ke suatu tempat Ad?" tanya Andrew.

"Apa yang kau lakukan disini Drew?" Adrien balas bertanya tanpa menjawab pertanyaan Andrew sebelumnya.

"Aku akan mengantarmu" ucap Andrew sengaja tak menjawab pertanyaan Adrien juga. Adrien mengangkat sebelah alisnya, bisa-bisanya lelaki itu mengatakan ingin mengantarnya bahkan sebelum ia bilang akan pergi kemana.

"Baiklah" jawab Adrien, enggan jika ia harus berdebat dengan Andrew karena hasilnya pasti saja nihil.

***

Tak lama akhirnya mereka sampai disebuah supermarket. Keduanya berjalan berdampingan, Andrew dengan senang hati membantu Adrien memasukkan beberapa makanan yang akan dibelinya ke dalam keranjang. Sekarang, keranjang itu sudah terisi penuh, Andrew membantu Adrien menenteng keranjang itu ke meja kasir. Adrien mengekorinya dari belakang, hingga detik berikutnya langkah Adrien terhenti ketika seorang pria menabraknya dan membuatnya tersungkur ke lantai dengan posisi yang baginya mungkin terlihat menyedihkan. Adrien meringis kesakitan, ia merasakan nyeri yang amat sangat di pergelangan kaki kirinya. Mencoba menahan rasa sakit, Adrien memegangi pergelangan kakinya yang terluka.

"Are you okay ?" tanya seorang pria yang sepertinya adalah orang yang sudah menabraknya tadi.

Adrien mendongak menata pria yang kini berjongkok dihadapannya dengan sebelah kaki yang di tekuk ke lantai. Pandangan mereka bertemu sepasang iris hijau terang milik Adrien dan sepasang iris coklat pekat milik pria itu. Hal pertama yang terlintas dipikiran Adrien saat menatap mata itu adalah.... Luka?? Ya, sepasang mata yang tak kalah indah dengan milik Adrien itu sepertinya menyimpan sesuatu.

"Are you okay?" Tanya pria itu lagi, membuat Adrien tersadar dan segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Yes.. i'm okay." jawab Adrien datar, ia segera berusaha untuk berdiri. Namun sepertinya, ia lupa jika pergelangan kakinya terkilir, membuatnya kehilangan keseimbangan dan nyaris saja terjatuh jika tangan dengan jemari kokoh itu tidak menahan bahunya.

"Hati-hati." Ucap pria itu seraya membantu Adrien untuk duduk di salah satu bangku yang ada di sana.

Pria itu duduk di sebelah Adrien tanpa menghiraukan ekspresi Adrien yang terlihat risih.

"Sepertinya pergelangan kakimu terkilir. Ayo aku akan mengantarmu ke dokter."

"Tidak perlu, aku akan pergi ke dokter bersama Andrew." Jawab Adrien nyaris tanpa ekspresi.

"Sudahlah, biarkan aku mengantarmu. Lagi pula, kakimu terluka karena ku bukan temanmu Andrew. Aku juga tak suka berhutang apapun, pada siapapun. Jadi aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah kulakukan." Ucap pria itu tak kalah dingin.

Adrien tersenyum sinis.

"Tenang saja, aku tidak menganggap ini sebagai hutang yang harus kau bayar." Balas Adrien santai.

"Itu menurutmu, tapi tidak menurutku. Bagiku ini adalah hutang kesalahan yang harus ku bayar. Dan aku pasti akan membayarnya."

" Really? Tapi aku tidak mau diantar olehmu. Kau itu orang asing, bagaimana jika kau justru berniat buruk padaku?"

Pria itu mengepalkan kedua lengannya, gadis ini benar-benar telah menguras habis kesabarannya. Matanya menatap tajam ke arah Adrien. Pria itu menghela napas.

"Baiklah. Namaku James, James Anderson Rowland. Sekarang kau sudah mengenalku bukan?? Jadi biarkan aku mengantarmu." Nada suara James kini mulai melunak, Ia meraih pergelangan tangan Adrien ke dalam genggamannya, dan mulai berdiri.

Adrien berusaha melepaskan pergelangan tangannya yang kini berada dalam genggaman James. Ada apa dengan lelaki ini?? Pikirnya dalam hati. Apa ia tidak tau artinya kata tidak??

"Dengarkan aku, James Anderson Rowland. Memberi tahu namamu saja tidak akan serta merta membuatmu menjadi temanku atau mengubah predikat mu sebagai orang asing. Kau tau itu?" Ucap Adrien dengan penuh penekanan.

Kini giliran James yang mengeluarkan senyum sinisnya. Sisa kesabarannya kini benar-benar telah menguap ke udara.

"Baiklah, terserah kau saja."

James melangkahkan kakinya dengan cepat, meninggalkan gadis keras kepala itu semakin jauh dibelakangnya. Gadis itu benar-benar telah membuat darahnya mendidih, selama ini tak pernah ada orang yang berani berbicara seperti itu padanya.
Dan berbicara dengan gadis itu berhasil membuatnya terlihat seperti orang bodoh.

Sementara itu, Andrew yang sudah selesai membayar semua belanjaan Adrien di meja kasir baru saja sadar jika gadis itu tidak lagi mengikutinya. Andrew mengedarkan pandangannya ke sekeliling, hingga matanya menangkap sosok Adrien. Ia berjalan menghampiri gadis itu, lengkap dengan kantung keresek besar yang ia bawa di kedua lengannya.

"Ada apa Ad? Mengapa kau duduk disini? Aku sudah mencarimu sejak tadi."

Kening Andrew berkerut ketika pertanyaannya tak kunjung dijawab gadis itu. Diliriknya Adrien hanya tertunduk dan memijat pergelangan kaki kirinya.

"Ada apa dengan kakimu? Apa terjadi sesuatu?." Tanya Andrew, nada bicaranya sarat akan kekhawatiran.

"Tidak, tadi aku hanya terpeleset sesuatu, dan sepertinya pergelangan kakiku terkilir." Jawab Adrien bohong. Adrien tidak tau mengapa ia berbohong kepada Andrew. Tapi ia hanya merasa tidak harus menceritakan kejadian tadi kepada sahabatnya itu.

***

Color In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang