13 - POV Eldamar Tharuk

1K 36 0
                                    

Seperti kata Olaf, dia memang hanya menonton. Tampak sama sekali tidak berminat membantu orang-orang didepanku yang berada dalam kesulitan. Delapan bunasan, tujuh endar, dan sebelas manusia. Semuanya penyihir kelas ksatria. Semuanya tinggal tubuh terbalut warna merah dengan mata penuh sorot ketakutan.

“Kau benar-benar hanya menonton. Jadi, kenapa seragam itu?” tanyaku. Pakaian yang dipakai Olaf adalah seragam divisi khusus pembunuhan Klan Beruang, jubah selutut polos dengan kerudung besar yang menutupi wajah dengan bayangan. Tapi kali ini Olaf menyingkap kerudungnya, menampakkan senyum penuh kemenangan.

“Tidak apa-apa, hanya penasaran. Aku kira kau akan menyerangku dari jauh, tapi ternyata tidak. Itu saja.”

“Kenapa makhluk-makhluk ini bisa ada disini? Bagaimana dengan keamanan warga Dul Tukaru? Dan, apa maksudmu mereka orang-orang dari klan Beruang?” tanyaku, sambil memandang mayat-mayat di sekitarku. Semuanya mati karena sabetan pedangku atau pantulan sihir mereka sendiri. Sayangnya, tidak satupun membawa senjata selain pedang, sehingga aku tidak bisa mengambil apa-apa.

“Hmm, sejak kapan kau peduli dengan orang lain lagi, Eldamar? Lagipula, apa kau masih berpikir Klan Beruang akan melepaskanmu begitu saja? Juga, apa kau tidakmempertimbangkan kemungkinan ada orang-orang dari Klan Beruang di Dul Tukaru, bahkan setelah aku memberi tahumu tentang Terra dan Yuka?”

Olaf tersenyum. Senyum pahit.

“Jadi, apa sekarang kau mau bilang kau yang akan membunuhku?” tanyaku, penasaran. Dia memang memberitahuku beberapa hal, tapi bukan berarti dia bukan musuh. Bahkan sisi mana yang dia bantu masih belum jelas.

Olaf tertawa. Kali ini sorot mata jahilnya muncul dan menatapku.

“Tidak. Toh, jika aku mau, kau akan mati sebelum sempat berkedip, ya kan? Kau memang kuat, tapi dibandingkan dengan Sugita, atau kekuatannya yang ada padaku sekarang, kau bukan apa-apa. Memantulkan serangan? Tidak berguna. Aku bisa menciptakan pisau langsung dari dalam perisaimu. Tapi, aku punya satu permintaan. Bolehkah?” tanyanya.

Aku memandangnya dingin. Olaf Rusbaka, meminta sesuatu dariku?

“Itu tergantung pada permintaannya, dan kemungkinan keberhasilanku.”

 “Ini bisa kau lakukan! Aku yakin kau bisa memenuhi permintaanku! Bahkan, mungkin hanya kau yang bisa melakukannya!” teriaknya kegirangan.

“Jadi, bisa kau katakan apa pastinya?”

“Ambilkan tubuhku! Itu saja! Aku tidak butuh yang lain, hanya tubuh asliku!” katanya sambil menunjuk ke arah utara.

“Apa maksudmu? Bukankah kau ada disini?”

“Aku tidak tahu kau sebodoh ini, Eldamar. Tapi, apa menurutmu merubah penampilan asli tubuh dalam beberapa detik bisa dilakukan manusia? Tentu tidak! Setidaknya, belum ada yang bisa. Tubuh asliku ada pada salah satu kota Klan Serigala yang dikuasai Runa Anbel. Aku tidak tahu dimana pastinya, yang jelas aku bisa merasakannya berada di utara. Aku ingin kau mendapatkannya dalam seminggu! Dengan begitu kau bisa menjelajahi kota bawah Dul Tukaru sebelum diserbu Runa Anbel!” teriak Olaf, lalu menghilang tanpa bekas.

***

Kau pasti bercanda, pikirku. Lagipula, kenapa tidak dia buat saja tubuh baru dari kekuatan manipulasinya? Atau, kenapa juga aku harus peduli? Sama sekali tidak penting dan tidak menguntungkan aku.

Menemukan satu tubuh manusia diantara puluhan ribu manusia yang tersebar di seantero wilayah utara bukanlah hal mudah. Bahkan jika aku tahu lokasi pastinya, bukan berarti tubuh Olaf tidak akan hancur dalam proses pengambilan. Tubuh manusia memang lemah.

Pembawa KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang