Sudah hampir dua jam aku berkutat di depan layar laptopku. Memilah-milah foto yang sekiranya cocok untuk diajukan sebagai karya dalam lomba fotografi nanti. Foto yang berhasil kudapatkan memang sudah cukup banyak, tapi entah mengapa aku masih saja merasa kurang. Manusia memang tak pernah puas kan?
Mataku sudah mulai perih dan berair. Aku mengusap-usapnya sebentar guna menghilangkan air mata yang timbul karena rasa perih ini. Huh, ini karena aku tak pakai kacamata anti radiasi. Memang bukan punyaku, sih, tapi punya Erlang. Erlang dulu meminjamkannya padaku, dia bilang dia gak tega ngeliat aku yang selalu merasa perih di mata karena terlalu lama mandangin layar laptop.
"Jangan dikucek matanya, nanti malah iritasi." Erlang menahan tanganku yang ingin mengucek mataku lagi. Mataku perih dan mengeluarkan air mata. Sepertinya aku gak cocok terlalu lama di depan laptop begini.
"Tapi mata aku perih, Lang." Aku masih berusaha membebaskan tanganku dari genggaman Erlang.
"Iya, aku ngerti. Nih kamu pake kacamata ini." Erlang mengulurkan sebuah kacamata tepat di hadapanku. Kacamata itu baru saja ia ambil dari tasnya.
Aku menatap kacamata itu bingung. "Tapi, mata aku kan gak minus, ngapain pake kacamata?"
Erlang tak mengacuhkan kalimatku. Ia malah memakaikan kacamata itu dan merapikan sedikit rambutku. "Ini tuh kacamata anti radiasi, kacamata ini harus kamu pake kalo lagi main laptop. Soalnya, kacamata ini bakalan melindungi mata kamu dari bahaya radiasi laptop ini, supaya mata kamu gak perih juga."
"Oh gitu,baru tau aku." Aku mengangguk-anggukkan kepalaku mendengar penjelasannya. "Terus, ini kamu beliin buat aku? Baik banget sih kamu."
Erlang hanya mendengus geli mendengar kenarsisanku. "Ge er banget kamu. Kacamata ini aku pinjemin buat kamu, bukan beliin. Aku aja baru beli, masa langsung dikasih ke kamu. Enak di kamu dong."
"Yeee... pelit banget sih, aku kira kamu beliin ini buat aku." Aku mengerucutkan bibirku menatapnya, berpura-pura marah.
Aku menggeledah laci nakas di samping tempat tidurku, mencari benda yang aku butuhkan saat ini. Kacamata anti radiasi. Sebenarnya saat itu Erlang hanya bercanda saat dia bilang kacamata itu dipinjamkan untukku. Tapi, nyatanya ia malah menyuruhku menyimpannya dan tak pernah ia pinta kembali.
Setelah menemukan kacamata itu, aku segera mengambilnya dan menutup laci nakasku. Aku kembali ke tempat aku memandangi layar laptopku tadi. Kacamata anti radiasi ini sudah berpindah tempat tepat di depan mataku. Aku pun melanjutkan kegiatanku yang tertunda tadi.
Aku merenggangkan ototku sejenak. Aku butuh istirahat, mataku sudah lelah dipakai untuk memelototi layar laptop sedari tadi. Kakiku melangkah ke luar kamar, aku ingin membuat coklat panas yang bisa merilekskan tubuhku. Saat ini sudah pukul sebelas malam, pantas saja rumahku sudah gelap gulita seperti ini.
Setelah selesai membuat coklat panas, aku segera melangkahkan kakiku kembali ke kamar. Menyelesaikan pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi itu. Aku kembali duduk di depan layar laptop. Cangkir yang berisi coklat panas, kuletakkan di samping laptopku. Ketika aku mengangkat layar laptopku yang sebelumnya kututup, aku menghela napas melihat screen saver-nya. Fotoku dan Erlang. Foto itu diambil ketika kami sama-sama mengikuti lomba fotografi. Saat itu Erlang berhasil menyabet juara pertama, sedangkan aku hanya membawa pulang juara ketiga.
Andai kamu di sini, Lang. Pasti kita bisa ikut lomba ini bareng. Kita pasti berjuang bareng. Kita pasti saling support. Gak kayak gini, cuma aku yang ikut lomba ini sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Again
Short StoryJarak. Apakah hanya karena jarak kita menjauh? Mungkin jarak hanya sesuatu tak kasat mata. Tapi, jangan meremehkan hadirnya jarak. Karena jarak bisa membuatmu kehilangan segalanya. April 2017