04. Personal Injury

77 7 1
                                    

• Pembunuh Berpalu

Aku bekerja sebagai pengacara pribadi, ketika Keyla datang ke dalam hidupku. Aku jatuh cinta padanya saat aku bertemu untuk yang pertama kali dengannya. Dia adalah seorang wanita yang sangat mempesona. Aku tahu dia adalah wanita yang sempurna bagiku dan aku yakin suatu hari nanti kami akan menikah. Keyakinanku pun terjadi beberapa tahun kemudian.

Pada hari pernikahan kami, kami mengambil sumpah di altar. Keyla berjanji takkan pernah meninggalkanku. Dia akan tinggal dan menemaniku hingga salah satu di antara kami dipanggil Tuhan. Aku pun berjanji akan selalu merawatnya. Aku takkan pernah membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padanya. Aku bertekad untuk selalu melindunginya.

Kami pindah ke bungalow (sejenis rumah yang kami sewa) usai kami menikmati masa-masa bulan madu. Aku mendirikan sebuah firma lembaga bantuan hukum dan Keyla mengurus rumah tangga. Kebahagiaan rasanya selalu melingkupi kehidupan rumah tangga kami. Setiap aku selesai bekerja, kutelpon Keyla dan menanyakan menu makan malam apa saat nanti aku pulang.

Suatu hari, kehidupan rumah tanggaku berubah ketika menjelang malam kutelpon Keyla namun dia tidak mengangkat telponku. Aku merasakan indikasi sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Saat aku tiba di rumah, aku terkejut melihat pintu depan terbuka. Pada saat itu aku tahu Keyla pasti dalam kesulitan. Aku harus melindunginya, pikirku.

Aku kembali berlari kecil menuju ke arah mobilku, kuambil sebuah palu besi di bawah jok dan bergegas masuk ke dalam rumah.

"Keyla, aku pulang!" Aku berteriak. "Kamu di mana? Keyla!"

Tak ada suara Keyla. Aku merasakan keheningan yang misterius. Aku masuk ke dapur dan tidak ada orang disana, kulihat makan malam yang terbakar di atas kompor. Segera kumatikan kompor itu dan kuperhatikan sekeliling. Hanya tersisa pemandangan yang berantakan: piring dan mangkuk yang pecah dan berserakan di lantai.

Kugenggam erat palu di tanganku. Aku mengelilingi rumah. Kupanggil beberapa kali istriku, namun tidak ada sahutan. Setibanya di kamar tidur, kutemukan Keyla tergeletak di lantai. Bajunya robek. Kulihat wajahnya yang memar dan berdarah, namun ia masih hidup.

"Keyla!" Teriakku. "Apa yang terjadi?"

"Aku tidak tahu," dia mengerang. "Seorang pria di ... Dia meminta uang ... ketika aku bilang aku tidak punya, ia mulai memukulku ... Dia tidak berhenti memukulku ... aku tidak bisa melawan dia. Dia semakin brutal menyerangku sampai aku... aku tidak ingat lagi..."

"Jangan khawatir, aku di sini sekarang," kataku, berusaha menenangkannya. " Semuanya akan baik-baik saja."

Kubawa istriku yang terluka ini ke mobil. Kubaringkan selembut mungkin ke kursi belakang. Aku pun mengemudi menuju kota.

"Kita harus pergi ke kantor polisi," katanya.

"Tapi terlebih dahulu aku akan membawamu ke rumah sakit sayang," jawabku.

Kulihat luka-lukanya serius dan sepanjang jalan aku mengutuki diri sendiri karena aku tidak ada saat ia butuh perlindunganku. Aku harus membawanya ke dokter sesegera mungkin.

Tiba­tiba aku mendengar Keyla berteriak, "Itu dia!"

"Siapa?" Tanyaku kaget.

"Orang itu yang menyerang ku! Itu dia! Itu dia!"

Di sisi kiri jalan, ada seorang pria keluar dari mobilnya. Keyla menunjuk ke arahnya.

"Apakah kamu yakin?" tanyaku.

Dia menjadi histeris. Air mata mengalir di pipinya dan ia mengalami kesulitan bernapas.

"Itu dia! Itu dia!"

Dengan cepat aku menepi ke sisi jalan dan memarkirkan mobil. Otakku mendidih karena marah. Aku keluar dari mobil sambil menggenggam palu. Pria itu sedang menyusuri jalan dengan santai, tanpa memperhatikan sekelilingnya. Kubuntuti dia dari belakang.

Dia menuju ke sebuah lorong yang gelap. Sulit kuceritakan apa yang terjadi. Aku hanya memikirkan sedikit kekasaran untuk dia dan menyerahkannya ke polisi. Entah bagaimana, aku kehilangan kendali. Aku tak bisa berhenti. Ini terjadi lebih dari beberapa detik.

Saat aku kembali ke mobil, Keyla tampak sudah tenang. Kami hanya diam satu sama lain. aku meraih tisue untuk membersihkan darah di tanganku. Kusembunyikan palu yang berlumuran darah di bawah kursi dan kami pergi.

Kubantu Keyla keluar dari mobil dan segera membawanya ke UGD ketika kami tiba di rumah sakit kota. Saat kami berjalan melalui pintu depan, tiba-tiba Keyla berhenti dan mencengkram lenganku erat. Dia gemetar saat menunjuk salah satu dokter.

"Itu dia," bisiknya mendesak. "Itu dia..."

Lalu ia menunjuk salah seorang perawat.

"Itu dia!" Teriaknya. "Itu dia!"

Watch Out?! (Complete) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang